KABABURSA.COM - NH Korindo Sekuritas Indonesia ( NHKSI) mengimbau kepada para investor atau trader untuk tidak lengah usai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup dengan level tertinggi.
Pada perdagangan Rabu, 14 Agustus 2024, IHSG memecahkan rekor harga tertinggi sepanjang masa dengan ditutup menguat 79,4 poin atau 1,08 persen ke level 7.436,039.
Terlepas dari semua sentimen positif tersebut, NHKSI menyampaikan tak dipungkiri IHSG memasuki wilayah resistance yang kritikal.
Karenanya, NHKSI research menyarankan para investor atau trader untuk tidak lengah dengan level trailing stop masing-masing.
"Namun dapat pula pertimbangkan untuk menambah posisi pada saham-saham yang clearly telah tembus resistance di awal trend naik mereka," tulis NHKSI dalam keterangannya yang diterima Kabar Bursa, Kamis, 15 Agustus 2024.
Di sisi lain, NHKSI mencatat Wall Street serentak berakhir di teritori positif pada perdagangan hari Rabu, 14 Agustus 2024 di mana S&P500 dan NASDAQ mencatatkan kemenangan beruntun dalam 5 sesi berturut-turut, didukung data US CPI (Jul) yang dirilis sesuai ekspektasi semakin meyakinkan para investor bahwa Federal Reserve akan dapat mulai memangkas suku bunga AS (Amerika Serikat) bulan depan.
"S&P 500 ditutup naik 0,38 persen, NASDAQ Composite ditutup menguat tipis 0,03 persen, sementara Dow Jones Industrial Average ditutup menghijau + 0,61 persen kembali ke atas level psikologis 40k pada 40.008,39" terang NHKSI.
Menurut NHKSI, pergerakan pasar umumnya tenang dengan banyak investor yang sedang liburan di bulan Agustus, dan walau data ekonomi memberikan kelegaan namun tidak ada pemicu baru untuk perdagangan (selainnya laporan keuangan emiten), yang berkontribusi pada gambaran keseluruhan yang lesu pada indeks acuan.
"Harga konsumen AS naik secara moderat pada bulan Juli, dengan peningkatan tahunan inflasi melambat di bawah 3 persen untuk pertama kalinya sejak awal 2021 (tepatnya 2.9 persen yoy)," tulis NHKSI.
Diberitakan sebelumnya, nilai tukar rupiah diperkirakan akan melanjutkan penguatannya di pasar spot hari ini setelah data inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) Amerika Serikat menunjukkan hasil yang lebih rendah dari perkiraan.
Data ini memperkuat ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve (The Fed) kemungkinan akan mulai menurunkan suku bunga acuan mereka secepatnya pada bulan depan.
Di pasar offshore, rupiah forward mencatatkan kenaikan hampir 1 persen dalam penutupan pasar New York dini hari tadi. Pagi ini, nilai tukar rupiah di Non-Deliverable Forward (NDF) terpantau berada di kisaran Rp15.632-Rp15.642 per USD, menguat dibandingkan dengan posisi penutupan rupiah spot kemarin di Rp15.675 per USD.
Indeks dolar AS masih stabil di kisaran 102,6, sementara imbal hasil surat utang Treasury AS untuk tenor 10 tahun mencatat penurunan lebih lanjut ke level 3,837 persen. Penurunan ini menyebabkan selisih imbal hasil investasi antara AS dan Indonesia menjadi 289 basis poin (bps).
Kemarin, rupiah berhasil mencatatkan penguatan harian terbaik sepanjang tahun, dengan kenaikan 1 persen di pasar spot ke level terkuat sejak pertengahan Maret, didorong oleh optimisme pasar setelah rilis data inflasi AS yang lebih rendah.
Dengan penutupan kemarin, sepanjang pekan ini rupiah telah menguat 1,55 persen, menjadi yang terbesar di Asia. Sedangkan untuk periode Agustus, rupiah telah menguat 3,58 persen month-to-date. Sejak Juli, penguatan rupiah mencapai 4,26 persen quarter-to-date, menjadikannya mata uang terkuat di Asia setelah ringgit dan baht yang masing-masing menguat 6,22 persen dan 4,75 persen.
Pada pembukaan pasar Asia pagi ini, sebagian besar mata uang Asia masih tertekan, dengan won Korea turun 0,15 persen, dolar Hong Kong turun 0,01 persen, dan baht Thailand melemah 0,12 persen.
Yen Jepang, yang merupakan salah satu mata uang jangkar di Asia, pagi ini terlihat sedikit menguat terhadap dolar AS, berada di kisaran 147,32.
Secara teknikal, rupiah berpotensi melanjutkan tren penguatan hari ini menuju area Rp15.650 per USD, yang merupakan level resistance terdekat sebelum resistance berikutnya di Rp15.625 per USD hingga Rp15.600 per USD.
Jika level resistance tersebut berhasil ditembus, rupiah berpotensi melanjutkan penguatan menuju level Rp15.570 per USD sebagai resistance potensial berikutnya.
Sebaliknya, jika terjadi tekanan pelemahan, level support terdekat berada di Rp15.700 per USD dan Rp15.740 per USD. Level support terkuat berada di Rp15.750 per USD.
Tadi malam, Amerika Serikat melaporkan data inflasi Indeks Harga Konsumen (CPI) untuk bulan Juli yang lebih rendah dari perkiraan pasar. Inflasi CPI Juli tercatat sebesar 0,2 persen, setelah mencatat deflasi pada bulan Juni.
Secara tahunan, inflasi CPI tercatat sebesar 2,9 persen, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan prediksi pasar. Sementara itu, inflasi inti CPI tercatat 0,2 persen secara bulanan, lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya namun sesuai dengan prediksi pasar. Inflasi inti CPI tahunan tercatat sebesar 3,2 persen, lebih rendah dibandingkan dengan angka Juni yang sebesar 3,3 persen.
Data ini memperkuat keyakinan pasar bahwa The Fed, bank sentral AS, akan segera memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada bulan September, dengan probabilitas mencapai 64 persen. Pernyataan pejabat The Fed semakin memperkuat ekspektasi tersebut.
Gubernur Federal Reserve Bank of Chicago, Austan Goolsbee, menyatakan bahwa ia lebih khawatir tentang kondisi pasar tenaga kerja dibandingkan inflasi, mengingat kemajuan terkini dalam tekanan harga dan data pekerjaan yang mengecewakan. (*)