KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa dalam Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) Tahun Anggaran 2025, pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp2.996,9 triliun.
"Pendapatan negara pada 2025 dirancang sebesar Rp2.996,9 triliun," ujar Presiden Jokowi dalam pidato penyampaian RUU APBN 2025 dan Nota Keuangan pada Sidang Paripurna DPR RI Tahun Sidang 2024-2025 di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Jumat 16 Agustus 2024.
Presiden merinci bahwa pendapatan tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp505,4 triliun.
Lebih lanjut, Presiden menegaskan bahwa proyeksi pendapatan negara ini tetap memperhatikan stabilitas iklim investasi, kelestarian lingkungan, dan keterjangkauan layanan publik.
Presiden juga menekankan bahwa dalam rancangan pendapatan tersebut, pemerintah akan melanjutkan reformasi perpajakan dengan memperluas basis pajak, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, memperbaiki tata kelola dan administrasi perpajakan, serta memberikan insentif perpajakan yang tepat sasaran.
Untuk peningkatan PNBP, pemerintah akan mengoptimalkan penggunaan teknologi dalam perencanaan dan pelaporan, memperkuat tata kelola dan pengawasan, memaksimalkan pengelolaan aset negara dan sumber daya alam, serta mendorong investasi, jelasnya.
Sidang Tahunan 2024 diselenggarakan dengan tema "Nusantara Baru, Indonesia Maju," yang mencakup Sidang Tahunan MPR RI, Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI, serta Sidang Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidang 2024-2025.
Dalam Sidang Tahunan MPR RI-Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI, Presiden Joko Widodo akan menyampaikan laporan kinerja lembaga-lembaga negara serta pidato kenegaraan dalam rangka HUT ke-79 RI.
Kemudian, dalam Sidang Paripurna Pembukaan Masa Persidangan I DPR Tahun Sidang 2024-2025, Presiden Jokowi akan menyampaikan pengantar dan keterangan pemerintah terkait RUU APBN Tahun Anggaran 2025 beserta Nota Keuangan.
Defisit APBN Membesar
Pada Juli 2024, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp93,4 triliun. Kenaikan belanja pemerintah diduga menjadi penyebab utama membengkaknya defisit APBN.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrtawati mengatakan defisit APBN kini mencapai Rp93,4 triliun, setara dengan 0,14 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Dia menjelaskan bahwa angka tersebut mengalami kenaikan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan defisit yang tercatat pada bulan Juni 2024, yaitu sebesar Rp77,3 triliun, atau setara dengan 0,34 persen dari PDB.
“Dari total anggaran, pada Juli 2024 kita mengalami defisit Rp93,4 triliun atau 0,41 persen dari PDB. Ini masih jauh dari total defisit APBN yang direncanakan untuk tahun 2024,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2024.
APBN 2024 memang dirancang dengan target defisit sebesar Rp522,8 triliun atau 2,29 persen dari PDB. Namun, dengan defisit yang sudah melampaui batas pada Juli 2024, ada kekhawatiran bahwa proyeksi pemerintah mungkin terlalu optimistis.
Sedangkan dari sisi penerimaan negara, lanjut Sri Mulyani, dari Januari hingga Juli 2024 hanya Rp1.545,4 triliun atau 55,1 persen dari target. Menurut 4,3 triliun dibandingkan tahun lalu.
“Ini masih kecil dibandingkan total target defisit tahun ini seperti dalam APBN 2024 yaitu 2,2 persen,” ujarnya.
Sementara itu, belanja negara pada periode yang sama melesat menjadi Rp1.638,8 triliun atau 49,3 persen dari alokasi yang direncanakan, melonjak 12,2 persen dari tahun lalu.
“Kalau kita lihat growth dari belanja kita cukup tinggi, dan ini konsisten kalau dibandingkan bulan lalu yang tumbuh 14 persen,” kata dia
Berbeda dengan tahun ini, APBN Juli 2023 masih mencatat surplus, dengan penerimaan negara yang jauh melebihi belanja negara.
Pada Juli 2023, APBN mencatat surplus Rp153,5 triliun atau 0,72 persen dari PDB, berkat pendapatan negara sebesar Rp1.614,8 triliun yang jauh lebih tinggi daripada belanja yang mencapai Rp1.461,2 triliun.
Sementara itu, keseimbangan primer APBN per Juli 2024 masih mencatat surplus sebesar Rp179,3 triliun, meskipun jauh menurun dibandingkan surplus Rp394,5 triliun pada Juli 2023.
Diketahui, pada tahun ini, pemerintah menetapkan defisit APBN sebesar 2,29 persen dari PDB. Namun, realisasi hingga semester pertama 2024 mencatat defisit sebesar 0,34 persen dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah mengumumkan prognosis pelebaran defisit pada akhir tahun menjadi 2,7 persen dari PDB atau sekitar Rp609,7 triliun.
Hingga semester pertama 2024, Sri Mulyani Indrawati menarik utang baru senilai Rp214,69 triliun atau 33,1 persen dari target, yang terdiri atas realisasi SBN (Neto) sebesar Rp206,18 triliun dan realisasi Pinjaman (Neto) sebesar Rp8,51 triliun.
“Pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal,” tulis Kemenkeu.(*)