Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Saham BBRI dan TPIA Rebound saat IHSG Melonjak

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 06 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Saham BBRI dan TPIA Rebound saat IHSG Melonjak

KABARBURSA.COM - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menutup sesi perdagangan hari ini di zona hijau, menguat 69,56 poin atau 0,99 persen, dan mencapai level 7.129,21 pada perdagangan Selasa 6 Agustus 2024.

Sepanjang sesi kedua perdagangan, dari siang hingga sore hari, IHSG tetap berada dalam teritori positif dengan fluktuasi di rentang 7.066,5 hingga 7.167,26.

Penutupan IHSG pada sesi kedua, Selasa 6 Agustus 2024, menunjukkan total transaksi mencapai Rp9,13 triliun, dengan volume perdagangan sebanyak 12,89 miliar saham.

Sementara itu, kurs rupiah menguat 0,15 persen menjadi Rp16.164/USDpada pukul 16.40 WIB.

Dalam perdagangan hari ini, 370 saham mengalami kenaikan, 208 saham mengalami penurunan, sementara 206 saham tidak bergerak. Frekuensi transaksi mencapai 936 ribu kali.

Sektor-sektor saham tertentu memberikan kontribusi signifikan terhadap penguatan IHSG pada sesi kedua hari ini. Saham-saham di sektor infrastruktur, energi, dan transportasi mencatatkan kenaikan signifikan, dengan masing-masing menguat sebesar 1,62 persen, 1,38 persen, dan 1,22 persen.

Penguatan IHSG secara langsung dipengaruhi oleh rebound beberapa saham Big Caps. Berikut adalah kontribusi beberapa saham utama  pada Selasa 6 Agustus 2024.

  • Chandra Asri Pacific (TPIA): +10,13 poin
  • Bank Rakyat Indonesia (BBRI): +10,10 poin
  • Bank Central Asia (BBCA): +8,17 poin
  • Bank Mandiri (BMRI): +4,45 poin
  • Amman Mineral Internasional (AMMN): +3,02 poin
  • Adaro Energy Indonesia (ADRO): +2,77 poin
  • Dian Swastatika Sentosa (DSSA): +2,62 poin
  • Bank Negara Indonesia (BBNI): +2,31 poin
  • Astra International (ASII): +2,21 poin
  • Barito Renewables Energy (BREN): +1,89 poin

Di sisi lain, saham-saham infrastruktur turut memberikan dorongan signifikan pada penguatan IHSG. Saham PT XL Axiata Tbk (EXCL) melesat 5,30 persen menjadi Rp2.190/saham, sementara saham PT Indosat Tbk (ISAT) juga menguat 3,92 persen ke level Rp10.600/saham.

Saham energi juga menunjukkan performa yang mengesankan, dengan PT Petrosea Tbk (PTRO) menguat 5,65 persen menjadi Rp7.475/saham, dan PT Harum Energy Tbk (HRUM) mencatat kenaikan 4,91 persen ke posisi Rp1.175/saham.

Sentimen Global Terguncang

Pada hari ini, bursa saham global mengalami penurunan tajam, dipicu oleh memburuknya sentimen pasar, terutama dari Amerika Serikat. Di kawasan Asia-Pasifik, hampir seluruh bursa saham mengalami penurunan, dengan Indeks Nikkei 225 Jepang memimpin penurunan drastis hingga 12,4 persen. Nikkei mencatatkan hari yang kelam, mengingat terakhir kali indeks ini mengalami penurunan sebesar ini adalah pada 'Black Monday' tahun 1987.

Sementara itu, bursa saham Eropa juga mengikuti jejak penurunan yang sama. Pada awal sesi perdagangan Senin ini, Indeks Stoxx mencatatkan penurunan yang paling parah, mencapai 2,82 persen.

Namun, yang menjadi pusat perhatian adalah bursa saham AS, khususnya Wall Street, yang memicu ambruknya bursa global hari ini. Pada akhir pekan lalu, Indeks Nasdaq Composite mencatatkan penurunan terdalam dengan koreksi mencapai 2,43 persen.

