KABARBURSA.COM - PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mencatat pendapatan sebesar Rp50,02 triliun hingga 30 Juni 2024, turun dari Rp55,85 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Laporan keuangan yang dirilis pada Rabu menunjukkan beban pokok pendapatan berkurang menjadi Rp44,95 triliun dari Rp47,92 triliun. Namun, laba bruto juga mengalami penurunan, menjadi Rp5,07 triliun dari Rp7,93 triliun.
Laba usaha tercatat turun drastis menjadi Rp1,61 triliun dari Rp4,53 triliun. Laba sebelum pajak penghasilan juga menyusut menjadi Rp1,25 triliun dibandingkan dengan Rp4,21 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun menjadi Rp925,51 miliar, dibandingkan Rp3,28 triliun tahun sebelumnya. Laba per saham dasar pun merosot menjadi Rp481 dari sebelumnya Rp1.709.
Total liabilitas perusahaan mencapai Rp25,96 triliun hingga 30 Juni 2024, turun dari Rp31,58 triliun hingga 31 Desember 2023. Sementara itu, total aset menurun menjadi Rp87,84 triliun dari Rp92,45 triliun pada akhir tahun lalu.
Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan, serta menyederhanakan tingkatan tarif cukai rokok. Kebijakan ini tercantum dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM & PPKF) 2025. Adapun, kenaikan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 10 persen telah diterapkan sejak tahun 2023 hingga 2024, dengan cukai rokok yang terdiri dari 8 layer tarif.
“Intensifikasi kebijakan tarif CHT melalui tarif bersifat multiyears, kenaikan tarif yang moderat, penyederhanaan layer, dan mendekatkan disparitas tarif antar layer,” tulis pemerintah dalam KEM PPKF 2025 yang dikutip Kabar Bursa, Rabu, 24 Juli 2024.
Namun, besaran tarif cukai rokok dan rokok elektrik di tahun 2025 masih akan dibahas lebih lanjut oleh pemerintah dan DPR RI. Kebijakan penyederhanaan layer cukai rokok ini dinilai justru bisa menggerus penerimaan negara. Akademisi Unpad Wawan Hermawan, berpendapat bahwa penyederhanaan layer cukai rokok akan meningkatkan peredaran rokok ilegal di Tanah Air.
Dalam konteks ekonomi, tekanan akibat kebijakan tersebut juga membuat masyarakat beralih ke rokok yang lebih murah, seperti rokok ilegal. Menurut Wawan, jumlah perokok di kalangan pendapatan rendah jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perokok di kalangan penghasilan menengah tinggi.
Selain berdampak pada masyarakat, kebijakan cukai rokok juga mempengaruhi saham produsen rokok, salah satunya PT Gudang Garam Tbk. Lantas, bagaimana dampak yang dirasakan perusahaan rokok terbesar di Indonesia ini?
PT Gudang Garam Tbk adalah salah satu produsen rokok kretek terkemuka di Indonesia yang memiliki reputasi kuat dalam industri tembakau. Perusahaan ini berdiri pada 1958 dan terus berkembang hingga menjadi salah satu pemain utama di pasar rokok Indonesia dan internasional. Gudang Garam dikenal dengan produk rokok kretek berkualitas tinggi yang identik dengan cita rasa khas Indonesia.
Indonesia, dengan populasi sekitar 266 juta jiwa, merupakan pasar yang sangat potensial bagi industri rokok. Sebanyak 66 persen laki-laki dewasa di Indonesia adalah perokok, menjadikan pasar dalam negeri sebagai tulang punggung penjualan produk Gudang Garam. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu sentra utama perdagangan rempah di dunia, yang turut mendukung produksi rokok kretek dengan cita rasa unik.
Komposisi pemegang saham PT Gudang Garam Tbk menunjukkan dominasi kepemilikan oleh PT Suryaduta Investama dengan porsi sebesar 69,29 persen atau setara dengan 1,33 miliar lembar saham. Masyarakat non-warisan memiliki 17,16 persen (330,15 juta lembar saham), sementara masyarakat warisan memegang 7,29 persen (140,35 juta lembar saham). PT Suryamitra Kusuma memiliki 6,26 persen atau 120,44 juta lembar saham.
Jumlah pemegang saham terus mengalami fluktuasi sepanjang tahun 2024. Pada akhir Juni 2024, jumlah pemegang saham mencapai 34.059, meningkat sebesar 293 dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, pada bulan Mei 2024, jumlah pemegang saham menurun sebesar 549 menjadi 33.766. Tren ini menunjukkan dinamika kepemilikan saham yang dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan kebijakan perusahaan.
Setelah adanya peraturan cukai rokok, kinerja saham PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mengalami tekanan. Harga saham GGRM dalam satu minggu terakhir turun sebesar 0,59 persen menjadi Rp16.850 per lembar. Penurunan ini terjadi setelah sempat mencapai puncaknya di Rp17.150.
Berdasarkan laporan keuangan, GGRM mencatatkan penurunan kinerja yang signifikan. Pada kuartal pertama 2024, pendapatan perusahaan hanya sebesar Rp596 miliar, jauh di bawah Rp1,96 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Penurunan ini juga terlihat dalam total pendapatan tahunan yang diproyeksikan hanya mencapai Rp2,38 triliun pada 2024, turun drastis dari Rp5,32 triliun pada 2023. (*)