KABARBURSA.COM - Pada perdagangan Rabu, 14 Agustus 2024, pasar keuangan Indonesia menunjukkan performa yang sangat positif, dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melesat 1,08 persen ke posisi 7.436,04, mencatatkan rekor baru. Sebelumnya, rekor tertinggi IHSG berada pada 14 Maret 2024.
Nilai transaksi mencapai sekitar Rp11 triliun, melibatkan 17 miliar lembar saham yang diperdagangkan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 333 saham mengalami kenaikan, 241 saham turun, dan 220 saham stagnan.
Kenaikan IHSG ini didorong oleh tingginya ekspektasi penurunan suku bunga acuan oleh The Federal Reserve (The Fed) pada September, seiring dengan rilis data inflasi produsen AS (PPI) yang lebih baik dari perkiraan. Indeks harga produsen AS pada Juli 2024 hanya naik 0,1 persen, lebih rendah dari ekspektasi kenaikan 0,2 persen yang diproyeksikan oleh ekonom. Dalam periode tahunan, PPI meningkat 2,2 persen, lebih rendah dari 2,7 persen pada Juni.
Penurunan dalam harga jasa, terutama dalam kategori perdagangan, berkontribusi pada perlambatan inflasi produsen. Harga jasa turun 0,2 persen, dengan penurunan terbesar dalam jasa perdagangan, sebesar 1,3 persen, yang merupakan penurunan terbesar sejak Februari 2015.
Selain IHSG yang menguat, nilai tukar rupiah juga mengalami apresiasi, ditutup di harga Rp15.675/USD, menguat 0,98 persen dibandingkan penutupan sehari sebelumnya. Penguatan ini membawa rupiah ke level terkuat dalam hampir lima bulan terakhir.
Pasar optimis bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 hingga 50 basis poin pada pertemuan September, diikuti dengan penurunan lebih lanjut pada pertemuan November dan Desember. Berdasarkan CME FedWatch Tool, peluang penurunan suku bunga The Fed pada September menjadi 4,75 persen - 5,00 persen mencapai 52,5 persen, sementara pada akhir tahun diproyeksikan berada di kisaran 4,25 persen - 4,50 persen.
The Fed telah mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 5,25 persen - 5,50 persen selama setahun terakhir, setelah menaikkan sebesar 525 bps sejak 2022.
Pasar keuangan Indonesia berpotensi melanjutkan momentum positif pada hari ini setelah rilis data inflasi konsumen AS yang menunjukkan perlambatan, membuka kemungkinan untuk penurunan suku bunga oleh The Fed pada bulan depan.
Rangkuman Data Inflasi AS:
Data ini menunjukkan kemajuan menuju sasaran inflasi The Fed, meskipun harapan pasar untuk pemangkasan suku bunga yang lebih besar mungkin masih terlalu optimis. Kenaikan biaya tempat tinggal menyumbang sebagian besar inflasi, namun laporan tersebut menunjukkan bahwa inflasi mungkin akan semakin menurun.
Ekspektasi Pasar untuk The Fed:
Perkembangan Neraca Perdagangan Indonesia:
Dengan data yang mendukung kemungkinan penurunan suku bunga oleh The Fed dan surplus perdagangan yang terus berlanjut, pasar keuangan Indonesia memiliki prospek positif untuk melanjutkan pertumbuhan. Pertanyaannya, mampukah Rupiah menguat dan menyentuh angka Rp15.000 per dolar?
Sementara itu, para investor kini menunggu keputusan The Fed mengenai suku bunga pada pertemuan September. Chris Larkin dari E-Trade menyatakan bahwa meskipun data CPI tidak sebesarnya mengesankan seperti data PPI kemarin, hasil tersebut tidak diharapkan akan mengganggu pasar. Ekspektasi pasar berfokus pada kemungkinan penurunan suku bunga, dengan ketidakpastian apakah penurunan akan sebesar 25 atau 50 basis poin.
Data pasar berjangka menunjukkan ketidakpastian mengenai besaran penurunan suku bunga pada pertemuan The Fed pada 17-18 September. Para pedagang juga mengharapkan penyesuaian lebih lanjut pada akhir tahun, tergantung pada data ekonomi yang akan datang.
Saham Kellanova melonjak lebih dari 7,8 persen setelah diumumkan bahwa perusahaan tersebut akan diakuisisi oleh Mars dalam kesepakatan senilai 36 miliar dolar. Sebaliknya, saham Alphabet, perusahaan induk Google, turun 2,3 persen setelah laporan bahwa Departemen Kehakiman AS mempertimbangkan langkah-langkah untuk memecah raksasa teknologi tersebut.
Ketiga indeks utama kini berada di atas level penutupan 2 Agustus, sebelum terjadinya penurunan pasar global pada 5 Agustus, yang tampaknya terkait dengan pembalikan perdagangan yen carry dan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi.
Gargi Chaudhuri dari BlackRock mencatat bahwa meskipun risiko pertumbuhan telah meningkat, pasar mungkin bereaksi berlebihan terhadap data lemah yang terbatas dan bukan perubahan drastis pada prospek makroekonomi.(*)