Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Tingkat Pengangguran AS Naik, Perbankan Khawatir Resesi

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 08 August 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Tingkat Pengangguran AS Naik, Perbankan Khawatir Resesi

KABARBURSA.COM - Amerika Serikat (AS) dibayangi masuk zona resesi karena meningkatnya angka pengangguran yang mencapai 4,3 persen pada Juli 2024. Percepatan angka pengangguran tersebut menimbulkan kecemasan bagi sektor perbankan.

Merespon hal tersebut, Chief Executive Officer (CEO) Citi Indonesia, Batara Sianturi mengungkap kekhawatirannya terkait resesi Amerika adalah dengan menurunkan suku bunga pada bulan September 2024.

“Percepatan pengangguran ini menimbulkan kekhawatiran tentang resesi. Karena inflasi sudah mereda, dan satu-satunya masalah sekarang adalah pengangguran, ini menciptakan ekspektasi bahwa akan ada kebutuhan untuk menurunkan suku bunga The Fed pada bulan September,” kata Batara di Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2024.

Kendati demikian CITI Bank memproyeksikan bahwa The Fed akan melakukan pemangkasan suku bunga pada bulan September dan November mendatang sebesar 50 basis poin kemudian pemotongan 25 basis poin pada bulan Desember 2024.

“Jadi, pandangan Citi adalah akan ada pemangkasan suku bunga pada bulan September, 50 basis poin, kemudian 50 basis poin lagi pada bulan November, dan 25 basis poin lagi pada bulan Desember. Di dalam negeri, juga ada tekanan bagi BI untuk mempertimbangkan menurunkan suku bunga BI,” paparnya.

Lanjutnya Batara mengatakan, saat ini perhatian utama Indonesia adalah tentang stabilitas nilai tukar USD terhadap rupiah terkait prediksi pemangkasan suku bunga The Fed pada bulan September.

“Jadi, tekanan terhadap Rupiah akan berkurang. Namun, pada kuartal keempat, karena kita akan memasuki siklus pemilihan, dan kita belum tahu apakah Trump akan menang atau tidak. Biasanya, jika Trump menang, dolar cenderung menguat,” jelasnya.

“Penguatan dolar sebenarnya akan memberikan tekanan pada Rupiah juga. Salah satu kekhawatiran adalah arus keluar modal dari kondisi saat ini.” sambungnya.

Antisipasi Pemerintah

Batara menyebut jika pemerintah harus mengantisipasi terkait dampak resesi perekonomian Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia, karena kinerja perekonomian AS hingga sejauh ini berada di bawah ekspektasi.

“Salah satu langkah yang diambil adalah SRBI. SRBI cukup efektif untuk menarik dana dalam jangka pendek, di bawah 1 tahun, dan juga dilengkapi dengan obligasi jangka 5 dan 10 tahun. Dengan adanya SRBI, diharapkan dapat menarik inflow, sehingga stabilitas Rupiah terhadap Dolar dapat terjaga,” ujarnya.

“Jadi, kita melihat bahwa langkah ini akan berlanjut. Namun, kita harus terus memantau, karena sudah ada harga yang diperkirakan. Kita melihat bahwa US Treasury telah turun sekitar 30-50 basis poin,” sambung Batara.

Oleh sebab itu, Batara juga memprediksi strategi pemerintah Indonesia bisa mengelola likuiditas yang diperlukan untuk menstabilkan nilai tukar dan menyesuaikan suku bunga SRBI satu tahun dengan perkembangan di AS.

“Pemerintah bisa mengelola likuiditas yang diperlukan untuk menstabilkan nilai tukar, serta menyesuaikan suku bunga SRBI 1 tahun dengan perkembangan di AS yang menunjukkan penurunan untuk obligasi 10 tahun dan 2 tahun, sekitar 30-50 basis poin,” tukasnya.

Kondisi Perekonomian AS Terkini

Tingkat pengangguran meningkat di Amerika Serikat dan Eropa menimbulkan aktivitas ekonomi yang lesu dan bisa berujung pada resesi.

Adapun tingkat pengangguran Amerika Serikat naik ke level tertinggi dalam hampir 3 tahun, mencapai 4,3 persen pada Juli 2024, di tengah perlambatan signifikan dalam perekrutan tenaga kerja. Kenaikan ini memicu kekhawatiran akan memburuknya pasar tenaga kerja dan potensi kerentanan ekonomi terhadap resesi.

Laporan dari Departemen Tenaga Kerja pada akhir pekan lalu menunjukkan kenaikan tingkat pengangguran dari 4,1 persen pada bulan Juni, menandai peningkatan keempat berturut-turut setiap bulan.

Sejak mencapai titik terendah dalam lima dekade sebesar 3,4 persen pada April 2023, tingkat pengangguran kini berada pada level tertinggi sejak September 2021, yang hampir pasti akan memicu penurunan suku bunga pada bulan September oleh Federal Reserve.

Para ekonom menyerukan pengurangan biaya pinjaman sebesar 50 basis poin, dengan argumen bahwa bank sentral AS kemungkinan lambat dalam melonggarkan kebijakan moneter.

Perlambatan tajam di pasar tenaga kerja telah diprediksi melalui survei sentimen dan peningkatan jumlah orang yang menerima tunjangan pengangguran. Kenaikan suku bunga oleh The Fed pada 2022 dan 2023 telah membebani permintaan tenaga kerja, dengan data pemerintah minggu ini menunjukkan bahwa perekrutan pada bulan Juni adalah yang terendah dalam empat tahun.

Laporan ketenagakerjaan, yang juga menunjukkan peningkatan upah tahunan bulan lalu adalah yang terkecil dalam lebih dari 3 tahun, mendorong beberapa institusi Wall Street, termasuk Bank of America Securities, untuk mempercepat ekspektasi penurunan suku bunga mereka menjadi September dari Desember. (*)