KABARBURSA.COM - Pada perdagangan sesi II, Senin, 19 Agustus 2024, mayoritas saham emiten batu bara besar tampak bergerak di zona koreksi, pasca pengumuman Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru. Hingga pukul 14:26 WIB, tujuh saham batu bara utama melemah, sementara satu saham stagnan, dan satu lainnya mengalami kenaikan.
Saham PT Indika Energy Tbk (INDY) mencatatkan koreksi terbesar dengan penurunan 1,33 persen ke harga Rp1.480/unit. Sebaliknya, saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) masih bertahan di zona hijau dengan kenaikan tipis sebesar 0,15 persen ke Rp17.050/unit. Saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) tercatat stagnan di level Rp3.280/unit.
Berikut adalah rangkuman pergerakan saham emiten batu bara besar pada perdagangan sesi II hari ini:
Pergerakan saham-saham ini dipengaruhi oleh sentimen negatif di sektor batu bara, seiring dengan pelantikan Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM yang baru dan tren penurunan harga batu bara dunia.
Koreksi pada saham batu bara ini bertepatan dengan pelantikan Bahlil Lahadalia sebagai Menteri ESDM yang baru, menggantikan Arifin Tasrif. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya melakukan reshuffle kabinet, di mana posisi Menteri ESDM termasuk salah satu yang berubah. Sementara itu, Rosan Roeslani, Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, kini menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM yang baru, menggantikan Bahlil.
Tak lama sebelumnya, Bahlil menjadi sorotan publik terkait pemberian izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada organisasi masyarakat keagamaan, terutama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Keputusan ini dianggap sebagai bentuk penghargaan kepada ibunya, yang merupakan kader NU, dan Bahlil pun menyebutnya sebagai bentuk balas budi.
Meskipun pelantikan Bahlil sebagai Menteri ESDM membawa perhatian, penurunan harga saham batu bara juga dipengaruhi oleh kondisi pasar global. Sepanjang pekan lalu, harga batu bara dunia turun 1,23 persen secara point-to-point, membalikkan tren kenaikan 3,26 persen di pekan sebelumnya. Pada perdagangan Jumat lalu, harga batu bara turun 2,04 persen ke level USD148,65 per ton, setelah empat pekan berturut-turut mencatatkan kenaikan. Investor tampaknya mulai merealisasikan keuntungan di tengah penurunan permintaan dari China, konsumen utama batu bara dunia.
Meskipun China mengalami bulan terpanas dalam sejarah, data menunjukkan bahwa pembangkitan listrik termal di negara tersebut justru turun 4,9 persen pada Juli dibandingkan tahun sebelumnya, sementara total pembangkitan listrik hanya meningkat 2,5 persen.
Ekonom senior INDEF, Faisal Basri, mengkritik rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.
Menurut dia, kenaikan pajak seharusnya dikenakan untuk industri batu bara saja, karena kenaikan PPN akan menambah beban masyarakat.
Faisal Basri pun menyinggung perilaku pemerintah Indonesia yang sedang gencar-gencarnya memberi insentif kepada korporasi, tapi seiring dengan itu menambah beban rakyat.
Selain itu, ia menilai rencana pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen tidak efisien, sebab tambahan pendapatan negara diproyeksikan hanya sekitar Rp100 triliun saja.
“Jadi, apa yang terjadi kalau tatanan dirusak. Insentif diberikan kepada korporasi yang besar, sementara rakyat dibebani terus, hampir pasti PPN akan dinaikkan 12 persen yang dikecualikan barang dan jasa. Saya bingung, yang dikecualikan barang dan jasa atau judulnya keliru, nanti banyak yang dikecualikan. Itu coba bayangkan tambahan pendapatan dari menaikkan 11 persen ke 12 persen, kenaikannya tidak sampai Rp100 triliun,” kata Faisal dalam diskusi bertema ‘Kemerdekaan dan Moral Politik Pemimpin Bangsa, Senin, 19 Juli 2024.
Menurut dia, jika pemerintah berencana untuk menambah lebih banyak pendapatan negara, sebaiknya dilakukan adalah mengenakan pajak ekspor untuk komoditas batu bara.
Katanya, dengan pengenaan pajak ekspor, negara bisa mendapatkan pendapatan sekitar Rp200 triliun.
Namun, lanjut Faisal Basri, opsi ini tidak diambil oleh pemerintah. Ia menyebut hal ini sebagai bukti pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jauh dari teori sentimen moral yang ideal.
“Padahal kalau kita kenakan pajak ekspor buat batu bara itu bisa Rp200 triliun. Nah, ini yang moral sentiment itu, theory of moral sentiment itu jauh. Jauh dari yang kita lihat di era Jokowi ini,” tegas dia.
Sementara itu, pengamat pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menilai kebijakan tersebut merupakan upaya dari Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk memenuhi kebutuhan penerimaan negara sekaligus merealisasikan janji kampanye mereka.
Menurut dia, kenaikan tarif PPN ini akan berdampak pada peningkatan harga, dan kelompok menengah ke bawah akan merasakan dampaknya. Oleh karena itu, kata dia, pemerintah perlu mengantisipasi dan mencari solusi yang tepat.
“Pasti akan ada dampak terhadap kenaikan harga dan kelompok menengah-bawah. Pemerintah perlu mengantisipasi hal ini dan mencari solusinya,” ujar Fajry kepada Kabar Bursa, Senin, 19 Agustus 2024.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.