Kekhawatiran utama pasar global terletak pada potensi resesi yang menghantui Amerika Serikat. Potensi resesi ini muncul setelah rilis data pasar tenaga kerja AS menunjukkan perlambatan tajam serta beberapa data ekonomi yang mengecewakan.

Pekan lalu, berbagai data penting dirilis dari Amerika Serikat, termasuk pengumuman suku bunga, data pasar tenaga kerja seperti klaim pengangguran, Non-Farm Payrolls (NFP), dan tingkat pengangguran. Data pasar tenaga kerja menunjukkan perlambatan signifikan, dimulai dari kenaikan klaim pengangguran yang mencapai 249.000, melampaui ekspektasi yang memproyeksikan kenaikan hanya 1.000 menjadi 236.000 klaim.

Selanjutnya, data pekerjaan di luar pertanian (NFP) menunjukkan tambahan hanya 114.000 pekerjaan, jauh dari estimasi pasar yang memproyeksikan penambahan antara 175.000 hingga 179.000 pekerjaan. Tingkat pengangguran AS pada Juli 2024 juga melonjak menjadi 4,3 persen dari sebelumnya 4,1 persen pada Juni 2024.

Kondisi ini mengarah pada kesimpulan bahwa ancaman resesi di AS meningkat, yang memicu kekhawatiran akan terjadinya hard landing. Pasar juga khawatir bahwa Federal Reserve, bank sentral AS, lambat dalam melaksanakan kebijakan quantitative easing seperti yang dilakukan saat pandemi Covid-19.

Bursa saham Jepang mengalami penurunan dramatis. Indeks Nikkei 225 dan Topix anjlok hingga 12 persen, melampaui bahkan krisis 'Black Monday' pada tahun 1987 dalam hal intensitas penurunan.

Indeks acuan ini merosot lebih dari 20 persen dari puncak tertingginya yang dicapai pada 11 Juli lalu. Penurunan Nikkei mencapai 12,4 persen atau 31.458,42 basis poin, dengan kerugian sebesar 4.451,28 poin, menjadikannya sebagai penurunan poin terbesar dalam sejarah indeks Nikkei.

Perusahaan-perusahaan besar Jepang turut merasakan dampaknya. Mitsubishi, Mitsui and Co, serta Sumitomo, semuanya mengalami penurunan lebih dari 14 persen. Mitsui bahkan kehilangan hampir 20 persen dari kapitalisasi pasarnya.

Penurunan tajam Nikkei berdampak besar terhadap bursa saham di seluruh dunia. Kospi Korea Selatan, misalnya, merosot 8,77 persen dan ditutup di level 2.441,55 basis poin. Sementara itu, indeks Kospi mengalami penurunan signifikan sebesar 11,3 persen, ditutup pada 691,28 basis poin.

Aksi jual yang masif dari investor memaksa bursa untuk mengaktifkan kebijakan pemutusan arus (circuit breaker). Indeks Kospi berhenti bertransaksi lebih awal pada pukul 14.14, dan indeks Kosdaq ditutup lebih cepat pada pukul 13.56. Pemutusan sirkuit ini diterapkan ketika fluktuasi saham mencapai 8 persen.

Di Taiwan, Indeks Tertimbang Taiwan jatuh lebih dari 8 persen, tertekan oleh saham-saham teknologi dan real estat. S&P/ASX 200 Australia juga merosot 3,7 persen menjadi 7.649,6 basis poin. Di Hong Kong, Indeks Hang Seng turun 1,62 persen pada jam terakhir perdagangan, sedangkan CSI 300 China menurun 1,21 persen menjadi 3.343,32 basis poin.

Para investor saat ini sedang menunggu data perdagangan utama dari China dan Taiwan, serta keputusan bank sentral Australia dan India yang akan diumumkan pekan ini. Di sisi lain, sektor jasa China menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat pada bulan Juli, dengan purchasing manager index (PMI) negara tersebut naik menjadi 52,1 poin. (*)