KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi meresmikan pabrik bahan anoda baterai litium milik PT Indonesia BTR New Energy Material di Kawasan Ekonomi Khusus Kendal pada hari ini, Rabu 7 Agustus 2024.
Pabrik ini, pada fase awal, akan memiliki kapasitas produksi 80 ribu ton material anoda per tahun. Kapasitas ini cukup untuk memasok komponen baterai untuk 1,5 juta mobil listrik setiap tahunnya. Nilai investasi untuk tahap pertama ini mencapai USD478 juta, setara dengan Rp7,69 triliun.
Fase kedua pembangunan pabrik akan meningkatkan kapasitas produksi menjadi 160 ribu ton per tahun, setara dengan bahan baku untuk 3 juta mobil listrik setiap tahun.
“Dengan ini, kita akan menjadi pemasok terbesar baik untuk baterai EV maupun kendaraan listriknya,” ujar Jokowi, Rabu 7 Agustus 2024.
Jokowi menjelaskan bahwa pabrik ini akan mengimpor natural graphite dari negara-negara Afrika. Sementara itu, artificial graphite akan diperoleh dari Kilang Pertamina di Riau, yang akan diolah menjadi bahan anoda baterai.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa peningkatan kapasitas fase kedua akan dimulai pada awal kuartal IV-2024 dan ditargetkan selesai pada Maret 2025.
Luhut menyebutkan bahwa dengan kapasitas produksi 160 ribu ton per tahun, pabrik ini akan menjadi yang terbesar di dunia, menyaingi kapasitas pabrik di China. Saat ini, pabrik terbesar di China hanya memiliki kapasitas 100 ribu ton per tahun, Jepang 10 ribu ton per tahun, dan Korea Selatan 40 ribu ton per tahun.
“Kita akan melampaui kapasitas pabrik terbesar di China dalam waktu dekat,” tegas Luhut.
Pendirian pabrik anoda baterai litium bermula dari kebutuhan yang semakin meningkat akan baterai berkinerja tinggi untuk kendaraan listrik dan perangkat elektronik lainnya. Awal mula penelitian dan pengembangan anoda baterai litium dapat ditelusuri kembali ke era 1970-an ketika ilmuwan mulai mengeksplorasi potensi litium sebagai material anoda karena kapasitas penyimpanan energinya yang tinggi.
Pada tahun 1980-an, penemuan material grafit sebagai anoda litium-ion oleh Akira Yoshino membuka jalan bagi pembuatan baterai litium-ion yang lebih stabil dan aman. Inovasi ini menjadi dasar pengembangan pabrik anoda baterai litium modern.
Memasuki dekade 1990-an, permintaan akan baterai litium-ion meningkat pesat dengan kemajuan teknologi elektronik portabel seperti ponsel dan laptop. Perusahaan-perusahaan besar seperti Sony dan Panasonic mulai memproduksi baterai litium-ion dalam skala besar, mendorong investasi dalam pembangunan pabrik anoda baterai litium.
Dengan berkembangnya pasar kendaraan listrik di awal 2000-an, produsen baterai mulai memperluas kapasitas produksi anoda baterai litium. Perusahaan seperti Tesla, melalui kemitraan dengan Panasonic, mendirikan Gigafactory untuk memenuhi kebutuhan baterai kendaraan listrik mereka.
Di era 2020-an, perhatian terhadap keberlanjutan dan efisiensi produksi semakin meningkat. Pabrik-pabrik anoda baterai litium mulai berfokus pada penggunaan material ramah lingkungan dan metode produksi yang lebih efisien. Di Indonesia, Presiden Joko Widodo meresmikan pabrik anoda baterai litium PT Indonesia BTR New Energy Material di Kendal, yang merupakan salah satu upaya besar untuk menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam industri baterai global.
Ke depan, perkembangan teknologi baterai solid-state dan penggunaan material anoda yang lebih canggih seperti silikon diperkirakan akan mengubah lanskap industri baterai litium. Pabrik-pabrik anoda baterai litium di seluruh dunia terus berinovasi untuk meningkatkan kinerja, keamanan, dan keberlanjutan produk mereka, menjawab tantangan kebutuhan energi masa depan.
Bahan dan logam untuk pembuatan katode dapat mencapai 30-40 persen dari biaya total sel baterai lithium, sementara bahan anoda mewakili sekitar 10-15 persen dari total biaya.
Dengan meningkatnya permintaan baterai lithium-ion, keberlanjutan dan efisiensi biaya menjadi semakin penting. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan meningkatkan penggunaan material daur ulang dalam produksi katode dan anoda. Konten daur ulang ini dapat berasal dari baterai bekas atau sisa-sisa produksi.
Kinerja baterai memang akan menurun seiring waktu, namun logam dan material berharga di dalamnya tidak habis terpakai. Dengan meningkatnya permintaan baterai lithium-ion, pemanfaatan material yang berkelanjutan dan hemat biaya pun menjadi krusial. Menggunakan konten daur ulang dalam produksi katode dan anoda menjadi salah satu solusi utama. Material daur ulang ini bisa berasal dari baterai yang sudah tidak dipakai atau dari sisa-sisa produksi. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.