KABARBURSA.COM - Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (APARSI) menganggap bahwa beberapa ketentuan mengenai pelarangan penjualan produk tembakau atau rokok dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan dapat membahayakan kelangsungan usaha pedagang pasar.
Ketua Umum APARSI, Suhendro, berpendapat penerbitan PP Kesehatan ini berpotensi mengancam kehidupan 9 juta pedagang pasar di seluruh Indonesia.
Katanya, salah satu ketentuan yang menjadi perhatian adalah larangan menjual rokok dalam radius 200 meter dari sekolah, tempat pendidikan, dan fasilitas bermain anak, serta larangan menjual rokok secara eceran, yang dinilai masih ambigu.
"Kami menolak keras dua ketentuan ini karena beberapa alasan. Banyak pasar yang berdekatan dengan sekolah dan fasilitas bermain anak. Peraturan ini juga berpotensi menurunkan omzet pedagang pasar yang bergantung pada penjualan produk tembakau. Ini akan menciptakan masalah baru bagi kami," kata Suhendro, Minggu, 4 Agustus 2024.
Suhendro menjelaskan bahwa larangan produk tembakau dalam PP Kesehatan ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi pedagang pasar yang baru mulai pulih dari dampak pandemi beberapa tahun lalu.
"Jika peraturan ini diterapkan, kami memperkirakan penurunan omzet usaha sebesar 20 sampai dengan 30 persen, bahkan kemungkinan penutupan usaha karena produk tembakau merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi pedagang pasar," tegasnya.
Di kesempatan berbeda, Suhendro bersama Persatuan Pedagang Kelontong Sumenep Indonesia (PPKSI) telah menyatakan menolak larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan. Namun, dengan disahkannya ketentuan tersebut dalam PP Kesehatan, APARSI menyesalkan ketidakdengaran suara mereka dalam peraturan yang mempengaruhi mereka.
"Jika aturan ini diterapkan, akan berdampak negatif pada usaha perdagangan rakyat. Rantai pasok antara pedagang grosir pasar dan pedagang kelontong dapat terganggu akibat regulasi yang tidak adil ini," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah Indonesia telah menetapkan aturan baru yang secara resmi melarang penjualan rokok secara eceran, yaitu per batang.
Selain itu, penjualan produk tembakau, termasuk rokok elektronik, juga dilarang untuk mereka yang berusia di bawah 21 tahun serta wanita hamil.
Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mengurangi risiko terkait penggunaan tembakau di kelompok-kelompok rentan tersebut.
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan. Peraturan ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 26 Juli 2024, mulai berlaku segera setelah diterbitkan.
Dengan demikian, peraturan ini diharapkan dapat segera diterapkan untuk mendukung upaya perlindungan kesehatan masyarakat dan pengendalian konsumsi produk tembakau.
"Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik: a. menggunakan mesin layan diri; b. kepada setiap orang di bawah usia 21 tahun dan perempuan hamil; c. secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik," bunyi penggalan Pasal 434 aturan tersebut yang dikutip, Selasa, 30 Juli 2024.
Selain ketentuan mengenai penjualan rokok secara eceran, peraturan ini juga mengatur larangan lain yang signifikan. Setiap individu atau pihak yang menjual produk tembakau dan rokok elektronik tidak diperbolehkan menempatkan barang dagangan mereka di area sekitar pintu masuk dan keluar, atau di lokasi yang sering dilalui oleh publik. Penjualan produk tersebut juga dilarang dalam jarak 200 meter dari lembaga pendidikan (sekolah) dan tempat bermain anak. Selain itu, juga dilarang penggunaan situs web, aplikasi elektronik komersial, dan media sosial untuk menjual produk tembakau dan rokok elektronik.
Langkah-langkah ini dirancang untuk meminimalkan paparan dan akses terhadap produk tembakau, terutama di area yang rentan dan bagi kelompok yang lebih sensitif.
Dalam Pasal 443 peraturan ini, dijelaskan bahwa setiap Pemerintah Daerah diharuskan untuk menerapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya melalui pembuatan Peraturan Daerah (Perda).
Kawasan tanpa rokok ini mencakup beberapa area penting, yaitu fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, area tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, serta tempat umum dan lokasi lain yang ditetapkan oleh pemerintah daerah.
Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan aman dari paparan asap rokok di berbagai area yang dianggap sensitif dan penting bagi kesehatan masyarakat.
Lebih rinci, peraturan ini mengatur kewajiban untuk menyediakan area khusus merokok di tempat kerja, tempat umum, dan lokasi lainnya. Namun, pengecualian diberlakukan untuk tempat-tempat yang dapat menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan kerja. Hal ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Tempat khusus untuk merokok harus berupa ruang terbuka yang terpisah dari bangunan utama. Ruang ini harus diletakkan jauh dari area lalu lalang orang dan dari pintu keluar masuk," demikian penjelasan yang terdapat dalam peraturan tersebut.
Untuk meningkatkan kepatuhan Pemerintah Daerah dalam penerapan kawasan tanpa rokok, Pemerintah Pusat akan melakukan pemantauan melalui Sistem Informasi Kesehatan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional.
Pemantauan ini bertujuan untuk memastikan bahwa kebijakan kawasan tanpa rokok diterapkan secara efektif di seluruh wilayah dan untuk memberikan laporan yang terkoordinasi tentang pelaksanaan dan kepatuhan terhadap peraturan tersebut. (*)