Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Iuran BPJS Kesehatan bakal Naik pada 2025?

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 16 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Iuran BPJS Kesehatan bakal Naik pada 2025?

KABARBURSA.COM - Iuran BPJS Kesehatan diperkirakan akan mengalami kenaikan pada tahun 2025. Kenaikan ini diprediksi akan berlaku untuk kelas satu dan dua seiring dengan penerapan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada tahun 2025.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa berpendapat bahwa kenaikan iuran ini tidak akan membebani masyarakat.

Suharso Monoarfa menyatakan bahwa besaran iuran yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan telah dihitung dengan cermat untuk menutupi pengeluaran yang diperlukan dalam mengatasi klaim kesehatan masyarakat. Dengan demikian, layanan BPJS Kesehatan akan tetap berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

“Enggak akan memberatkan keuangan masyarakat dong. Pelayanan kesehatan yang prima kan penting. Itu soal insurance saja, soal hitungan insurance saja,” kata Suharso usai konferensi pers RAPBN 2025 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024.

Mengenai berapa besaran kenaikan tariff iuran BPJS Kesehatan, dia tidak mengetahuinya karena untuk menetapkannya bukan kewenangannya.

Namun menurutnya, langkah ini perlu dilakukan mengingat pengeluaran BPJS Kesehatan yang sangat besar untuk meng-cover klaim kesehatan masyarakat, terutama untuk klaim penyakit-penyakit katastropik.

“Untuk detailnya boleh Anda tanya ke BPJS Kesehatan, kenapa iurannya seperti itu hitungannya. Karena Anda bayangkan sekarang banyak penyakit-penyakit katastropik, penyakit-penyakit berat, itu yang menguras banyak dari BPJS Kesehatan,” terang Suharso.

“Dari sisi jumlah pasiennya itu sedikit, tapi dari sisi klaim BPJS-nya (penyakit katastropik) luar biasa dominannya. Jadi itu mau diperbaiki strukturnya,” sambungnya.

Apakah pemerintah sudah menyiapkan anggaran untuk pembayaran iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan ini, ia hanya mengatakan perihal itu sudah masuk dalam RAPBN 2025.

Sebelumnya Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan adanya kemungkinan kenaikan iuran kepesertaan pasca layanan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) berlaku.

“Bisa naik iurannya. Saya kira ini sudah waktunya naik ya. Tergantung pemerintah dan tergantung banyak pihak,” kata Ali Ghufron kepada wartawan di Krakatau Ballroom Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Kamis, 8 Agustus 2024.

Menurut Ghufron, potensi kenaikan hanya akan ada untuk kelas satu dan dua. Sementara, masyarakat di kelas tiga dipastikan tidak akan dibebankan kenaikan iuran.

"Kalau kelas tiga tidak akan naik. Kelas tiga itu kan, mohon maaf, umumnya Penerima Bantuan Iuran (PBI),” ucapnya.

Sementara itu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyatakan dirinya menyerahkan perihal itu pada Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

“Iuran BPJS kelas satu dan dua ada kenaikan? Mestinya itu tanyakan ke pemerintah Tahun depan,” jawabnya.

BPJS Kesehatan tidak bisa Digunakan di IGD?

Unggahan di media sosial yang menyatakan bahwa BPJS Kesehatan tidak dapat digunakan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) menjadi perbincangan hangat. Pernyataan ini disampaikan oleh beberapa akun di platform X (Twitter), termasuk akun @Ja**ingan, pada Kamis, 15 Agustus 2024.

“Memang dari dulu tidak bisa, semua yang masuk IGD harus mandiri. Kalau hanya sakit ringan, biasanya ditangani di Poli. Tidak semua penyakit dapat ditangani di IGD dengan BPJS; ada beberapa kasus yang ditangani dengan BPJS tetapi harus membayar secara umum,” tulis akun tersebut.

Beberapa pengguna media sosial lainnya menyatakan bahwa mereka masih bisa berobat di IGD dalam kondisi darurat.

Klarifikasi dari BPJS Kesehatan

Asisten Deputi Komunikasi Publik dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan, Rizky Anugerah, menjelaskan bahwa sesuai dengan regulasi yang berlaku, program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menanggung pelayanan kesehatan berdasarkan indikasi medis yang ditetapkan hasil pemeriksaan dokter.

Ia menjelaskan bahwa jika dokter pemeriksa menemukan gejala atau indikasi penyakit pada pasien, maka seluruh biaya pengobatan akan sepenuhnya ditanggung oleh program JKN.

"Namun, prosesnya perlu dipahami bahwa peserta dapat menerima pelayanan di IGD hanya jika kondisi mereka termasuk gawat darurat," ujarnya pada Jumat, 16 Agustus 2024.

Kondisi gawat darurat tersebut mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan.

Rizzky mengatakan, pihak yang berwenang menetapkan pasien JKN termasuk kategori gawat darurat atau tidak, adalah dokter yang memeriksa pasien tersebut.

Apabila pasien memenuhi kriteria gawat darurat, pengobatan di rumah sakit tanpa surat rujukan dari FKTP, dapat ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

“Bila hasil pemeriksaan kondisi peserta tidak termasuk kriteria gawat darurat, maka peserta tetap bisa mengakses layanan di rumah sakit dengan membawa surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP),” ungkap dia.

Namun, jika pasien tidak memenuhi kriteria gawat darurat dan tidak membawa surat rujukan saat berobat ke IGD, peserta harus membayar biaya pengobatan secara mandiri. Hal tersebut karena BPJS Kesehatan tidak menjamin biaya pengobatan di rumah sakit tanpa rujukan dari FKTP.

Menurut Permenkes Nomor 47 Tahun 2018, kriteria kegawatdaruratan meliputi: ancaman terhadap nyawa, membahayakan diri sendiri, orang lain, atau lingkungan; gangguan pada jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi; penurunan kesadaran; gangguan hemodinamik; serta kebutuhan akan tindakan segera. (*)