KABARBURSA.COM - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) optimistis nilai tukar rupiah bakal bergerak stabil dengan kecenderungan menguat ke depannya.
“Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan bergerak stabil dengan kecenderungan menguat,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Jumat.
Nilai tukar rupiah per 26 Juli 2024 menguat 0,52 persen (month-to-date/mtd) dibandingkan posisi akhir Juni 2024.
Sementara jika dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar rupiah melemah 5,48 persen (year-to-date/ytd), sejalan dengan kondisi global.
Namun, pelemahan nilai tukar rupiah masih lebih baik dibandingkan dengan mata uang negara-negara kawasan, seperti won Korea (6,93 persen ytd) dan yen Jepang (8,27 persen).
Rupiah menghadapi tantangan berat pada perdagangan akhir pekan ini seiring dengan kebangkitan kembali indeks dolar AS. Para pelaku pasar kini menantikan rilis data pasar tenaga kerja AS yang akan diumumkan malam ini. Fokus utama adalah pada tingkat pengangguran dan pertumbuhan lapangan kerja di Negeri Paman Sam.
Kekhawatiran mulai muncul setelah data klaim pengangguran yang melonjak ke level tertinggi dalam setahun, serta kontraksi mendalam dalam aktivitas manufaktur AS pada bulan Juli. Meskipun sinyal pelemahan ekonomi ini dapat memberi ruang bagi Federal Reserve untuk memangkas suku bunga acuan, pasar khawatir akan potensi terjadinya ‘hard landing’ atau penurunan ekonomi yang tajam.
Pada perdagangan kemarin, dolar AS menguat 0,31 persen, yang menyebabkan rupiah offshore di pasar New York melemah pada NDF-1M ke level Rp16.287/USD. Sementara itu, NDF-1W berada di kisaran Rp16.268/USD.
Namun, di pasar domestik, rupiah spot mungkin mendapatkan dorongan positif dari lonjakan minat di pasar surat utang. Harga Treasury yang naik kemarin mendorong imbal hasil UST-10Y turun di bawah 4 persen untuk pertama kalinya sejak Januari.
Penurunan imbal hasil Treasury dapat meningkatkan daya tarik aset obligasi pasar berkembang, dengan surat utang RI tenor 10 tahun mencatat yield 6,84 persen kemarin.
Pada pembukaan pasar Asia pagi ini, beberapa mata uang mengalami penguatan terbatas, seperti baht, dolar Singapura, dan yuan offshore. Namun, won Korea Selatan terdepresiasi 0,35 persen akibat data inflasi yang mengecewakan.
Sementara itu, rupiah spot kemarin berhasil menguat di Rp16.237/USD berkat sentimen positif dari pasar saham dan surat utang setelah hasil FOMC Federal Reserve diumumkan. Meski demikian, data deflasi Indonesia selama tiga bulan berturut-turut serta kontraksi aktivitas manufaktur dapat memicu kekhawatiran mengenai prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Deflasi tajam pada Juli mungkin memberi kesempatan bagi Bank Indonesia untuk melonggarkan kebijakan moneter demi merangsang permintaan domestik. Hari ini, Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) akan menggelar konferensi pers mengenai situasi sektor keuangan terkini, dan Bank Indonesia juga akan mengadakan lelang rutin Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Di pasar global, perhatian juga tertuju pada pengumuman data pengangguran AS dan angka nonfarm payroll yang akan dirilis malam ini. Ketegangan di Timur Tengah, pasca pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh oleh Israel dan penasihat senior Hizbullah Fuad Shukr di Lebanon, juga terus mempengaruhi sentimen pasar.
Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, mengkritik tindakan Israel dan memperingatkan bahwa konflik saat ini telah melampaui batas. Ia menegaskan bahwa satu-satunya cara untuk meredakan ketegangan adalah dengan mengakhiri perang di Gaza.
Tahun 2024 menghadirkan dinamika yang signifikan bagi mata uang rupiah, dipengaruhi oleh berbagai faktor domestik dan global.
Dolar AS menunjukkan kekuatan yang konsisten, menghambat ruang penguatan rupiah. Dengan dolar yang menguat, nilai rupiah berfluktuasi dan mengalami tekanan. Ini mencerminkan ketergantungan rupiah pada pergerakan mata uang utama dunia, terutama terkait dengan kebijakan moneter dan data ekonomi dari AS.
Data pasar tenaga kerja AS, seperti tingkat pengangguran dan penambahan lapangan kerja, menjadi fokus utama. Setiap perubahan signifikan dalam data ini dapat mempengaruhi kebijakan Federal Reserve dan, pada gilirannya, berimbas pada nilai rupiah.
Kenaikan klaim pengangguran dan data ketenagakerjaan yang lemah dapat memberikan ruang bagi Federal Reserve untuk mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneter, mempengaruhi kurs rupiah.
Di Indonesia, kebijakan moneter Bank Indonesia berperan penting dalam menentukan arah nilai rupiah.
Deflasi yang tajam dan kontraksi dalam sektor manufaktur dapat mendorong Bank Indonesia untuk melonggarkan kebijakan moneternya, mempengaruhi kekuatan rupiah terhadap mata uang asing. Langkah-langkah seperti pelonggaran moneter atau perubahan dalam kebijakan suku bunga dapat berdampak langsung pada nilai tukar rupiah.
Sentimen pasar global juga berpengaruh pada nilai rupiah. Ketegangan geopolitik, seperti konflik di Timur Tengah atau ketegangan perdagangan internasional, dapat menciptakan volatilitas di pasar mata uang.
Perkembangan seperti pembunuhan pemimpin Hamas oleh Israel atau krisis lain di kawasan-kawasan strategis dapat mempengaruhi stabilitas pasar global dan nilai tukar rupiah.
Fluktuasi imbal hasil surat utang, terutama Treasury AS dan obligasi pasar berkembang, turut mempengaruhi sentimen rupiah.
Penurunan imbal hasil Treasury dapat meningkatkan daya tarik aset obligasi emerging market, termasuk obligasi Indonesia. Hal ini dapat memberikan dorongan positif bagi nilai rupiah jika investor mencari yield lebih tinggi di pasar berkembang.
Sentimen pasar domestik, seperti pergerakan di pasar saham dan pasar surat utang, juga berdampak pada nilai rupiah. Euforia pasar saham dan lonjakan minat di surat utang dapat mendukung penguatan rupiah, sementara penurunan aktivitas ekonomi domestik atau deflasi berkepanjangan dapat menambah tekanan.
Secara teknikal, rupiah berpotensi melemah meski berhasil menembus level MA-50. Potensi koreksi berada di kisaran Rp16.250 hingga Rp16.280/USD, dengan support terkuat di Rp16.310/USD. Trendline terdekat pada time frame harian dapat berfungsi sebagai resistance psikologis di level Rp16.200/USD. Target penguatan optimis ada pada level Rp16.150/USD.
Jika rupiah tetap berada di atas Rp16.250/USD, potensi pelemahan masih ada. Namun, jika terjadi penguatan hingga Rp16.180/USD, ada kemungkinan rupiah terus menguat menuju level Rp16.100/USD hingga Rp16.050/USD.(*)