Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Berpeluh Kejar Target Sejuta Barel per Hari, ini Strategi PHE

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 15 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Berpeluh Kejar Target Sejuta Barel per Hari, ini Strategi PHE

KABARBURSA.COM - SKK Migas berambisi mencapai target produksi minyak sebesar 1 juta barel per hari (bopd) dan gas bumi 12 miliar standar kaki kubik per hari (bscfd) pada tahun 2030. Untuk itu, lembaga ini akan melaksanakan strategi pengeboran sumur secara masif serta meningkatkan investasi di sektor hulu migas.

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, menegaskan pentingnya acara Supply Chain and National Capacity Summit 2024 dalam merespons dinamika industri hulu migas global dan lokal yang tengah menghadapi tantangan berat. Sektor manajemen rantai pasokan, yang semakin kompetitif, menjadi fokus utama dalam agenda tersebut.

Kegiatan ini bertujuan menavigasi rencana jangka panjang melalui integrasi rantai pasokan untuk mengembangkan kapasitas nasional, selaras dengan target ambisius yakni produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas bumi 12 miliar meter kubik gas per hari, serta meningkatkan dampak industri hulu migas.

Dalam rangka pencapaian target tersebut, industri migas mempersiapkan sejumlah kegiatan besar yang menghadirkan peluang sekaligus tantangan untuk manajemen rantai pasokan, ungkap Dwi dalam Supply Chain & National Capacity Summit 2024 di JCC Senayan, Rabu 14 Agustus 2024.

Dwi menambahkan, SKK Migas berkomitmen untuk meningkatkan investasi di sektor hulu migas. Pada tahun 2024, target investasi ditetapkan sebesar USD 16,1 miliar atau sekitar Rp 242 triliun, meningkat 17 persen dari tahun 2023 yang tercatat USD 13,7 miliar atau Rp 260 triliun.

Rencana juga mencakup aktivitas pengeboran besar-besaran dengan target 932 sumur pada tahun 2024, yang merupakan lonjakan 388 persen dari 200 proyek portofolio utama industri gas.

Menjelang 2029, SKK Migas menargetkan pelaksanaan 141 proyek dengan total investasi sebesar USD 36,25 miliar atau Rp 534 triliun. Rinciannya termasuk 6 Proyek Strategis Nasional dengan investasi mencapai USD 32,47 miliar atau Rp 487 triliun, serta 135 proyek non-PSN dengan nilai investasi sebesar USD 3,78 miliar atau Rp 57 triliun.

Masa Depan Suram Sektor Migas

Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai masa depan suram sektor migas Indonesia akibat ketergantungan yang semakin besar pada impor minyak.

Dalam keterangannya, Daeng membandingkan kondisi ini dengan kerusakan yang dialami sektor-sektor lain seperti pertanian dan industri baja akibat praktik impor.

Kondisi perdagangan migas Indonesia, menurutnya, serupa dengan masalah yang dihadapi sektor domestik lainnya. "Seperti pedagang beras impor yang merugikan petani lokal, atau pedagang ternak impor yang menghancurkan peternak domestik, pedagang besi baja impor pun mengancam industri baja nasional," jelasnya kepada Kabar Bursa pada Rabu, 14 Agustus 2024.

Salamuddin menambahkan bahwa sektor migas Indonesia pernah mengalami masa kejayaannya, dengan produksi minyak mencapai puncaknya pada awal 2000-an. Saat itu, produksi minyak mencapai 1,4 juta barel per hari, jauh melebihi kebutuhan nasional yang hanya 1,2 juta barel. Namun, sejak 2004, kondisi drastis berubah dengan munculnya defisit migas dan lonjakan impor minyak.

"Dahulu sebagai pelopor industri migas, Indonesia kini menghadapi tantangan besar dalam proyeksi masa depannya. Skenario yang muncul adalah kemungkinan menjadi importir migas terbesar di dunia," ujarnya.

Saat ini, kebutuhan minyak nasional mencapai 1,6 juta barel per hari, sedangkan produksi domestik hanya 600 ribu barel. Situasi ini memaksa Indonesia untuk mengimpor satu juta barel minyak setiap hari.

Salamuddin mencatat bahwa impor minyak ini tidak hanya menguras devisa negara hingga sekitar 480-500 triliun rupiah per tahun, tetapi juga memperburuk neraca transaksi berjalan Indonesia.

"Satu juta barel minyak yang diimpor setiap hari membuat segelintir pedagang minyak semakin kaya, sementara negara semakin terpuruk," tegasnya.

Salamuddin juga mengkritik janji pemerintah yang dulu ambisius untuk mencapai produksi satu juta barel minyak per hari sebagai solusi atas ketergantungan impor. Namun, hingga kini, janji tersebut belum terwujud.

Sebaliknya, anggaran untuk Kementerian ESDM dan SKK Migas terus meningkat tanpa hasil signifikan dalam produksi minyak. "Realitasnya, impor minyak terus meningkat sementara produksi domestik stagnan. Apakah pemerintahan baru dapat menemukan solusi? Semoga masih ada secercah harapan, meskipun hanya setetes minyak," pungkas Salamuddin.

Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan PT Kilang Pertamina Indonesia (KPI), Hermansyah Y Nasroen, menyoroti tantangan dalam pelaksanaan proyek-proyek kilang migas. Beberapa faktor telah dipertimbangkan, namun kendala tak terduga masih muncul.

"Perubahan dalam rencana kerja dan biaya harus dievaluasi dengan teliti, disetujui oleh semua pihak, serta mengutamakan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan proyek, sambil tetap mematuhi peraturan dan kesepakatan yang berlaku," kata Hermansyah saat dihubungi Kabar Bursa. (*)