KABARBURSA.COM - Empat perusahaan dari Sumatra Utara (Sumut) siap meluncurkan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Calon emiten ini berasal dari berbagai sektor, termasuk kesehatan rumah sakit, pembangkit listrik tenaga air, real estate, dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumatra Utara atau Bank Sumut yang bergerak di bidang perbankan.
Bank Sumut, setelah menunda rencana IPO pada Januari 2023, kini memutuskan untuk melanjutkan rencananya. Dalam prospektus sebelumnya, Bank Sumut berencana untuk melepaskan 2.934.798.300 saham seri B, yang setara dengan 23 persen dari modalnya, dengan harga Rp350-150 per saham.
Jika terealisasi, Bank Sumut berpotensi meraih dana sebesar Rp1,49 triliun. Penundaan tersebut terjadi karena perseroan masih memantau kondisi pasar, meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan pernyataan praefektif untuk IPO Bank Sumut.
Direktur Bisnis dan Syariah Bank Sumut, Syafrizal Syah, menyatakan bahwa IPO tetap merupakan bagian dari rencana korporasi mereka, dengan kemungkinan pelaksanaan pada 2025 atau 2026.
Selain IPO, Bank Sumut juga sedang mempertimbangkan pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUB), yang merupakan salah satu prioritas utama setelah melantai di BEI. Syafrizal menambahkan bahwa untuk membentuk KUB, diperlukan modal yang kuat.
Saat ini, Bank Sumut memiliki modal inti sebesar Rp4,3 triliun dan bertujuan untuk menjadi Kelas Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) II dengan modal minimal Rp6 triliun. Dengan naik kelas menjadi KBMI II, Bank Sumut diharapkan dapat memperluas potensi pertumbuhannya, terutama dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Bank Sumut juga berencana untuk memperbaiki infrastruktur teknologi guna mengembangkan kemampuan digitalisasi mereka. Kepala OJK Sumatra Utara, Khoirul Muttaqien, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 11 perusahaan asal Sumut yang telah tercatat sebagai perusahaan publik dan berkantor di Jakarta, sedangkan jumlah emiten yang bermarkas di Sumut masih relatif sedikit.
Senior Investment Information Analyst dari Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, memprediksi bahwa tren IPO tahun ini dan tahun depan akan dipengaruhi oleh penurunan suku bunga oleh Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) dan Bank Indonesia. Penurunan suku bunga diharapkan dapat memberikan efek positif terhadap tren IPO, karena kebijakan moneter yang ekspansif biasanya menciptakan likuiditas global yang mendukung aktivitas pasar modal.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat setidaknya ada 28 emiten yang hendak mencatatkan sahamnya (initial public offering/IPO) di pasar modal.
Berdasarkan pipeline BEI, tercatat ada empat perusahaan beraset skala besar atau memiliki aset di atas Rp250 miliar yang akan menggelar aksi korporasi tersebut.
“Per tanggal 9 bulan Agustus tahun 2024, ada pula 20 perusahaan beraset menengah atau aset antara Rp50 miliar sampai dengan Rp250 miliar, dan empat perusahaan beraset skala kecil dengan aset di bawah Rp50 miliar,” ungkap Direktur Penilaian Emiten BEI I Gede Nyoman Yetna, Sabtu, 10 Agustus 2024.
Sedangkan berdasarkan sektor, lanjut Nyoman Yetna memaparkan, perusahaan terbanyak yang antri IPO adalah berasal dari sektor barang konsumsi primer sebanyak lima perusahaan, empat perusahaan masing-masing dari sektor barang konsumsi non primer dan perindustrian. Ditambah lagi, tiga perusahaan masing-masing dari sektor barang baku, energi, dan teknologi.
“Selain itu ada dua perusahaan dari sektor infrastruktur dan keuangan. Serta, sektor transportasi dan Kesehatan yang masing-masing menyumbang satu perusahaan,” ujar Nyoman Yetna.
Sementara itu, lanjut Nyoman Yetna, sebanyak 34 perusahaan yang mencatatkan saham di BEI. Dengan dana yang dihimpun sebesar Rp5,15 triliun.
Dalam periode yang sama, BEI juga mencatat 24 perusahaan yang berada dalam pipeline rights issue BEI. Aksi korporasi tersebut paling banyak dilakukan oleh emiten dari sektor barang konsumsi non primer, yaitu sebanyak delapan perusahaan. Diikuti, lima emiten dari sektor keuangan, empat emiten masing-masing dari sektor barang konsumsi primer dan energi.
Tidak hanya itu, lanjut Nyoman Yetna, sektor barang baku, infrastruktur, dan transportasi masing-masing satu emiten akan menggelar rights issue yang tercatat dalam pipeline BEI.
“Sedangkan hingga saat ini ada 15 emiten yang telah menggelar rights issue dengan total nilai Rp 34,42 triliun,” ucap Nyoman Yetna.
Nyoman Yetna melanjutkan, sebanyak 13 emisi dari sembilan perusahaan berencana menerbitkan Efek Beragun Aset (EBUS) yang ada pipeline BEI. Dengan penerbit terbanyak berasal dari sektor energi sebanyak tiga perusahaan. Kemudian, dua perusahaan masing-masing dari sektor barang baku dan industri, serta masing-masing satu perusahaan dari sektor keuangan dan transportasi.
“Sampai saat ini, tercatat sebanyak 97 emisi dari 60 perusahaan telah menerbitkan EBUS. Dengan dana yang dihimpun sebesar Rp81,5 triliun,” tutup Nyoman Yetna.(*)