Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Indikator Resesi AS Makin Dekat, ini Tanda-tandanya

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 06 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Indikator Resesi AS Makin Dekat, ini Tanda-tandanya

KABARBURSA.COM - Kejatuhan pasar global pada Senin yang mengguncang para pemodal, disebabkan oleh ketakutan bahwa Amerika Serikat, negara dengan ekonomi terbesar di dunia, mungkin segera jatuh ke dalam resesi setelah lonjakan tingkat pengangguran yang mengejutkan pada Juli.

Di Asia, ketakutan ini diperparah oleh keputusan Bank of Japan yang menaikkan suku bunga acuan, membuat yen, valuta carry trade favorit investor, menguat. Yen yang kuat tidak disukai para pemodal. Kenaikan suku bunga BoJ juga mengancam pendapatan bank besar, memicu aksi jual saham yang menyebabkan indeks saham Jepang anjlok lebih dari 12 persen, penurunan terbesar sejak krisis finansial global 2008.

Mundurkan sedikit, apa pemicu utama 'Senin Berdarah' kemarin? Apakah ekonomi AS benar-benar di ambang resesi? Seorang ekonom yang namanya dikenal sebagai pencipta salah satu indikator resesi, menilai bahwa AS belum memasuki jurang resesi, namun sangat dekat.

Secara teori, resesi adalah kondisi ketika perekonomian berkontraksi, atau tumbuh negatif, dalam dua kuartal berturut-turut.

Resesi terjadi ketika Produk Domestik Bruto negatif, tingkat pengangguran meningkat, dan pertumbuhan ekonomi riil tercatat negatif dalam dua kuartal beruntun. Indonesia mengalami resesi ketika pandemi Covid-19 mengguncang perekonomian pada 2020-2021. Resesi lebih dalam juga pernah terjadi pada krisis moneter 1997-1998.

Perekonomian AS sejauh ini tidak atau belum mencatat kontraksi. Bahkan, tumbuh cukup kuat pada kuartal terakhir. Pada akhir kuartal II-2024, PDB AS tumbuh 3,1 persen year-on-year, meningkat dibanding kuartal I-2024 sebesar 2,9 persen dan kuartal IV-2023 sebesar 3,1 persen.

Namun, tingkat pengangguran AS mulai meningkat, diperkirakan sebagai efek dari pengetatan agresif oleh The Fed sejak 2022 untuk menjinakkan inflasi.

Tingkat pengangguran AS pada Juli melonjak tak terduga ke 4,3 persen dari bulan sebelumnya 4,1 persen. Penciptaan lapangan kerja baru juga melemah, hanya 114.000 pekerjaan pada Juli. Data ini menimbulkan ketakutan bahwa ekonomi terbesar di dunia ini berada di ambang resesi.

Ekonom kenamaan AS, Claudia Sahm, yang terkenal dengan indikator resesi 'Sahm's rule', dalam pernyataannya hari ini menilai, ekonomi AS belum berada dalam resesi tetapi sangat dekat.

"Angka pengangguran ini, di masa lalu, konsisten dengan 'awal resesi'," kata Sahm.

"Kita mungkin belum sampai di sana [resesi], tetapi kita semakin dekat," tambahnya.

Sahm, mantan ekonom Federal Reserve, memperkirakan The Fed akan mengkalibrasi ulang pendekatan mereka untuk memperhitungkan peningkatan risiko.

Pengangguran 4,3 persen membuat rata-rata pergerakan tiga bulan tingkat pengangguran di AS melampaui titik terendah dalam 12 bulan sebesar setengah poin persentase, memicu 'Sahm's rule'. Hukum ini membantu memandu kebijakan pembuat fiskal kapan harus melakukan stimulasi untuk melawan resesi.

"Kita berada dalam posisi yang kuat. Jika melihat semua data tentang AS, sangat tidak mungkin kita sedang mengalami resesi," kata Sahm.

Di tengah kecemasan pasar, menurut Sahm, tidak tepat bagi The Fed untuk bertindak segera dalam menanggapi peningkatan risiko.

"Ketenangan penting di saat-saat seperti ini. Fakta bahwa The Fed bergerak lambat dan penuh pertimbangan, adalah hal baik. Hal terakhir yang kita butuhkan adalah mereka ikut serta dalam kepanikan. Pada saat yang sama, Powell dan kolega bisa memperhitungkan perubahan dalam ekonomi dan pasar," jelas Sahm.

Sahm, kini Kepala Ekonom New Century Advisors, bilang The Fed berada dalam posisi dengan kemampuan berbuat banyak.

Jasa Ekspansi

Tadi malam, AS melaporkan data PMI ISM nonmanufaktur yang kembali ke zona ekspansi, di luar ekspektasi pasar, setelah mengalami kontraksi terbesar dalam empat tahun terakhir.

Indeks jasa Institute for Supply Management (ISM) naik 2,6 poin menjadi 51,4. Angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi, dan angka Juli sedikit lebih kuat daripada proyeksi median para ekonom.

Indeks ini didorong oleh rebound pada lapangan kerja jasa, pesanan, dan aktivitas bisnis yang menunjukkan bagian terbesar dari ekonomi tumbuh dengan laju moderat. Laporan pekan lalu yang menunjukkan melemahnya pasar tenaga kerja dan kemerosotan di bidang manufaktur memicu kekhawatiran resesi dan memukul pasar keuangan global.

"Rebound pada indeks jasa ISM di Juli hampir tidak konsisten dengan ekonomi atau pasar tenaga kerja yang jatuh ke jurang, seperti yang dikhawatirkan oleh banyak orang," kata Stephen Brown, Wakil Kepala Ekonom Amerika Utara di Capital Economics dalam catatannya.

Indeks PMI employment nonmanufaktur juga rebound ke 51,10, melampaui perkiraan pasar yang memprediksi di angka 46,40. Rilis data ini menjadi pukulan terhadap spekulasi pemotongan suku bunga darurat oleh The Fed, dan menyebabkan pasar US Treasury bergerak datar pada Senin, kata Lionel Prayadi, Macro Strategist Mega Capital Sekuritas.

Menurut kajian Bahana Sekuritas, revisi lebih rendah penambahan tenaga kerja pada Juli menjadi 114.000 pekerjaan bukanlah hal buruk. Perekonomian AS tidak resesi.

"Perlu dicatat, tidak ada resesi di AS bahkan ketika nonfarm payroll tercatat di bawah 100.000 pekerjaan pada 2012, 2013, 2015, 2016, dan 2017, serta pada 2018-2019 ketika tingkat bunga The Fed disebut terlalu tinggi dan terlalu hawkish," jelas Satria.

Selain itu, revisi lebih rendah angka aktual nonfarm payroll pada April-Juni sebesar 27.000-67.000, dengan angka Maret direvisi lebih tinggi, adalah indikasi pasar tenaga kerja AS masih kuat.

"Pandangan kami, inflasi dagang belum berhenti karena AS akan memompa uang lebih banyak demi menstimulasi ekonomi jelang Pemilu November. Aksi jual pasar belakangan ini mungkin karena faktor Jepang dengan yen sebagai valuta carry trade ketimbang isu resesi AS. Situasi itu memberikan peluang bagus untuk mengumpulkan saham komoditas yang berpeluang mendapat manfaat dari permintaan global yang bertahan," jelas Satria. (*)