Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Turun 1,92 Miliar Dolar AS

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 15 August 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Turun 1,92 Miliar Dolar AS

KABARBURSA.COM - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Neraca Perdagangan Barang Indonesia pada Juli 2024 surplus sebesar USD0,47 miliar. Namun, angka ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar USD1,92 miliar dari bulan sebelumnya, di mana surplus tercatat sebesar USD2,39 miliar.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS Amalia A. Widyasanti membenarkan bahwa surplus pada Juli 2024 ini lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, bahkan lebih rendah dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.

“Surplus Juli ini lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya ataupun bulan yang sama tahun lalu,” kata Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 15 Agustus 2024.

Meskipun demikian, Indonesia terus mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 51 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

Surplus pada Juli 2024 ini sebagian besar didorong oleh komoditas nonmigas, dengan surplus sebesar USD 2,61 miliar.

Penyumbang utama surplus ini adalah bahan bakar mineral, terutama batu bara, lemak dan minyak nabati, serta besi dan baja. Namun, angka ini juga lebih rendah dibandingkan surplus bulan lalu maupun bulan yang sama tahun sebelumnya.

Di sisi lain, neraca perdagangan komoditas migas mencatat defisit yang cukup dalam, sebesar USD2,13 miliar, akibat tingginya impor hasil minyak dan minyak mentah.

Amalia juga menyoroti bahwa defisit neraca perdagangan migas pada Juli 2024 ini lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya dan bulan yang sama tahun lalu.

Selain itu, BPS melaporkan bahwa Indonesia masih mengalami surplus neraca perdagangan dengan beberapa negara, dengan Amerika Serikat (AS), India, dan Filipina sebagai penyumbang terbesar.

Surplus dengan AS mencapai USD1,27 miliar, didorong oleh ekspor komoditas mesin dan perlengkapan elektrik, pakaian, dan aksesoris.

Sementara itu, surplus dengan India mencapai USD1,23 miliar, dipicu oleh ekspor bahan bakar mineral, lemak dan minyak nabati, serta besi dan baja.

Filipina mencatat surplus sebesar USD0,74 miliar, dengan kontribusi terbesar dari komoditas kendaraan dan bagiannya, bahan bakar mineral, serta besi dan baja.

Namun, Indonesia juga mengalami defisit neraca perdagangan dengan beberapa negara, terutama Tiongkok, dengan defisit sebesar USD1,70 miliar.

Defisit ini disebabkan oleh tingginya impor mesin dan peralatan mekanis, mesin dan perlengkapan elektrik, serta kendaraan dan bagiannya.

Defisit lainnya terjadi dengan Australia sebesar USD0,60 miliar, terutama dari impor bahan bakar mineral, logam mulia dan perhiasan, serta bijih logam, terak, dan abu.

Thailand mencatat defisit sebesar USD0,40 miliar, yang didorong oleh impor mesin dan peralatan mekanis, instrumen optik, fotografi, sinematografi, dan medis, serta bahan kimia organik.

Secara kumulatif hingga Juli 2024, surplus neraca perdagangan barang Indonesia mencapai USD15,92 miliar. Namun, ini merupakan penurunan sebesar USD5,28 miliar dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menunjukkan adanya tantangan dalam mempertahankan surplus di tengah fluktuasi global yang terus berlangsung.

Nilai Ekspor Meningkat 6,65 Persen, Impor 17,82 Persen

Diberitakan sebelumnya, BPS merilis data terbaru terkait kinerja ekspor dan impor Indonesia pada Juli 2024, yang menunjukkan peningkatan signifikan di kedua sektor tersebut.

Nilai ekspor pada Juli 2024 mencapai USD22,21 miliar, meningkat 6,65 persen dibandingkan dengan Juni 2024. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, Juli 2023, nilai ekspor Indonesia mengalami kenaikan sebesar 6,46 persen (year on year/yoy).

Ekspor nonmigas pada Juli 2024 memberikan kontribusi terbesar dengan nilai mencapai USD20,79 miliar. Angka ini meningkat 5,98 persen dibandingkan dengan Juni 2024 dan naik 5,87 persen jika dibandingkan dengan Juli 2023.

Ekspor migas juga menunjukkan kinerja positif dengan peningkatan sebesar 15,57 persen menjadi USD1,42 miliar pada Juli 2024, naik dari USD1,23 miliar pada Juni 2024. Peningkatan ini juga kuat secara tahunan.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa lonjakan ekspor nonmigas, terutama komoditas bijih logam, terak, dan abu yang naik hingga 3.900 persen, menjadi pendorong utama peningkatan ekspor pada Juli 2024.

“Secara keseluruhan, peningkatan ekspor di bulan Juli 2024 didorong oleh nonmigas bijih logam, terak, dan abu yang naik 3.900 persen,” kata Amalia Adininggar dalam konferensi pers, Kamis, 15 Agustus 2024.

Sektor industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar dengan kenaikan 4,56 persen, menyumbang 3,46 persen terhadap total ekspor.

Dari sepuluh komoditas nonmigas dengan nilai ekspor terbesar pada Juli 2024, mayoritas mencatat peningkatan, dengan kenaikan terbesar pada komoditas bijih logam, terak, dan abu yang nilainya mencapai USD691,2 juta atau setara dengan lonjakan 3.973,44 persen.

Pasar ekspor nonmigas terbesar Indonesia pada Juli 2024 adalah Tiongkok dengan nilai ekspor mencapai USD4,82 miliar, disusul oleh Amerika Serikat (AS) sebesar USD2,15 miliar, dan Jepang sebesar USD1,78 miliar. Kontribusi ketiga negara ini terhadap total ekspor Indonesia mencapai 42,11 persen.

Namun, secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia untuk periode Januari hingga Juli 2024 mencapai USD147,30 miliar, justru mencatat penurunan sebesar 1,47 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023.

Selain data ekspor, BPS juga mencatat kenaikan signifikan pada impor bulan Juli 2024 yang mencapai USD21,74 miliar, meningkat 17,82 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya mencapai USD18,45 miliar. Kenaikan ini didorong oleh lonjakan impor migas dan nonmigas.

Amalia menjelaskan bahwa nilai impor migas pada Juli mencapai USD3,56 miliar, meningkat sebesar 8,78 persen dari bulan sebelumnya yang hanya USD3,27 miliar. Sementara itu, impor nonmigas meningkat lebih tajam, mencapai USD18,18 miliar atau naik 19,76 persen dibandingkan bulan Juni 2024 yang tercatat USD15,18 miliar.

“Kenaikan nilai impor migas didorong oleh peningkatan volume dan rata-rata harga agregat. Secara lebih spesifik, kelompok migas yang mengalami peningkatan nilai impor cukup tinggi adalah impor hasil minyak yang meningkat 30 persen,” ujar Amalia.

Peningkatan nilai impor nonmigas didorong oleh kenaikan volume sebesar 31,74 persen. Secara tahunan, nilai impor Juli 2024 sebesar USD21,74 miliar juga meningkat 11,07 persen dari periode sama tahun lalu yang mencapai USD19,57 miliar. (*)