KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo secara resmi melantik Taruna Ikrar sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang baru dalam reshuffle kabinet yang berlangsung hari ini. Dengan lantang, Jokowi mengukuhkan posisi penting ini di Istana Merdeka, menghadirkan momentum yang tidak hanya formal, tetapi juga bersejarah dalam pemerintahan saat ini.
Taruna Ikrar bukanlah nama yang asing di dunia kedokteran dan ilmu pengetahuan. Lulusan Universitas Hasanuddin (Unhas), Taruna menyandang gelar Sarjana Kedokteran pada tahun 1994 dan melanjutkan menjadi dokter di universitas yang sama tiga tahun kemudian. Setelah itu, ia meraih gelar magister dari Universitas Indonesia pada 2003 dan melengkapi pendidikannya dengan gelar PhD dari Niigata University of Pharmacy and Applied Life Science, Jepang pada tahun 2008.
Karakternya yang penuh determinasi membawa Taruna ke posisi Wakil Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) periode 2000-2003, sebuah peran penting yang memperkuat reputasinya di dunia medis. Tak berhenti di situ, ia turut memegang paten dalam metode pemetaan otak pada tahun 2009, sebelum akhirnya menjabat sebagai spesialis laboratorium di Universitas California, Irvine pada 2021.
Kontroversi Taruna Ikrar
Namun, perjalanan Taruna tidak selalu mulus. Pada tahun 2023, ia menjadi sorotan setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mencabut gelar profesornya. Penyebabnya? Kecurangan dalam proses pengusulan gelar tersebut, yang melibatkan dugaan fraud pada penyetaraan guru besar.
Tahun 2017, nama Taruna juga mencuat di kalangan netizen akibat klaim gelar profesor dalam bidang biomedical sciences dan posisinya sebagai dekan di Pacific Health Sciences University (PSHU) di Amerika Serikat. Rekam jejaknya dipertanyakan, terutama setelah munculnya pertanyaan dari Ferizal Ramli di blog dan Facebook, yang menyebut tidak adanya konfirmasi valid terkait profil akademiknya yang tertera di media sosial.
Merespons kontroversi tersebut, Taruna Ikrar memberikan klarifikasi bahwa ia memang telah menjadi dosen dan profesor di Pacific Health Sciences University sejak Januari 2017. Ia menjelaskan, proses menjadi profesor di AS berbeda dengan di Indonesia, di mana universitas di AS memiliki otoritas penuh tanpa perlu melalui persetujuan pemerintah.
Di balik semua polemik, Taruna Ikrar juga pernah terseret dalam nominasi Nobel Kedokteran. Menurutnya, kontroversi tersebut berawal dari kesalahan kutip saat wawancara, yang sayangnya tidak langsung ia klarifikasi pada saat itu.
Kementerian Kesehatan kembali menerima laporan adanya dua kasus gagal ginjal pada anak, padahal sejak awal Desember 2022 lalu, kasus ini dianggap sudah tiada.
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.