KABARBURSA.COM - Data inflasi Amerika Serikat (AS) yang dirilis selama dua hari berturut-turut pekan ini memberikan angin segar bagi para pelaku pasar. Mereka kini mulai optimis bahwa Federal Reserve (The Fed) mungkin akan memulai siklus penurunan suku bunga acuan dalam waktu dekat, yakni bulan depan.
Namun, di balik optimisme tersebut, sinyal kekhawatiran dari pejabat The Fed mengenai melemahnya pasar tenaga kerja menyulut kewaspadaan baru di pasar. Hal ini menambah kekhawatiran akan risiko resesi di ekonomi terbesar dunia tersebut.
Sementara itu, rilis data ekonomi dari China pagi ini menambah tekanan baru di pasar valuta, meskipun indeks dolar AS tetap stabil di level 102,6. Pasar valuta mengalami reaksi yang bervariasi, sementara pasar saham Asia menunjukkan kinerja bullish. Bursa saham tampaknya mengabaikan data buruk dari China yang menunjukkan kesulitan dalam membangkitkan ekonomi.
Para investor tampak antusias memborong saham di pasar Asia, terutama setelah bursa Jepang mendapatkan dorongan dari data pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan pada kuartal sebelumnya. Indeks Nikkei 225 dan Topix masing-masing menguat lebih dari 1 persen, mengikuti kenaikan bursa saham di China dan Korea Selatan. Indeks Shanghai naik 1,2 persen, sementara Shenzhen meningkat 1,35 persen. Indeks Kospi Korea melonjak hampir 1 persen, dan Kosdaq bahkan meroket 1,57 persen.
Di Asia Tenggara, indeks Strait Times Singapura meningkat 0,73 persen, diikuti oleh bursa saham Filipina yang naik 0,22 persen. Namun, bursa saham Indonesia yang sempat dibuka dengan tren positif, pada pukul 10:00 WIB pagi ini berbalik arah dan turun 0,44 persen. Bursa saham Thailand juga mengalami penurunan sebesar 0,4 persen, sementara bursa Vietnam turun tipis sebesar 0,09 persen.
Meskipun pasar saham global sebagian besar menunjukkan tren penguatan, pasar valuta Asia mengalami tekanan, dengan mayoritas mata uang di kawasan ini melemah terhadap dolar AS. Saat ini, hanya rupiah, rupee, dong, dan dolar Hong Kong yang masih menunjukkan penguatan terhadap mata uang AS.
Namun, penguatan rupiah tampaknya mulai terkikis, kemungkinan besar terpengaruh oleh sentimen regional. Setelah dibuka menguat sebesar 0,38 persen di awal transaksi, pada pukul 10:10 WIB, rupiah hanya mampu menguat tipis sebesar 0,04 persen, berada di level Rp15.669/USD.
Pelemahan mata uang Asia pagi ini tampaknya lebih dipengaruhi oleh performa yuan Tiongkok, yang berfungsi sebagai mata uang utama di kawasan ini. Yuan tergerus 0,24 persen terhadap dolar AS, seiring dengan rilis data ekonomi China yang mengecewakan.
Tingkat pengangguran di China meningkat menjadi 5,2 persen, sementara penjualan ritel tumbuh 2,7 persenpada bulan Juli. Pertumbuhan aset tetap selama tujuh bulan pertama tahun ini juga hanya naik 3,6 persen. Para pelaku pasar memperkirakan bahwa People’s Bank of China (PBOC) akan memangkas suku bunga acuan dalam waktu dekat, mengikuti langkah Federal Reserve yang memulai siklus pelonggaran moneter.
Penguatan nilai rupiah yang mencapai level terbaik sejak Maret lalu tampaknya telah memberikan dorongan positif pada pasar surat utang domestik. Sentimen positif ini terlihat jelas dari pergerakan bullish yang ditunjukkan oleh pasar Surat Berharga Negara (SBN) sejak awal pekan ini.
Berdasarkan data terkini dari BloombergNews, mayoritas imbal hasil SBN mengalami penurunan, terutama untuk tenor jangka pendek seperti 2 tahun (2Y) dan tenor jangka panjang seperti 15 tahun (15Y). Imbal hasil untuk tenor 2Y pagi ini tercatat di level 6,564 persen, sedangkan tenor 15Y berada di 6,779 persen. Sementara itu, tenor 5 tahun (5Y) terpantau pada 6,585 persen, dan tenor 10 tahun (10Y) berada di 6,741 persen. Penurunan imbal hasil ini menunjukkan minat yang meningkat dari investor terhadap aset surat utang domestik, yang memberikan sinyal optimisme terhadap stabilitas ekonomi Indonesia.
Selain itu, terdapat lonjakan aktivitas dari investor asing di pasar SBN. Dalam dua hari pertama pekan ini, investor asing tercatat melakukan pembelian bersih hampir mencapai Rp4 triliun. Tren positif ini tidak hanya terlihat di pasar SBN, tetapi juga di pasar saham. Dalam tiga hari berturut-turut, investor asing mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp1,55 triliun di bursa saham Indonesia. Hal ini mendorong Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai rekor tertinggi sepanjang masa (all-time-high) pada hari kemarin.
Secara keseluruhan, perkembangan positif di pasar surat utang dan saham domestik mencerminkan keyakinan investor terhadap prospek ekonomi Indonesia yang stabil. Dukungan dari penguatan rupiah dan minat yang kuat dari investor asing memberikan dorongan tambahan bagi pasar keuangan Indonesia, menegaskan posisi negara sebagai salah satu pasar yang menarik untuk investasi. (*)