Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

BBM Euro IV Urgen, Tapi Penerapannya Terlampau Molor

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 12 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
BBM Euro IV Urgen, Tapi Penerapannya Terlampau Molor

KABARBURSA.COM – Institute for Essential Services Reform (IESR) menyebut, rencana penerapan bahan bakar minyak (BBM) berkualitas Euro IV yang direncanakan pemerintah terlampau molor sejak direncanakan.

Diketahui, PT Pertamina (Perseoran) Tbk sendiri menargetkan BBM berkualitas Euro IV diterapkan tepatnya pada triwulan ketiga tahun 2028 mendatang. Sementara saat ini, penerapan BBM berkualitas yang ramah lingkungan masuk dalam tahap yang sangat urgen.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menuturkan, pemerintah telah mewacanakan penerapan BBM Euro IV sejak 2018 lalu. Akan tetapi, dia menilai penerapannya terlampau molor hingga saat ini.

“BBM Euro IV sudah urgen ya ditetapkan di Indonesia. Memang kita sudah molor sejak 2018. Jadi harusnya sejak 2018 BBM Euro IV diterapkan, tapi belum juga,” kata Fabby kepada Kabar Bursa, Senin, 12 Agustus 2024.

Fabby menuturkan, terdapat tiga urgensi mengapa BBM Euro IV perlu segera diterapkan. Pertama, kata dia, BBM subsidi yang diberikan pemerintah saat ini memiliki kualitas yang sangat buruk bagi lingkungan, khususnya kualitas udara.

Pada titik tertentu, Fabby menyebut kualitas BBM yang buruk berdampak negative pada kesehatan masyarakat. Polusi udara, kata dia, menyebabkan gangguan pernapasan akut yang membuka ruang munculnya kerugian ekonomi.

“Jadi gangguan kesehatan masyarakat, polusi udara itu yang menyebabkan kerugian ekonomi. Selama ini tidak banyak diketahui oleh publik tapi publik yang menanggung biaya kesehatan akibat polusi udara. Bahkan juga menimbulkan kematian,” ungkapnya.

Urgensi kedua, BBM yang tersedia saat ini juga dinilai tidak ramah pada mesin kendaraan bermotor. Rendahnya kualitas BBM saat ini, kata Fabby, membuka ruang kerugian bagi para pemilik kendaraan.

Diketahui, kadar oktan dalam BBM bersubsidi jenis Pertalite sebesar 90. Adapun BBM jenis Pertalite sendiri dibandrol Rp10,000 per liter. Sementara BBM dengan kualitas tinggi dengan ada pada jenis Pertamax Turbo, hingga Pertamax Green 95 dengan rentang harga Rp15,450 hingga Rp15,000.

“Sehingga sebenarnya masyarakat itu membayar lebih mahal dalam bentuk macam-macam, termasuk biaya perawatan kendaraan bermotor,” jelasnya.

Ketiga, Fabby menilai, pemerintah memberikan subsidi BBM dengan kualitas yang buruk. Di sisi lain, dia menilai langkah subsidi BBM yang digelontorkan pemerintah sebagai pemborosan yang merugikan keuangan negara.

“Sebenarnya dengan harga yang sama, kita bisa mendapatkan kualitas BBM yang lebih baik. Jadi sebenernya ini adalah pemborosan dan merugikan keuangan negara loh kalau mau dibilang. Karena untuk harga yang serupa kita bisa dapat harga BBM dengan kualitas yang lebih baik,” tegasnya.

Hapus Subsidi BBM

Diketahui, pemerintah menargetkan regulasi pengunaan BMM Euro IV sebelum Presiden Joko Widodo (Jokowi) purna tugas. Adapun sebelumnya, BBM Euro IV sendiri direncanakan masuk dalam tahap uji coba pada 17 Agustus mendatang.

Meski demikian, pemerintah mengakui penyusunan regulasi membutuhkan waktu yang panjang. Sementara saat ini, BBM dengan kualitas tinggi dibanderol dengan harga yang relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan harga subsidi yang berkualitas rendah.

Fabby menyebut, penyusunan regulasi BBM Euro IV menjadi momentu pemerintah untuk membenahi subsidi. Menurutnya, subsidi perlu dihapuskan dengan catatan yang dikhususkan bagi keluarga kurang mampu.

Pasalnya, kata dia, subsidi BBM yang diberikan pemerintah saat ini menjadi boomerang yang menambah beban anggaran negara. Adapun tahun ini, anggaran subsidi yang dialokasikan pemerintah untuk BBM dan LPG senilai RP 113,3 triliun.

“Sekarang kan kita berhadapan dengan kasus membengkaknya subsidi kan. Subsidi kompensasi itu besar sekali, sehingga membebani anggaran. Saya melihat harusnya jangan BBM-nya disubsidi lagi. Jadi lebih baik diubah subsidinya, ini kesempatan,” jelasnya.

Fabby menilai, harga BBM ke depan mesti disesuaikan dengan tingkat ekonomi masyarakat. Di sisi lain, subsidi BBM tetap diberikan sesuai dengan data kemiskinan. “BBM-nya tidak disubsidi, masyarakat membayar sesuai keekonomian, tapi kalau misalnya ada yang perlu disubsidi, ya, disubsidinya secara langsung ke orang. Jadi orang-orang miskinnya yang diberikan subsidi,” jelasnya.

Selain masyarakat miskin, Fabby juga menilai angkutan umum dan logistik juga perlu diberi subsidi BBM dengan kualitas tinggi. Hal itu dilakukan untuk menjaga stabilitas harga angkutan dan harga-harga kebutuhan lainnya.

“Tapi kalau untuk kendaraan pribadi, ya, jangan disubsidi. Bayar saja sesuai dengan keekonomiannya. Karena orang punya mobil, mampu beli mobil kenapa BBM-nya harus disubsidi. Kalau dia nggak mampu bayar BBM, ya, jangan beli mobil, pakai kendaraan umum. Yang disubsidi kendaraan umum,” tegasnya.

“Setuju saya. Jadi kendaraan angkutan umum, bus, angkutan barang itu disubsidi lagi, kemudian itu harus diatur (regulasinya). Kendaraan pribadi, ya, nggak usah disubsidi. Tapi subsidi kepada orang miskin tetap diberikan,” tutupnya.(*)