Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Strategi Capex: Tanda Ekspansi dan Prospek Pertumbuhan Emiten

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 12 August 2024 | Penulis: Syahrianto | Editor: Redaksi
Strategi Capex: Tanda Ekspansi dan Prospek Pertumbuhan Emiten

KABARBURSA.COM - Belanja modal, atau capital expenditure (capex), sering kali dianggap sebagai indikator bahwa sebuah perusahaan sedang berada dalam fase ekspansi bisnis, yang berpotensi membawa prospek pertumbuhan keuangan di masa depan setelah ekspansi tersebut terealisasi.

Perusahaan yang sedang dalam fase ekspansi agresif biasanya mengalokasikan belanja modal yang lebih besar dibandingkan dengan rata-rata tahun-tahun sebelumnya. Sebaliknya, jika anggaran belanja modal yang direncanakan berada pada level yang sama atau bahkan lebih rendah dari rata-rata sebelumnya, hal ini dapat menunjukkan bahwa perusahaan tersebut sedang berada dalam mode defensif.

Belanja modal merupakan dana yang dialokasikan untuk investasi jangka panjang yang akan menjadi aset tetap seperti pembangunan pabrik, pemeliharaan fasilitas, pembelian kapal dan mesin, hingga akuisisi perusahaan lain.

Sementara itu, modal kerja adalah dana yang digunakan untuk keperluan operasional rutin perusahaan, seperti pembayaran gaji, biaya administrasi, dan biaya operasional lainnya.

Saham ADRO

PT Adaro Energy Tbk (ADRO) telah menganggarkan belanja modal sekitar USD 600 juta hingga USD 700 juta. Dengan kurs Rp16.100 per dolar AS, anggaran tersebut setara dengan Rp9,66 triliun hingga Rp11,27 triliun.

Secara historis, belanja modal ADRO pada periode 2023-2024 telah melampaui level tahun 2019 (sebelum pandemi Covid-19), menunjukkan bahwa ADRO sedang melakukan ekspansi yang lebih agresif.

Dana belanja modal ini akan digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk USD 200 juta untuk alat berat, USD 100 juta untuk belanja modal lainnya, serta sisanya untuk kebutuhan tambang. Salah satu investasi utama adalah infrastruktur PT Muruwai Coal, serta pembangunan smelter aluminium dan fasilitas pendukungnya. Semua ini akan dibiayai dari kas internal perusahaan.

ADRO juga mengindikasikan bahwa mereka tidak akan memperluas bisnis batu bara termal (batu bara untuk PLTU) dan lebih memilih untuk fokus pada pengembangan batu bara metalurgi. Meski demikian, belum ada rencana dari ADRO melalui anak usahanya, ADMR, untuk mengakuisisi tambang batu bara metalurgi.

Untuk tahun 2024, ADRO menargetkan penjualan antara 65 juta hingga 67 juta ton batu bara, yang terdiri dari 61 juta hingga 62 juta ton batu bara termal, dan sisanya batu bara metalurgi.

Saham AMMN

PT Amman Mineral International Tbk (AMMN) telah mengalokasikan belanja modal sebesar USD 2 miliar, atau setara dengan Rp32,2 triliun.

Rincian alokasi belanja modal ini mencakup USD 415 juta untuk smelter dan pemurnian logam mulia, USD 438 juta untuk PLTGU, LNG, dan fasilitas T&D, USD 540 juta untuk ekspansi pabrik konsentrator, USD 205 juta untuk infrastruktur, serta USD 114 juta untuk desain ulang pabrik konsentrator. Selain itu, AMMN juga menyiapkan capex berkelanjutan sekitar USD 303 juta.

Belanja modal AMMN pada tahun 2024 ini mengalami peningkatan sebesar 31,57 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Hingga semester I 2024, AMMN telah mengeluarkan belanja modal sekitar USD 867 juta.

Saham JSMR

PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR) juga telah mengalokasikan belanja modal yang signifikan sebesar Rp10 triliun. Meskipun jumlah ini besar, namun masih lebih rendah dibandingkan dengan belanja modal tahun 2023 yang mencapai Rp20 triliun.

Belanja modal besar JSMR ini juga memiliki periode lagging sebelum dapat menghasilkan pendapatan bagi perusahaan, karena sebagian besar digunakan untuk biaya pembebasan lahan yang memakan waktu cukup lama.

Dengan demikian, belanja modal besar JSMR berisiko mengganggu arus kas bebas perusahaan. Namun, risiko ini dapat diminimalisir melalui divestasi aset-aset yang dianggap kurang optimal dalam memberikan kontribusi.

JSMR juga menyatakan bahwa pembiayaan belanja modal ini akan berasal dari pinjaman bank dan pasar modal, baik dalam bentuk obligasi maupun dengan menjadikan asetnya sebagai DIRE (Dana Investasi Real Estat) atau Dinfra.

