KABARBURSA.COM -Starboard Value, sebuah perusahaan investasi yang sering terlibat dalam aktivisme korporat, dilaporkan telah mengakuisisi saham Starbucks Corp.
Meskipun rincian jumlah saham dan tujuan akuisisi ini belum terungkap, kabar ini membuat saham Starbucks melonjak 2,9 persen pada perdagangan after-hours di New York.
Perusahaan kopi raksasa ini sebelumnya telah berhadapan dengan investor aktivis lain, Elliott Investment Management, dan terus menghadapi tantangan dalam menjaga kestabilan penjualan, terutama di tengah penurunan permintaan selama dua kuartal terakhir.
Selain itu, kritik dari mantan CEO Howard Schultz terkait kinerja perusahaan juga menambah tekanan bagi manajemen senior Starbucks. Kritik ini muncul di tengah perjuangan perusahaan dalam menghadapi penurunan penjualan yang berlangsung dua kuartal berturut-turut di toko-toko yang telah beroperasi selama lebih dari setahun.
Situasi ini menempatkan Starbucks dalam sorotan, dengan para investor yang terus memantau langkah-langkah strategis yang akan diambil oleh perusahaan untuk mengatasi tantangan yang ada dan mempertahankan posisinya di pasar global.
Boikot terhadap produk dan perusahaan yang diduga berhubungan dengan Israel mulai mengganggu kondisi tenaga kerja di Indonesia. Seorang pegawai dari sebuah restoran cepat saji mengungkapkan pengurangan jam kerjanya, yang menyebabkan gajinya turun menjadi kurang dari setengah.
Dalam sepekan terakhir, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) telah menyerahkan data kepada pemerintah mengenai dampak dari boikot ini.
Para pengusaha juga mengeluhkan bahwa boikot ini cenderung serampangan dalam menargetkan produk.
Hingga kini, pemerintah belum mengeluarkan kebijakan khusus mengenai hal ini.
Ia menjelaskan bahwa ia dibayar berdasarkan hari kerja, sehingga pengurangan jam kerja selama dua bulan terakhir membuat gajinya “kurang dari setengah” dari biasanya.
“Para karyawan kontrak benar-benar merasakan dampaknya.”Pada pertemuan terakhir, penjualan di gerai tempat Jelita bekerja dilaporkan turun sekitar 50 persen. “Dari yang biasanya per hari weekday (Senin-Jumat) bisa mencapai Rp80 juta - Rp90 juta, kini hanya sekitar Rp40 juta - Rp50 juta,” tambah Jelita.
Di tempatnya bekerja, belum ada karyawan kontrak yang mengundurkan diri, tetapi mereka mencari pekerjaan sampingan, seperti ojek online atau bekerja paruh waktu di restoran lain.
Apindo melaporkan data kepada pemerintah mengenai dampak boikot terhadap produk-produk yang diduga berafiliasi dengan Israel, untuk memberikan gambaran mengenai pengaruh boikot terhadap ekonomi nasional. Namun, Apindo tidak merinci data yang diserahkan.
Sekretaris Umum Apindo, Aloysius Budi Santoso, mengatakan bahwa jika boikot ini terus berlanjut tanpa intervensi pemerintah, “dampaknya bisa signifikan.”
Penurunan penjualan yang berkepanjangan bisa menyebabkan penurunan produksi, yang pada akhirnya berpotensi mengakibatkan pengurangan tenaga kerja,” tambah Aloysius.
Ia mengusulkan agar pemerintah mengomunikasikan kepada publik bahwa tidak ada daftar produk yang dikaitkan dengan Israel.
“Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengklarifikasi bahwa fatwa yang dikeluarkan tidak mencantumkan daftar produk,” kata Aloysius. Ia menambahkan, jika pernah beredar fatwa dengan daftar produk, “itu tidak benar.”
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, melaporkan bahwa sejumlah produk kebutuhan sehari-hari yang dituduh berafiliasi dengan Israel mengalami penurunan 40 persen. Ini termasuk susu bayi, susu remaja, susu lansia, makanan, minuman, hingga kosmetik.
“Penurunan 40 persen ini berarti omset ritel berkurang 15 persen-20 persen,” kata Roy.
Belanja konsumen yang menurun dapat mempengaruhi produktivitas industri, dengan risiko pengurangan tenaga kerja.
Wilayah yang terdampak meliputi Jawa Barat, Sumatra, Bangka Belitung, Kalimantan, dan Nusa Tenggara Barat.
