Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pupuk Indonesia dan Chevron Kembangkan Penangkapan Karbon

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 02 August 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Pupuk Indonesia dan Chevron Kembangkan Penangkapan Karbon

KABARBURSA.COM - PT Pupuk Indonesia (Persero) resmi menandatangani perjanjian studi pengembangan bersama atau Joint Development Study Agreement (JDSA) dengan Chevron New Energies International Pte. Ltd.

Kerjasama ini bertujuan menilai teknologi penangkapan karbon sebagai langkah dekarbonisasi serta mengoptimalkan produksi amonia rendah karbon di kawasan industri PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim).

Penandatanganan JDSA dilaksanakan oleh Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, bersama Director of Chevron New Energies International, Pte., Ltd., Andrew S. Mingst di Jakarta.

Acara ini juga disaksikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan, dan Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto.

Rahmad menyatakan bahwa studi teknologi penangkapan karbon ini memperluas kerjasama Pupuk Indonesia dalam mengurangi emisi karbon pada industri pupuk nasional.

"Pengembangan perusahaan ke depan diarahkan untuk menjadi industri pupuk dan petrokimia terintegrasi yang menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan," ujar Rahmad. Seperti dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat 2 Agustus 2024.

Sejalan dengan komitmen global, studi ini akan menjadi solusi konkret bagi Pupuk Indonesia Grup dalam program dekarbonisasi untuk menciptakan produksi amonia rendah karbon atau blue ammonia.

Rahmad menambahkan, tujuan JDSA ini adalah memastikan kelayakan proyek penangkapan karbon dan offtake amonia rendah karbon yang akan dihasilkan.

Blue ammonia yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk seperti Urea dan NPK, mendukung produktivitas pertanian dan ketahanan pangan nasional.

Selain itu, blue ammonia juga berpotensi menjadi sumber energi bersih masa depan.

Negara seperti Jepang memiliki komitmen tinggi untuk menyerap blue ammonia sebagai alternatif energi bersih.

Selain itu, blue ammonia dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pendamping atau co-firing batubara di beberapa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

"Teknologi penangkapan karbon ini adalah infrastruktur penting dalam pengembangan amonia rendah karbon. Permintaan akan meningkat seiring dengan komitmen global terhadap pengurangan emisi karbon," tutup Rahmad.

Aturan Penangkapan Karbon

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang terus melakukan penyesuaian terkait kebijakan turunan dari Peraturan Presiden No. 14 tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon atau Carbon Capture Storage (CCS). Peraturan Presiden ini dibuat untuk mencapai target iklim yang ditetapkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC) dan mencapai netralitas karbon atau emisi nol bersih (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, menyatakan bahwa Peraturan Presiden ini berfungsi sebagai dasar hukum untuk pengembangan kebijakan penangkapan dan penyimpanan karbon di Indonesia. Oleh karena itu, Dadan menekankan bahwa pihaknya terus mempercepat penerbitan aturan turunan dari Peraturan Presiden nomor 14 tahun 2024.

Saat ini, pembahasan mengenai aturan turunan tersebut sedang dalam proses harmonisasi untuk menyelesaikan aturan dan implementasinya. “Salah satunya adalah dalam bentuk Permen yang telah selesai proses harmonisasinya dan sekarang sedang dalam proses untuk mendapatkan izin dari Presiden,” kata Dadan, Selasa, 23 Juli 2024.

Sebelumnya, Direktur Teknik dan Lingkungan Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Noor Arifin Muhammad, mengatakan bahwa kementeriannya sedang mempercepat perumusan aturan tersebut untuk mengejar implementasi pengembangan penyimpanan karbon di Indonesia. “Sedang disusun, Pak Menteri ESDM (Arifin Tasrif) meminta agar aturan ini selesai dalam dua sampai tiga bulan ke depan,” kata Noor.

Noor menjelaskan bahwa aturan turunan dari Peraturan Presiden ini akan mencakup regulasi sertifikat kapasitas penyimpanan karbon, prosedur perizinan karbon, lelang, hingga izin eksplorasi. Ia menambahkan bahwa kementeriannya masih membahas jumlah peraturan yang mungkin dihasilkan untuk mengatur kompleksitas pengembangan penangkapan karbon ini. “Dengan adanya aturan turunan ini, diharapkan CCS bisa berjalan karena sebelumnya belum ada aturan mainnya,” tuturnya.

Pemerintah Targetkan 15 Proyek

Indonesia terus berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca, salah satunya dari sektor energi, melalui pengembangan energi terbarukan, implementasi konservasi energi, maupun penerapan teknologi bersih. Salah satu upaya yang ditempuh dalam penerapan teknologi bersih adalah pengembangan dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage dan Carbon Capture Utilisation and Storage (CCS/CCUS).

“Saat ini, Indonesia memiliki total sekitar 15 proyek potensial CCS/CCUS dengan target onstream tahun 2026 – 2030. Dua cekungan yang sedang didorong Pemerintah untuk dijadikan CCS Hub di wilayah Asia Timur dan Australia yaitu cekungan Sunda Asri dan cekungan Bintuni,” papar Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Ariana Soemanto.

Indonesia dikenal memiliki cekungan sedimen terbesar di kawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki potensi sumber daya penyimpanan karbon di 20 cekungan dengan kapasitas 573 Giga ton Saline Aquifer dan 4,8 Giga Ton depleted oil and gas reservoir yang tersebar di berbagai wilayah di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.(*)