Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

RI Diserbu Produk China, BI Minta Perkuat UMKM

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 04 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
RI Diserbu Produk China, BI Minta Perkuat UMKM

KABARBURSA.COM- Bank Indonesia (BI) menanggapi maraknya serbuan produk impor asal China yang membanjiri pasar dalam negeri. Terlebih, terdapat sekitar 900 UMKM di Tanah Air yang berada di bawah binaan BI.

Kepala Departemen Pengembangan UMKM dan Perlindungan Konsumen BI, Anastuty K, menyebutkan bahwa serbuan produk dari negara Tirai Bambu merupakan ancaman global.

"Itu ancaman global, terutama untuk industri UMKM yang memang kreatif," ujar wanita yang akrab disapa Nita ini pada diskusi di JCC Senayan, Jakarta, Sabtu 3 Agustus 2024 kemarin.

Namun demikian, Nita mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki bonus demografi yang seharusnya dapat dimanfaatkan. Menurutnya, masyarakat dengan jumlah yang sangat besar tidak hanya menjadi sasaran pasar, tetapi juga bisa menjadi pelaku industri.

"Kita punya bonus demografi yang luar biasa, terutama anak muda. Kita tidak mau mereka hanya jadi pasar, mereka harus jadi pelaku. Mereka harus bisa memanfaatkan kondisi benefit bonus demografi," ungkapnya.

"Itu yang harus kita edukasikan, bahwa jangan sampai mereka hanya menjadi target pasar China. Namun, kita tidak bisa menghindari produk mereka karena murah," tandas Nita.

Untuk menaikkan kelas UMKM di Tanah Air, pemerintah melalui Bank Indonesia tengah menggelar Karya Kreatif Indonesia di JCC Senayan yang berlangsung dari 1-4 Agustus 2024. Dalam pameran itu, terdapat sekitar 350 UMKM dari 46 provinsi.

Agar diketahui, dumping adalah praktik perniagaan tidak sehat yang dilakukan suatu negara dengan menjual atau 'membuang' barang produksinya ke luar negeri dengan harga jauh lebih murah dibandingkan harga di pasar domestiknya.

China merupakan salah satu negara yang paling sering melakukan praktik ini. Akibatnya, industri manufaktur Indonesia menjadi sektor yang paling rentan tertekan oleh banjir barang murah dari China, terutama di tengah ekspansi besar-besaran pabrikan di Negeri Tirai Bambu dalam hampir dua tahun terakhir.

Serbuan Produk China

Sementara itu, China mengumumkan dimulainya tinjauan untuk memperpanjang pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas baja impor dari Uni Eropa (UE), Inggris, Korea Selatan, dan Indonesia. Penyelidikan ini resmi dimulai pada Juli 2024 lalu.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) China akan melakukan peninjauan atas BMAD yang telah diberlakukan sejak 23 Juli 2019. Tarif ini dikenakan atas impor baja berupa billet baja tahan karat, pelat, dan gulungan baja tahan karat canai panas.

Sejak 23 Juli 2019, China mengenakan bea masuk anti dumping atas produk baja tahan karat yang diimpor dari UE, Jepang, Korea Selatan, dan Indonesia. Tarif yang dikenakan berkisar antara 18,1 persen hingga 103,1 persen selama lima tahun, demikian pernyataan Kemendag China mengutip media setempat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat besi dan baja sebagai salah satu dari 10 komoditas ekspor utama Indonesia. Pada Juni 2024, ekspor besi dan baja Indonesia mencapai USD2,101 miliar, mengalami penurunan sebesar USD94,8 juta (4,32 persen) dari bulan Mei 2024.

Sepanjang Januari-Juni 2024, nilai ekspor besi dan baja Indonesia mencapai USD12,560 miliar, turun dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat USD12,925 miliar. China menjadi salah satu tujuan utama ekspor besi dan baja Indonesia.

Data dari The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) menunjukkan bahwa pada tahun 2023, lebih dari 70 persen ekspor baja Indonesia ditujukan ke China. Secara nilai, ekspor baja ke China pada tahun 2023 mencapai USD1,834 miliar, atau 77,2 persen dari total ekspor. Secara volume, ekspor ke China tercatat sebesar 10,155 juta ton atau 73,7 persen dari total volume ekspor.

Sebagai perbandingan, pada tahun 2019, nilai ekspor baja Indonesia ke China tercatat sebesar USD3,12 miliar dengan kontribusi sekitar 51,0 persen dari total ekspor. Secara volume, porsinya sekitar 46,9 persen dari total ekspor, yakni sebanyak 2,124 juta ton.

Sementara itu, belum ada kejelasan mengenai pengenaan BMAD atas keramik impor dari China. Meski demikian, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menyebutkan bahwa Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) telah menyelesaikan penyelidikan dugaan dumping atas produk keramik asal China tersebut.

Menurut Asaki, KADI merekomendasikan BMAD sebesar 100,12 persen hingga 155 persen untuk kelompok yang kooperatif dan 199 persen untuk yang tidak kooperatif dalam penyelidikan kasus dugaan dumping keramik asal China. Namun, rekomendasi KADI ini memicu pro dan kontra di Tanah Air, memicu perdebatan mengenai perlunya pemerintah mengenakan BMAD hingga 199 persen atas keramik impor dari China.(*)