Saham Telekomunikasi

Sementara itu, tiga saham di sektor telekomunikasi yang memiliki anggaran belanja modal besar adalah PT Telkom (Persero) Tbk (TLKM), PT Indosat Ooredoo Hutchinson Tbk (ISAT), dan PT XL Axiata Tbk (EXCL). Ketiga perusahaan ini secara konsisten mengalokasikan belanja modal lebih dari Rp5 triliun setiap tahunnya.

Jika melihat penyerapan belanja modal dari 2019 hingga 2024, ketiga emiten ini tidak menunjukkan adanya rencana ekspansi yang signifikan. Hal ini terlihat dari belanja modal yang dianggarkan masih berada dalam kisaran rata-rata tahunan sebelumnya.

Sebagai contoh, TLKM menganggarkan belanja modal sebesar Rp34 triliun, yang masih berada dalam kisaran normal karena rata-rata belanja modal TLKM selama periode 2019-2024 berkisar antara Rp33 triliun hingga Rp36 triliun. Belanja modal TLKM ini digunakan untuk pengembangan infrastruktur jaringan telekomunikasi, termasuk peningkatan kualitas dan kapasitas jaringan 5G, pengembangan teknologi 5G, serta penggelaran sistem komunikasi kabel laut dan Hyperscale Data Center di Cikarang dan Batam. Hingga semester I 2024, TLKM telah menyerap sekitar Rp11,7 triliun dari anggaran tersebut.

ISAT juga menetapkan belanja modal sebesar Rp12 triliun pada 2024, yang digunakan untuk bisnis seluler, layanan data, serta segmen multimedia, komunikasi data dan internet, dan teknologi informasi. Jumlah ini tergolong standar jika dibandingkan dengan anggaran tiga tahun terakhir, dengan penyerapan belanja modal sebesar Rp4,52 triliun hingga semester I 2024.

EXCL juga menganggarkan belanja modal sebesar Rp8 triliun, yang seluruhnya digunakan untuk meningkatkan kualitas jaringan. Hingga semester I 2024, EXCL telah menggunakan sekitar Rp4,14 triliun dari anggaran tersebut. Anggaran belanja modal EXCL ini juga konsisten dengan rata-rata belanja modal mereka selama periode 2019-2024, yang berkisar antara Rp7,5 triliun hingga Rp9 triliun.

Saham ASII

ASII menganggarkan belanja modal sebesar Rp32 triliun pada 2024, dengan 70 persen dari anggaran tersebut dialokasikan untuk anak perusahaannya, UNTR.

Meskipun nilai belanja modal ASII pada 2024 terlihat lebih rendah dibandingkan dengan 2023, manajemen menjelaskan bahwa angka tersebut tidak termasuk rencana investasi perusahaan. Nilai belanja modal pada 2023 yang mencapai Rp46 triliun mencakup investasi seperti akuisisi perusahaan. Saat ini, perusahaan masih menunggu perkembangan terkait anggaran belanja modal untuk investasi tersebut.

Grup ASII melalui UNTR juga dikabarkan berencana untuk berpartisipasi dalam rights issue PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL). Namun, rencana akuisisi NCKL ini masih dalam tahap due diligence.

Meskipun belanja modal ASII terlihat menurun, jika dibandingkan dengan periode setelah pandemi Covid-19, belanja modal ASII masih tergolong agresif. Hingga semester I 2024, ASII telah menyerap atau menggunakan sekitar Rp9 triliun dari anggaran belanja modal tersebut.

Dari data belanja modal yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar emiten dengan anggaran belanja modal besar tidak merencanakan ekspansi yang signifikan. Hanya ASII yang terlihat masih cukup agresif dengan alokasi belanja modal non-investasi sekitar Rp32 triliun.

AMMN juga menunjukkan langkah ekspansif dengan menganggarkan belanja modal sebesar USD 2 miliar, terutama untuk kebutuhan pembangunan smelter.

Sementara itu, emiten lainnya seperti ADRO, JSMR, dan perusahaan-perusahaan telekomunikasi tampaknya hanya melakukan ekspansi skala kecil.

Dengan demikian, saham ASII masih memiliki daya tarik untuk investasi jangka panjang, meskipun dalam jangka pendek mungkin akan ada tekanan dari kinerja yang terkonsolidasi, terutama karena dua bisnis utamanya di sektor otomotif dan pertambangan mengalami penurunan kinerja. Hal ini diperburuk dengan penghapusan insentif untuk mobil hybrid oleh pemerintah.

Namun, harga saham ASII yang sedang rendah tetap menarik, terutama karena tingkat dividen yang diberikan cukup tinggi. (*)