KABARBURSA.COM - Ancaman resesi Amerika Serikat (AS) meningkat akibat lonjakan tingkat pengangguran yang mencapai 4,3 persen pada bulan Juli, naik dari 4,1 persen pada bulan Juni. Ini merupakan bulan keempat berturut-turut angka pengangguran mengalami peningkatan dan merupakan angka tertinggi sejak Oktober 2021. Lalu, bagaimana dampaknya terhadap Indonesia bila AS resesi?
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, menjelaskan resesi AS akan mengakibatkan dua dampak terhadap perekonomian Indonesia. Kedua dampak itu dapat dilihat dari sektor yaitu moneter dan perdagangan.
Faisal menuturkan, dampak dari sisi moneter dinilai lebih positif karena tekanan dolar AS terhadap rupiah akan melemah. Namun jika dilihat dari sisi perdagangan, ini bisa memengaruhi atau memberikan tekanan terhadap kinerja ekspor.
"Perkembangan terakhir kondisi perekonomian di Amerika memang perlu menjadi pantauan terutama bagi Indonesia karena berpengaruh bagi Indonesia dan juga sebetulnya bagi negara-negara lain karena Amerika adalah negara dengan perekonomian terbesar dan punya pengaruh yang besar juga bagi perekonomian negara-negara lain," ungkap Faisal dalam keterangannya, Rabu, 7 Agustus 2024.
Menurutnya, dalam beberapa waktu terakhir telah terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi dan tingkat permintaan di AS menurun dan juga terjadi peningkatan dari jumlah pengangguran bahkan penciptaan lapangan pekerjaan juga sudah mulai mengalami hambatan di sana.
"Nah ini kemudian berdampak kepada kebijakan juga di Amerika dan juga berpotensi punya memiliki dampak kepada negara-negara yang lain," terangnya.
Sebetulnya dampak yang berpotensi terjadi ada yang positif dan ada yang negatif. Positifnya adalah dengan kondisi perekonomian AS yang mulai memburuk dan ini adalah tidak lepas dari kebijakan pengetatan moneter yang dilakukan untuk pengendalian inflasi yang dengan tingkat suku bunga acuan yang sangat tinggi di sana sudah berjalan selama lebih dari satu tahun.
Hal tersebut, menurutnya, bisa menggerogoti perekonomian mereka sehingga ini akan memengaruhi tekanan atau memberikan tekanan kepada The Fed, otoritas moneter untuk melakukan pelonggaran moneter dikarenakan terjadi pelonggaran moneter itu ditunda karena melihat bahwa kondisi perekonomian di Amerika masih baik-baik saja.
"Nah dengan kondisi ekonomi terakhir maka semestinya tekanan itu lebih besar bagi The Fed untuk kemudian melonggarkan tingkat suku bunga," tegasnya.
Lebih jauh, Faisal menerangkan, dalam artian memangkas bisa jadi lebih cepat dan bisa jadi juga dari sisi magnitude, pemangkasan tingkat suku bunganya bisa menjadi lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya.
"Nah kalau ini terjadi maka artinya bagi negara-negara yang lain tekanan dari sisi moneter juga jadi menurun begitu juga tekanan terhadap nilai tukar, terutama bagi Indonesia dalam beberapa waktu lalu sempat mengkhawatirkan kondisi rupiah yang mengalami tekanan," tambah Faisal.
Artinya ke depan bahwa dari sisi nilai tukar dan juga tekanan moneter bagi Indonesia ini akan melemah sehingga ini memberikan ruang bagi perekonomian nasional.
Semestinya ya dengan pelonggaran moneter ini bisa memberikan ruang pertumbuhan yang lebih baik. Tetapi pada saat yang sama kondisi di AS juga punya berpotensi memiliki dampak negatif dari sisi terutama perdagangan. Karena kalau dengan kondisi perekonomian yang memburuk potensi permintaan domestiknya juga akan melemah dan akan mempengaruhi permintaan terhadap produk-produk termasuk produk-produk barang dan jasa dari luar negeri atau impor.
Artinya ini akan mempengaruhi kinerja dan penetrasi ekspor negara-negara yang mengandalkan pasar Amerika termasuk di antaranya Indonesia.
"Dan kalau kita melihat ekspor kita ke AS ini kan banyak yang juga merupakan produk-produk manufaktur terutama produk-produk manufaktur yang labor intensif seperti pakaian, tekstil, alas kaki, sepatu, dan juga produk-produk perikanan," imbuhnya.
Jadi ini kalau permintaan di sana melemah ini ada kemungkinan juga akan mempengaruhi permintaan terhadap peningkatan atau kinerja ekspor daripada Indonesia untuk produk-produk tersebut yang berorientasi pada pasar Amerika ini juga akan melemah.
Sebelumnya, KabarBursa memberitakan, pemerintah Indonesia saat ini terus memantau dengan cermat potensi dampak dari kemungkinan resesi ekonomi di AS. Kementerian Keuangan menyadari bahwa ketidakpastian ekonomi global, terutama yang berasal dari AS, dapat mempengaruhi perekonomian domestik.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF), Febrio Kacaribu, menyatakan bahwa langkah-langkah antisipatif telah diambil mengingat gejolak ekonomi AS harus segera direspons.
“Ini memang sedang bergerak, jadi tentunya kita pertama sudah antisipatif, tapi tentunya ini akan terus kita pantau dengan dekat karena memang gejolak itu akan harus kita antisipasi,” jelasnya.
Febrio mengungkapkan bahwa kondisi ekonomi di AS saat ini berada di bawah ekspektasi pemerintah Indonesia, terutama terkait dengan angka pengangguran yang lebih tinggi dari perkiraan. Selain itu, kebijakan suku bunga AS yang dianggap pasar seharusnya dipotong lebih awal sejak awal tahun juga menjadi perhatian. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.