Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Utang Emiten Segunung bikin Deg-degan, Harus Bagaimana?

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 12 August 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Utang Emiten Segunung bikin Deg-degan, Harus Bagaimana?

KABARBURSA.COM - Sebagai seorang investor, kinerja sebuah emiten tentu menjadi sorotan penting. Ada kalanya emiten tersebut memiliki utang segunung yang tentunya membuat investor deg-degan untuk mengambil tindakan, cut loss atau didiamkan.

Utang adalah beban yang harus dipenuhi oleh perusahaan sebelum mereka memenuhi kewajiban lainnya, dan hal ini berlaku lebih tegas lagi dalam konteks likuidasi perusahaan. Bayangkan, dalam situasi di mana perusahaan memutuskan untuk dilikuidasi, utang harus dilunasi terlebih dahulu sebelum pemegang saham mendapatkan sisa modal mereka. Ini menunjukkan betapa seriusnya tanggung jawab utang.

Sebagai investor, Anda mungkin bertanya-tanya apakah saham-saham perusahaan dengan utang besar harus dihindari. Untuk menjawabnya, mari kita selidiki lebih dalam mengenai utang dan dampaknya terhadap investasi.

Memahami Utang yang Wajar

Sebelum memutuskan untuk berinvestasi, penting untuk memahami konteks utang perusahaan. Apakah utang sebesar Rp 1 triliun dianggap besar? Atau mungkin miliaran rupiah sudah dikategorikan signifikan?

Sebenarnya, ukuran utang tidak bisa diukur hanya dari angka nominalnya saja. Misalnya, utang sebesar Rp 1 triliun mungkin dianggap kecil oleh perusahaan besar, sementara bagi perusahaan kecil, jumlah tersebut bisa sangat besar.

Untuk menilai utang secara lebih objektif, gunakan rasio utang berbanding ekuitas atau Debt to Equity Ratio (DER). Rasio ini membandingkan total utang perusahaan dengan modal yang dimiliki. Biasanya, DER sekitar 1 kali dianggap wajar, menunjukkan bahwa utang dan modal berada dalam keseimbangan. Namun, beberapa investor masih bisa menerima DER yang lebih tinggi, misalnya hingga 2 kali, selama kondisi operasional perusahaan masih sehat.

Selain DER, rasio Gearing juga penting untuk menilai struktur modal perusahaan. Gearing ratio fokus pada utang berbunga seperti obligasi dan pinjaman bank, berbeda dengan DER yang mencakup seluruh utang.

Perlu diingat bahwa rasio-rasio ini lebih relevan untuk perusahaan non-keuangan. Di sektor keuangan seperti perbankan, utang berfungsi sebagai dana kelolaan dari pihak ketiga, yang berbeda dari perusahaan non-bank yang menggunakan utang untuk belanja modal.

Dampak Utang Terhadap Kinerja Perusahaan

Utang besar dapat mempengaruhi perusahaan dalam beberapa cara:

  1. Keterbatasan Operasional: Perusahaan dengan utang besar mungkin mengalami keterbatasan dalam operasional karena prioritas utama mereka adalah menyelesaikan kewajiban utang. Ini bisa menghambat fleksibilitas mereka dalam ekspansi dan penetrasi pasar.
  2. Beban Bunga: Utang menambah beban bunga yang harus dibayar, yang mengurangi laba bersih perusahaan. Sebagian pendapatan yang seharusnya menjadi keuntungan harus dialokasikan untuk biaya bunga.
  3. Risiko Gagal Bayar: Semakin besar utang, semakin tinggi risiko gagal bayar. Ketidakpastian ekonomi dan penurunan pendapatan dapat memperbesar risiko ini.

Kelebihan Utang

Meski demikian, utang juga memiliki kelebihan:

  1. Memaksimalkan Daya Ungkit: Utang memungkinkan perusahaan untuk melakukan ekspansi tanpa mengganggu likuiditas. Misalnya, perusahaan bisa menerbitkan obligasi untuk membiayai pembangunan pabrik baru, daripada menggunakan kas yang mungkin lebih baik digunakan untuk operasional sehari-hari.
  2. Pengurangan Beban Pajak: Meskipun utang dapat menurunkan laba perusahaan, penurunan ini juga dapat mengurangi beban pajak. Pajak dihitung setelah mengurangi seluruh beban operasional dan non-operasional dari pendapatan.

Penting untuk diingat bahwa penilaian terhadap utang perusahaan harus mempertimbangkan konteks spesifik perusahaan tersebut. Setiap perusahaan memiliki model bisnis dan kondisi operasional yang berbeda, sehingga utang tidak boleh menjadi satu-satunya faktor dalam keputusan investasi. Pertimbangkan berbagai indikator lain untuk membuat keputusan investasi yang optimal.

Persiapan Emiten Membayar Utang

Bulan ini pasar obligasi akan menghadapi lonjakan jatuh tempo dalam tiga bulan mendatang. Bagaimana kesiapan emiten dalam menghadapi kewajiban ini?

Menurut Wasis Kurnianto, Economic Research Senior Officer dari Pefindo, nilai total surat utang yang jatuh tempo di tahun 2024 mencapai Rp150,5 triliun, meningkat dibandingkan Rp126,9 triliun pada 2023. Khusus untuk kuartal II-2024, jumlah surat utang korporasi yang jatuh tempo adalah Rp34,75 triliun, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Sektor-Sektor yang Terpengaruh

Dari total nilai jatuh tempo di kuartal II-2024, sebagian besar berasal dari sektor multifinance, dengan nilai mencapai Rp9,15 triliun, atau 26,33 persen dari total. Sektor lainnya termasuk pembiayaan non-multifinance dan perbankan, yang masing-masing menyumbang Rp5,25 triliun dan Rp5,02 triliun.

Kesiapan Pembayaran Emiten

Adira Finance, misalnya, mengungkapkan bahwa mereka siap untuk memenuhi kewajiban keuangan mereka. CFO Adira Finance, Sylvanus Gani Mendrofa, menyatakan bahwa perusahaan memiliki likuiditas yang memadai untuk melunasi kewajiban obligasi dan mendanai kebutuhan bisnis melalui angsuran konsumen dan fasilitas pendanaan yang tersedia. Adira Finance berencana untuk membayar pokok dan bunga obligasi yang jatuh tempo pada Juli 2024, yaitu obligasi senilai Rp405 miliar dan Rp741 miliar, dengan menggunakan kas internal perusahaan.

Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment di Pilarmas Investindo Sekuritas, menjelaskan bahwa kebijakan pembayaran surat utang akan bergantung pada strategi masing-masing perusahaan. Perusahaan dapat memilih antara menerbitkan saham melalui IPO atau menerbitkan obligasi baru untuk mendukung ekspansi.

Maximilianus mengamati bahwa saat ini IPO menjadi pilihan menarik. Namun, jika suku bunga menurun tahun ini, penerbitan obligasi bisa menjadi pilihan utama, terutama bagi perusahaan kecil dan menengah.

"Saham mungkin masih menjadi pilihan utama saat ini, tetapi obligasi bisa menjadi lebih menarik di masa depan," tambahnya.(*)