KABARBURSA.COM - PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) menghadapi berbagai tantangan dalam kinerjanya, namun diklaim telah mulai bangkit kembali.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan bahwa TLKM beberapa waktu lalu tengah dibayang-bayangi dengan sentimen dinamika Starlink yang baru masuk ke Indonesia.
"Sentimen Telkom terkait dengan dinamika Starlink di Indonesia, kinerja laporan keuangan, ini kan membuat harga saham Telkom waktu itu mengalami penurunan," kata dia kepada Kabar Bursa, Senin, 19 Agustus 2024.
Meski begitu, Nafan melihat pergerakan kinerja Telkom pada pekan lalu telah membaik karena sentimen negatif yang disebut di atas, sudah mulai melandai.
"Kalau saya amati Telkom relatif terapresiasi pada pekan lalu ya karena sentimen negatifnya mulai mereda," ujar Nafan.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Stockbit, Senin, 19 Agustus 2024, TLKM memiliki kinerja positif dengan pertumbuhan 3.18 persen dalam satu pekan terakhir.
TLKM berhasil meraup net income sebesar Rp5,7 triliun pada kuartal kedua 2024, angka ini turun dibanding periode yang sama tahun lalu, yakni Rp6,33 triliun.
Pendapatan bersih TLKM pada tahun 2024 diprediksi menyentuh Rp23,5 triliun, turun tipis jika dibandingkan dengan tahun lalu yang senilai Rp24,5 triliun.
Sementara untuk neraca keuangan, TLKM memiliki kas dan setara kas Rp25,4 triliun pada kuartal kedua 2024, angka ini turun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp40,5 triliun.
Sedangkan aset yang dipunya TLKM ialah Rp285,9 triliun, angka ini turun tipis dibanding kuartal kedua tahun lalu sebesar Rp290,4 triliun.
Di bursa, saham blue chip telekomunikasi biasanya dikenal karena memiliki fundamental yang kuat dan kapitalisasi pasar yang besar, mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah. Di Bursa Efek Indonesia (BEI), saham blue chip sering kali termasuk dalam indeks saham utama seperti LQ45. Saham dari sektor telekomunikasi yang mengalami penurunan harga di antara anggota Indeks LQ45 adalah saham ISAT dan TLKM.
Sementara itu, pelaku pasar saat ini dinilai tengah fokus ke sejumlah emiten-emiten yang memiliki fundamental yang cukup kuat dikarenakan beberapa hal.
Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee mengatakan kondisi volatilitas yang tinggi menyebabkan para pelaku pasar memilih emiten yang berfundamental kuat.
“Karena pada kondisi volatilitas yang tinggi biasanya orang cenderung mengambil saham-saham yang relatif lebih aman,” ujar Hans dalam acara Webinar ‘Menangkap Momentum di Balik Dinamika IHSG’ yang diselenggarakan Kabar Bursa, Kamis, 15 Agustus 2024.
Menurut Hans, ada sejumlah emiten yang dipilih pelaku pasar hingga kini. Seperti PT Ace Hardware (ACES), Astra International (ASII), Bank Mandiri (BMRI), Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Central Asia (BBCA), Bank Negara Indonesia (BBNI), Mayora Indah (MYOR), dan Telkom Indonesia (TLKM).
Secara teknikal, Hans memandang emiten yang disebutnya itu cukup variatif atau bervariasi. Seperti ASII, kata dia, emiten ini sempat dalam tren yang menurun beberapa waktu kemarin dan kini telah kembali bangkit.
“Karena ada beban ekspetasi orang tentang kinerja dia (ASII) sendiri dan tentang industri otomotif yang sedikit bergeser, tetapi beberapa saat ini kita lihat saham Astra dalam tren yg naik khususnya dari bulan Juni,” jelas dia.
Untuk sektor perbankan, Hans melihat hanya BBCA yang kini sudah mulai menunjukan tren positif ketimbang emiten perbankan lainnya.
“Saham seperti Bank BRI belum kembali biarpun mulai reborn membaik dari pertengahan Juni sempat tertekan,” ucap dia.
Sementara diberitakan sebelumnya, pidato kenegaraan yang disampaikan Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 16 Agustus 2024 membawa angin segar bagi perekonomian nasional.
Presiden Jokowi, dalam pidatonya, menegaskan optimisme pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan mencapai 5,2 persen pada tahun 2025. Keyakinan ini dilandasi oleh upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi, mengendalikan inflasi, dan meningkatkan investasi.
Menanggapi pidato Jokowi, analis pasar modal yang juga Senior Investment Information dari Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama, memberikan pandangannya mengenai reaksi pasar saham pasca pidato tersebut.
Menurut Nafan, penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjadi setelah pidato tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen eksternal, terutama optimisme pasar global terhadap kebijakan moneter yang akan diambil oleh Federal Reserve (The Fed) pada bulan September mendatang.
“Penguatan IHSG sebenarnya lebih dipengaruhi oleh sentimen eksternal, di mana para pelaku pasar optimis bahwa The Fed pada September nanti akan menerapkan expansion remote policy,” kata Nafan saat dihubungi Kabar Bursa, Sabtu 17 Agustus 2024.
Nafan menyoroti pelaku pasar menunjukkan optimisme terhadap kemungkinan The Fed akan menerapkan kebijakan moneter yang lebih agresif. Pelaku pasar, kata dia, memperkirakan The Fed bisa menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada pertemuan bulan September mendatang, yang diharapkan akan memberikan dorongan signifikan terhadap pasar.
Nafan juga menjelaskan optimisme pelaku pasar terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025 yang disampaikan oleh Presiden Jokowi turut memberikan dorongan bagi penguatan IHSG, meskipun ia menegaskan penguatan ini bukanlah penguatan pasar secara keseluruhan.
“Jadi ini telah ter-price in dari adanya penguatan IHSG misalnya, walaupun tidak market secara umumnya,” kata Nafan.
Selain faktor eksternal, kata Nafan, pelaku pasar juga memberikan apresiasi terhadap RAPBN 2025 yang disampaikan oleh Presiden Jokowi. Menurut dia, para pelaku pasar optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 dapat lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2024. Jika proyeksi pertumbuhan ekonomi mencapai 5 persen pada 2024, maka untuk tahun 2025 diperkirakan akan naik menjadi 5,2 persen, yang tentunya menjadi sinyal positif bagi pasar. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.