Aprindo juga mendesak pemerintah untuk campur tangan, karena produk-produk yang beredar di media sosial sering kali tidak terverifikasi dan belum tentu berafiliasi dengan Israel.
Pemerintah belum mengeluarkan kebijakan khusus
Pemerintah hingga saat ini belum mengeluarkan daftar produk yang berafiliasi dengan Israel.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, dalam pernyataannya di DPR mengungkapkan bahwa pemerintah tidak melarang produk yang dituduh berafiliasi dengan Israel.
“Soal daftar produk, pemerintah tidak memboikot produk mana pun. Jika ada pendapat masyarakat tentang boikot, silakan saja,” kata Zulkifli Hasan.
Ada sejumlah daftar perusahaan dan produk yang dikaitkan dengan Israel di media sosial. Namun, tidak semua yang dituduh memberikan pernyataan resmi tentang boikot ini.
Namun, beberapa perusahaan telah menunjukkan kepedulian terhadap konflik di Timur Tengah dengan melakukan penggalangan dana kemanusiaan untuk Gaza.
PT Rekso Nasional Food, pemegang waralaba McDonald’s di Indonesia, menegaskan, “McDonald’s Indonesia adalah entitas independen dan tidak terkait dengan operasional atau keputusan McDonald’s di negara lain, termasuk McDonald’s Israel.”
Perusahaan ini diklaim dimiliki oleh pengusaha Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 16.000 tenaga kerja lokal.
Sekretaris Perusahaan PT Sarimelati Kencana Tbk, Kurniadi Sulistyomo, mengungkapkan, “Kondisi Pizza Hut di Indonesia saat ini lebih sulit dibandingkan saat COVID-19,” sebagaimana dilaporkan Kumparan.
PT Sarimelati Kencana, pemegang lisensi Pizza Hut di Indonesia, menyatakan memiliki 615 gerai dengan 13.000 karyawan.
“Situasinya lebih sulit dibandingkan saat COVID-19. Saat COVID-19, kami masih mendapat pembelian yang lebih baik secara kuantitatif. Sekarang boikot ini dianggap sebagai antipati terhadap kami, padahal kami adalah perusahaan lokal,” jelas Kurniadi.
Menurut laporan Kumparan, perusahaan ini sebenarnya sudah mengalami kerugian sejak tahun lalu, dan boikot ini diperkirakan memperburuk kerugian.
Unilever Indonesia belum merespons isu boikot, tetapi mengklaim, “Kami telah melayani konsumen di Indonesia selama 90 tahun. Produk kami dibuat, didistribusikan, dan dijual oleh masyarakat Indonesia, serta bersertifikasi HALAL dari BPJPH Kementerian Agama.”
“Keberadaan kami di Indonesia membuka lapangan kerja bagi hampir 5.000 karyawan melalui delapan pabrik dan mendukung ratusan distributor serta jutaan toko. Kami akan terus berfokus pada kontribusi positif untuk Indonesia,” demikian pernyataan resmi Unilever.
Sementara itu, Starbucks menyatakan, “Baik Starbucks maupun mantan presiden dan CEO-nya, Howard Schultz, tidak memberikan dukungan finansial kepada pemerintah Israel atau Angkatan Darat Israel.”
Pegiat Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) Indonesia, Giri Taufik, menilai boikot di Indonesia sebagai kampanye akar rumput. “Kampanye ini tampaknya seperti ikut-ikutan tanpa target yang jelas. Meskipun narasi pro-Palestina ini berhasil, sulit untuk mengukur efektivitas kampanye ini,” kata Giri.
Menurut BDS, tujuan utama boikot adalah menekan perusahaan yang dituduh berafiliasi dengan Israel untuk membuat pernyataan mendukung Palestina.
“Boikot ini bukan karena kebencian terhadap produk, tetapi agar perusahaan mengambil posisi terhadap isu tersebut. Tekanan terhadap perusahaan induk mereka akan memberi citra positif. Ini lebih tentang kampanye daripada produk itu sendiri,” tambah Giri.
Ekonom INDEF, Ahmad Heri Firdaus, menilai boikot ini lebih merugikan ekonomi Indonesia daripada Israel, karena banyak perusahaan yang ingin diboikot sebenarnya memiliki lisensi dalam negeri dan menyerap tenaga kerja serta sumber daya lokal.
“Dengan kata lain, dampak boikot ini akan dirasakan oleh tenaga kerja yang bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut, yang pada akhirnya mempengaruhi tenaga kerja lokal,” jelas Heri. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.