KABARBURSA.COM - Bank Dunia melaporkan lebih dari 108 negara, termasuk Indonesia, China, Argentina, Brasil, dan India, masuk dalam kategori negara berpendapatan menengah dengan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita berkisar antara USD1.136 hingga USD13.845.
Pada tahun 2024, Bank Dunia melaporkan bahwa pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita Indonesia mencapai USD4.870. Angka ini menempatkan Indonesia dalam kategori negara berpendapatan menengah-atas. Meskipun begitu, posisi Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain yang berada dalam kategori yang sama.
Laporan Bank Dunia berjudul World Development Report 2024: The Middle Income Trap menyebutkan bahwa negara-negara ini menjadi rumah bagi enam miliar orang atau 75 persen dari populasi global, serta menyumbang lebih dari 40 persen PDB dunia.
Namun, dua dari setiap tiga orang yang hidup di negara-negara tersebut masih terjebak dalam kemiskinan ekstrem. Mereka juga menghadapi tantangan besar dalam mencapai status negara berpendapatan tinggi dan berisiko terperangkap dalam middle income trap.
Dalam laporan tersebut, Indonesia sendiri masuk kategori upper middle income country atau negara berpendapatan menengah-atas. Pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita Indonesia mencapai USD4.870 pada tahun 2023.
Namun, posisi Indonesia paling rendah dibandingkan negara-negara lain dalam kategori ini.
GNI per Kapita (USD)
Indermit Gill, Kepala Ekonom Bank Dunia, memprediksi bahwa Indonesia membutuhkan setidaknya 70 tahun untuk mencapai pendapatan per kapita setara negara maju. "Pada tren saat ini, China akan membutuhkan lebih dari 10 tahun hanya untuk mencapai seperempat pendapatan per kapita Amerika Serikat. Indonesia hampir 70 tahun, dan India 75 tahun," tulis Gill dalam laporan tersebut.
Bank Dunia menilai ada sejumlah faktor yang membuat negara-negara berpendapatan menengah terjebak dalam stagnasi ekonomi, mulai dari penuaan populasi, peningkatan proteksionisme, hingga kebutuhan transisi energi. "Mereka menghadapi tantangan yang jauh lebih besar daripada pendahulu mereka dalam keluar dari middle income trap," ucap Gill.
Gill menjelaskan bahwa terlalu banyak negara berpendapatan menengah yang mengandalkan strategi kuno untuk menjadi negara maju. Mereka terlalu lama bergantung pada investasi atau beralih ke inovasi sebelum waktunya. Dibutuhkan pendekatan baru, yang menyeimbangkan investasi, pemasukan teknologi baru dari luar negeri, dan inovasi.
Bank Dunia mengidentifikasi strategi 3i sebagai jalan keluar dari middle income trap. Namun, strategi tersebut memerlukan penyesuaian sesuai perkembangan ekonomi di masing-masing negara:
Fase 1i: Investasi
Negara-negara berpendapatan rendah perlu fokus pada peningkatan investasi publik dan swasta untuk membangun fondasi ekonomi yang kuat.
Fase 2i: Investasi dan Infusi
Fase ini melibatkan adopsi teknologi dari luar negeri dan penyebarannya ke seluruh perekonomian.
Fase 3i: Investasi, Infusi, dan Inovasi
Pada tingkat berpendapatan menengah ke atas, negara-negara harus beralih ke fase terakhir ini, di mana mereka tidak lagi hanya mengadopsi ide teknologi dalam kegiatan produksi, tapi harus mencapai tahap inovasi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, meyakini bahwa Indonesia mampu terlepas dari middle income trap. “Tantangan kita selanjutnya adalah memetakan seluruh provinsi. Kita lihat economic driver-nya seperti apa. Kita sudah punya semua data sehingga kita bisa melihat apa yang harus kita lakukan agar setiap daerah bisa seperti Jakarta, atau Kalimantan Timur, atau bahkan seperti Ogan Ilir di Sumatra Selatan yang sudah lolos dari middle income trap," kata Menko Airlangga dalam siaran persnya, Kamis 25 Juli 2024 lalu.
World Bank menyebut Indonesia terjebak dalam status negara berpendapatan menengah karena sejumlah faktor kompleks yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Berikut beberapa alasan utama: