KABARBURSA.COM - Kondisi geopolitik di Timur Tengah yang sedang memanas, ditambah ketidakjelasan The Fed, disebut-sebut sebagai biang kerok melorotnya Bitcoin (BTC). Namun 'Dad Rich' Robert Kiyoshi melihat BTC akan segera ramai lagi, bahkan perdagangannya bisa tembus Rp160 miliar. Ada hal apa yang membuatnya demikian?
Robert Kiyosaki, yang juga penulis buku terkenal "Rich Dad Poor Dad," telah membuat prediksi menarik mengenai Bitcoin. Menurut Kiyosaki, harga Bitcoin bisa mencapai USD10 juta atau setara dengan Rp160 miliar per koin di masa depan. Prediksi ini didasarkan pada sejumlah faktor ekonomi yang menurutnya akan mempengaruhi pasar keuangan global, termasuk masalah utang Amerika Serikat.
Lalu, apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi prediksi Kiyosaki ini?
Pada pertengahan Juli 2024, harga Bitcoin tercatat berada di sekitar USD57.500. Harga ini telah naik hampir 90 persen, hanya di tahun ini. Kapitalisasi pasar Bitcoin kini lebih dari USD1 Triliun.
Dari fakta ini, Kiyosaki memprediksi bahwa dalam jangka panjang, terutama akibat masalah ekonomi yang dihadapi AS, maka Bitcoin bisa dengan mudah mencapai nilai USD10 juta per koin.
Meskipun prediksi Kiyosaki tentang Bitcoin mencapai USD10 juta per koin tampak luar biasa, itu didasarkan pada analisis mendalam tentang masalah utang dan inflasi di Amerika Serikat. Keyakinannya bahwa aset seperti emas, perak, dan Bitcoin akan menjadi penyimpan nilai yang lebih diandalkan dibandingkan dolar adalah pandangan yang didukung oleh sejarah ekonomi dan pengalaman negara-negara lain dengan hiperinflasi.
Namun, penting untuk diingat bahwa prediksi ini didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu mengenai kondisi ekonomi dan kebijakan pemerintah yang dapat berubah. Investor harus melakukan penelitian menyeluruh dan mempertimbangkan berbagai faktor sebelum membuat keputusan investasi berdasarkan prediksi semacam ini.
Harga Bitcoin (BTC) sempat mengalami penurunan tajam hingga mencapai level USD63.000 pada perdagangan Kamis, 1 Agustus 2024. Namun, prospek pemulihan atau rebound dari harga BTC diperkirakan masih cukup kuat.
Hal ini terlihat dari data CoinmarketCap yang mencatatkan bahwa harga Bitcoin mengalami kenaikan sebesar 0,64 persen ke level USD64.779 pada Jumat, 2 Agustus 2024.
Dari dalam negeri, Fyqieh Fachrur, seorang trader dari Tokocrypto, menyampaikan bahwa meskipun awal bulan Agustus dimulai dengan penurunan harga, potensi penguatan kembali Bitcoin di masa mendatang masih sangat besar.
Menurut Fyqieh, berbagai peristiwa yang sebelumnya menciptakan ketakutan, ketidakpastian, dan keraguan (FUD) seperti insiden Mt. Gox, tindakan pemerintah Jerman, atau penjualan Bitcoin yang disita oleh pemerintah AS, sudah tidak lagi menjadi faktor yang menghambat pasar.
“Selain itu, sentimen publik juga diperkirakan akan berubah ke arah yang lebih positif, dengan potensi pasar yang semakin bullish hingga akhir tahun,” ujar Fyqieh, dikutip Minggu, 4 Agustus 2024.
Fyqieh juga mengungkapkan bahwa faktor makroekonomi diperkirakan akan membaik, terutama setelah komentar dari Ketua Federal Reserve, Jerome Powell, pada konferensi pers FOMC yang berlangsung pada Rabu, 31 Juli 2024.
Dalam kesempatan tersebut, Powell menyatakan bahwa para pejabat Federal Reserve sedang mempertimbangkan kemungkinan penurunan suku bunga pada bulan September 2024. Namun, Powell juga menegaskan bahwa keputusan lebih lanjut akan diambil setelah mengevaluasi data inflasi dan kondisi ekonomi yang akan datang.
Pasar keuangan, terutama sektor kripto, sangat menantikan pembaruan dari FOMC serta pandangan Powell. Meskipun penangguhan suku bunga telah diprediksi sebelumnya, komentar Powell tentang potensi penurunan suku bunga pada bulan September memberikan dimensi baru dalam analisis pasar.
Fyqieh menambahkan bahwa jika harga Bitcoin mampu mencapai level di atas USD70.000 atau sekitar Rp1,13 miliar, maka masih diperlukan dukungan lebih lanjut dari faktor-faktor makroekonomi, seperti penurunan inflasi yang lebih signifikan dan pemangkasan suku bunga Fed yang lebih agresif untuk mendorong kenaikan harga yang lebih besar.(*)