Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Saham INAF Masih Terpuruk, Laba Anjlok Utang Menumpuk

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 01 August 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Saham INAF Masih Terpuruk, Laba Anjlok Utang Menumpuk

KABARBURSA.COM - PT Indofarma Tbk (INAF), emiten BUMN di sektor farmasi, melaporkan kerugian sebesar Rp53,94 miliar untuk kuartal pertama tahun 2024. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan sebesar 12 persen dibandingkan kerugian Rp61,79 miliar pada periode yang sama tahun lalu, kondisi keuangan perusahaan tetap mengkhawatirkan.

Pada awal sesi perdagangan Kamis 1 Agustus 2024, saham INAF dibuka dengan harga Rp262 per lembar, mencatatkan kenaikan kecil dari harga penutupan sebelumnya. Namun, seiring berjalannya waktu, harga saham mengalami volatilitas yang tajam. Menjelang akhir sesi, saham INAF tercatat diperdagangkan pada level Rp278, mengalami kenaikan sebesar 6,1 persen dibandingkan dengan harga pembukaan.

Defisiensi modal INAF semakin parah, meningkat menjadi Rp858,09 miliar dari Rp804,1 miliar. Defisiensi modal menunjukkan bahwa kewajiban perseroan melebihi total aset yang dimiliki, mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kewajiban finansial kepada kreditur.

Hingga akhir Maret 2024, total liabilitas INAF mencapai Rp1,65 triliun, naik dari Rp1,56 triliun pada periode yang sama tahun lalu, menurut laporan keuangan perusahaan.

INAF juga mencatatkan utang usaha kepada holding PT Bio Farma (Persero) sebesar Rp25,4 miliar dan pinjaman dari PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) sebesar Rp10,82 miliar, serta utang kepada PT Kimia Farma Tbk (KAEF) senilai Rp469 juta dan PT Promosindo Medika sebesar Rp2,51 miliar.

Di sisi lain, total penjualan bersih INAF anjlok menjadi Rp43,63 miliar, turun drastis sebesar 74,30 persen dari Rp169,7 miliar pada periode sebelumnya. Penurunan ini sejalan dengan menurunnya segmen penjualan domestik produk ethical, FMCG, dan alat kesehatan yang merosot menjadi Rp39,82 miliar dari Rp167,7 miliar.

Penurunan penjualan ini turut mengakibatkan beban pokok penjualan merosot menjadi Rp43,34 miliar dari Rp165,4 miliar. Alhasil, laba bruto perusahaan tersisa sebesar Rp290,7 miliar.

Potensi Kerugian Negara

INAF mengalami lonjakan dramatis setelah terungkapnya laporan investigasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam laporan tersebut, ditemukan indikasi kerugian negara yang signifikan, diperkirakan mencapai Rp371,8 miliar akibat pengelolaan keuangan yang tidak sesuai.

Kenaikan saham INAF ini dipicu oleh pengungkapan BPK mengenai penyimpangan dalam pengelolaan keuangan Indofarma dan anak perusahaannya. Pada hari yang sama, BPK menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif terkait pengelolaan keuangan Indofarma Tbk. dan afiliasinya untuk periode 2020-2023 kepada Jaksa Agung di Kejaksaan Agung RI.

Pemeriksaan ini merupakan tindak lanjut dari hasil audit kepatuhan BPK atas pengelolaan pendapatan, beban, dan kegiatan investasi Indofarma hingga semester pertama 2023. BPK mengidentifikasi adanya penyimpangan yang mengindikasikan tindak pidana, mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp371,83 miliar.

Selain itu, BPK juga menyerahkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara (LHP PKN) kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 5 Maret 2024. Laporan ini berhubungan dengan pemberian fasilitas kredit modal kerja oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk kepada PT Linkadata Citra Mandiri untuk periode 2016-2019. Berdasarkan hasil PKN, BPK menemukan adanya penyimpangan yang menunjukkan indikasi tindak pidana dengan kerugian negara mencapai Rp120.146.889.195.

Peraturan BPK Nomor 1 Tahun 2020 menetapkan bahwa BPK melaksanakan pemeriksaan investigatif untuk mengungkap indikasi kerugian negara dan/atau unsur pidana dalam pengelolaan serta tanggung jawab negara.

Penyerahan laporan ini dilakukan oleh Wakil Ketua BPK, Hendra Susanto, kepada Jaksa Agung, ST Burhanuddin. Hendra Susanto berharap hasil pemeriksaan ini dapat digunakan untuk proses hukum lebih lanjut. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Anggota VII BPK, Slamet Edy Purnomo, sebagai Pimpinan Pemeriksaan Keuangan VII.

Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) menanggapi adanya dugaan penipuan dalam laporan keuangan Indofarma. Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menyatakan bahwa BEI terus memantau keterbukaan informasi dari perusahaan tercatat, termasuk Indofarma. “Kami akan menilai dan mendalami laporan yang disampaikan oleh emiten terkait,” tegas Nyoman.

PT Indofarma Tbk. mengonfirmasi bahwa indikasi fraud masih dalam tahap audit lanjutan oleh BPK. Direktur Utama INAF, Yeliandriani, menjelaskan bahwa perseroan belum dapat memberikan keterbukaan informasi lebih lanjut hingga audit investigasi selesai.

Masalah keuangan Indofarma semakin mendalam dengan ketidakmampuan membayar gaji karyawan sejak Maret 2024. Perusahaan ini kini menghadapi status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara (PKPU-S), berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No. 74/PDT.SUS-PKPU/2024/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 28 Maret 2024, yang berlaku selama 42 hari.

Yeliandriani menambahkan bahwa selama masa PKPU, perusahaan akan melakukan restrukturisasi utang secara menyeluruh dan menyusun proposal perdamaian. Kementerian BUMN berencana melakukan rasionalisasi dan perbaikan keuangan Indofarma untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

Menteri BUMN, Erick Thohir, juga menegaskan kesiapan untuk membawa kasus ini ke Kejaksaan Agung jika ditemukan penyelewengan lebih lanjut. Erick menyebutkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan BPK mengenai masalah keuangan yang dihadapi Indofarma. (*)