KABARBURSA.COM - PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), produsen rokok ternama di Indonesia, mengalami penurunan kinerja keuangan yang signifikan pada semester pertama (1H) 2024. Laporan keuangan terbaru menunjukkan bahwa laba bersih perusahaan merosot tajam sebesar 40 persen menjadi Rp147,24 miliar, dibandingkan dengan laba sebesar Rp246,88 miliar yang tercatat pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan laba bersih ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama. Penjualan bersih WIIM pada 1H 2024 hanya mencapai Rp2,22 triliun, mengalami penurunan 6,7 persen secara year-on-year (yoy) dari Rp2,38 triliun pada semester pertama 2023. Penurunan penjualan ini menjadi salah satu penyebab utama penurunan laba bersih.
Beban penjualan WIIM juga mengalami kenaikan signifikan sebesar 8,7 persen yoy, mencapai Rp207,99 miliar. Peningkatan ini menunjukkan adanya tekanan tambahan pada margin keuntungan perusahaan, yang sudah tertekan oleh penurunan penjualan. Beban umum dan administrasi turut meningkat, tercatat sebesar Rp115,83 miliar, naik 9,2 persen yoy dibandingkan dengan semester pertama tahun lalu.
Kenaikan ini sebagian besar disebabkan oleh peningkatan biaya operasional dan pengeluaran lainnya yang diperlukan untuk menjaga kelancaran operasional perusahaan.
Hingga 30 Juni 2024, total aset WIIM tercatat sebesar Rp2,51 triliun. Meskipun total aset ini menunjukkan posisi keuangan yang cukup solid, penurunan laba bersih dan peningkatan beban menggarisbawahi tantangan yang dihadapi perusahaan dalam mempertahankan profitabilitas. Total ekuitas WIIM saat ini tercatat sebesar Rp1,77 triliun.
Saham emiten rokok berpotensi terdampak dan mengalami pertumbuhan yang melambat setelah pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Kesehatan Nomor 28 Tahun 2024, yang mencakup poin penting terkait pengendalian produk tembakau.
Salah satu ketentuan utamanya adalah larangan penjualan rokok secara eceran atau per batang. Selain itu, peraturan tersebut juga mengatur lokasi penjualan rokok.
Aturan lainnya meliputi larangan penjualan dan promosi rokok melalui situs web, aplikasi, dan media sosial. Produsen rokok juga diwajibkan untuk menampilkan peringatan kesehatan bergambar yang mencakup 50 persen dari kemasan rokok, sementara saat ini peringatan tersebut hanya mencakup 40 persen.
Ketentuan ini juga berlaku untuk rokok elektrik, namun tidak untuk rokok klobot, klembak menyan, dan cerutu yang dikemas per batang.
Selain itu, pada tahun 2025, cukai hasil tembakau akan dinaikkan hingga 10 persen, menimbulkan pertanyaan tentang daya tarik saham emiten rokok. Namun, dampak kebijakan ini terhadap industri rokok akan tergantung pada implementasinya nanti.
Namun jika dilihat lantai bursa, harga saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM), dan PT H.M. Sampoerna Tbk (HMSP) terpantau bertumbangan dalam perdagangan sepekan terakhir dari 29 Juli 2024 sampai dengan 2 Agustus 2024. GGRM dan WIIM kompak anjlok masing-masing 6,04 persen (1.000 poin) dan 14,73 persen (165 poin), sedangkan HMSP bergerak mendatar dalam sepekan.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Juli 2024, mengatur berbagai aspek kesehatan dengan fokus pada perlindungan dan peningkatan kesehatan masyarakat seperti larangan penjualan rokok eceran. Bersamaan dengan itu, pemerintah berencana kembali menaikan cukai rokok pada 2025.
Lalu apakah hal tersbut berdampak terhadap kinerja saham rokok seperti PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) ?
Nafan Aji Gusta, Senior Investment Information Mirae Asset, mengatakan yang menggerakkan harga saham rokok adalah cukai. Ketika cukai mengalami kenaikan, maka membuat kinerjanya mengalami down trend.
“Jadi sudah tercermin akan hal tersebut dibandingkan dengan kebijakan larangan jualan rokok eceran. Namun kebijakan pemerintah itu juga bisa menjadi pemicu, walupun tidak signifikan,” ungkap Nafan kepada Kabar Bursa, Kamis, 8 Agustus 2024.
Lebih jauh Nafan berpendapat, PP Kesehatan yang salah satu pasanya mengatur tentang larangan menjual eceran, memang bertujuan untuk melindungi masyarakat, utamnya yang masih di bawah umur, seperti anak anak dan remaja.
“Sepertinya pemerintah Indonesia juga mengikuti peraturan negara ekonomi maju di mana yang berhak membeli rokok yang sudah di atas 17 tahun atau lebih, Dan itu akan diterapkan di Indonesia,” terangnya.
Namun dari segi rekomendasi sahamnya, Nafan menjelaskan kedua emiten rokok tersebut yaitu HMSP dan GGRM masih dalam fase down trend.
”Rekomendasi saya wait and see dulu untuk GGRM dan HMSP karena masih down trend. Saya tidak menetapkan target harganya,” tegasnya.
Sedangkan salah satu emiten rokok lainnya yaitu PT Wismilak Inti Makmur (WIIM) direkomendasi untuk hold di TP 900 karena masih rentan untuk bearish meskipun dalam keadaan sideways.
Dari segi lainnya, jika menelisik kinerja saham HMSP dan GGRM, dua emiten rokok sahamnya makin terpuruk dan menyentuh level terendah dalam 10 tahun terakhir. Mengutip data dari RTI Businnes, saham HMSP hingga pukul 15.49 atau nyaris pada penutupan saham hari ini, level saham HMSP melorot hingga 3,01 persen atau 20 poin ke level 645. Sedangkan saham GGRM menyentuh level 14525 angka tersebut melorot hingga 1,86 persen atau setara dengan 275 poin.(*)