KABARBURSA.COM - Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia telah mengusulkan sejumlah strategi untuk meningkatkan kinerja ekspor dalam negeri. Salah satu strategi utama yang diusulkan adalah pembebasan bea impor untuk industri yang berorientasi ekspor serta memanfaatkan peluang di pasar non-tradisional.
Ketua Umum KADIN Indonesia Arsjad Rasjid, menyatakan bahwa Indonesia harus mencari peluang positif di tengah tekanan neraca perdagangan yang menunjukkan tren penyusutan. Menurutnya, intervensi pemerintah sangat diperlukan untuk menggairahkan semangat para pengusaha.
"Semestinya biaya impor itu nol kalau memang mau diekspor. Supaya kita kompetitif dan juga harus gampang masuknya. Kenapa? Karena ini rencana untuk diekspor," ungkap Arsjad dalam konferensi pers, Senin 15 Juli 2024
Arsjad menambahkan, dengan adanya relaksasi bea impor, posisi industri Indonesia akan semakin kuat, yang pada gilirannya akan berdampak pada peningkatan devisa negara.
"Bagaimanapun kita harus meningkatkan devisa, jadi kita harus meningkatkan ekspor kita. Jadi contoh apapun itu, walaupun ada barang impor, impor itu dipakai digunakan untuk value added devisa produk untuk kemudian diekspor," tambahnya.
Selain mengusulkan pembebasan bea impor, Kadin juga mendorong optimalisasi pasar non-tradisional. Arsjad menyoroti potensi besar yang dimiliki kawasan Afrika dan Amerika Latin dalam meningkatkan transaksi perdagangan Indonesia.
"Jadi yang namanya pasar non-tradisional itu harus kita lakukan. Karena ternyata kan lebih banyak (peluang). Karena ada suatu pergeseran perputaran ekonomi yang berubah sekarang ini. Kita juga perlu berjaga-jaga, bukan negara maju saja," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Kemaritiman, Investasi, dan Luar Negeri Shinta Widaja Kamdani, menyatakan bahwa kondisi geopolitik saat ini sangat mempengaruhi permintaan di pasar global.
"Tentu saja dengan kondisi geopolitik sekarang ini sangat mempengaruhi ya. Jadi demand dari pasar global juga menurun, cukup signifikan," katanya.
Oleh karena itu, KADIN mendorong adanya diversifikasi di pasar ekspor serta pengembangan pasar di daerah-daerah potensial. Shinta menegaskan bahwa Kadin akan membantu pemerintah dalam diversifikasi pasar ekspor, dengan fokus utama pada kawasan Afrika.
"Dan kami merasa dari KADIN, juga membantu pemerintah dalam diversifikasi pasar ekspor. Ya memang Afrika adalah salah satu kunci pasar juga yang sedang dikembangkan. Ini tidak hanya untuk kendaraan tapi juga investasi. Perusahaan-perusahaan Indonesia juga sudah mulai melihat peluang di Afrika," katanya.
Selain Afrika, kawasan Amerika Selatan juga dinilai memiliki potensi besar. Shinta menggarisbawahi pentingnya berbagai agenda besar seperti G20 di Brazil, APEC di Peru, dan INA-LAC Business Forum dengan Amerika Latin untuk mengembangkan pasar ini.
"Pasar Amerika Selatan ini peluangnya besar. Tapi karena geografiknya jauh mungkin lebih sulit ya (untuk berdagang). Nah, tapi kita sudah memiliki Indonesia Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement, lewat ini mungkin kita utilisasi lebih banyak. Dan tadinya ini cuma trading goods sudah mulai kita kembangkan ke investasi dan services," jelas dia.
Shinta juga menyebutkan bahwa IC-CEPA menjadi patokan selain potensi pasar di negara-negara Amerika Latin yang tergabung dalam blok perdagangan Mercosur seperti Uruguay dan Paraguay.
"Nah ini yang Mercosur ini juga sekarang sedang kita kembangkan dan kelihatannya pemerintah sudah mulai nih mau negosiasi untuk Mercosur dan ini beberapa perjanjian-perjanjian dagang yang akan membantu," pungkasnya.
Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai ekspor Indonesia turun secara bulanan (month to month/mtm) pada Juni lalu. Penurunan ini salah satunya dipicu oleh lesunya ekspor komoditas hasil tambang.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, nilai ekspor Indonesia pada Juni lalu sebesar 20,84 miliar dollar AS. Nilai ini turun 6,65 persen dari bulan sebelumnya sebesar 22,33 miliar dollar AS.
Penurunan ekspor terjadi pada ekspor komoditas minyak dan gas (migas) maupun non migas. Tercatat ekspor komoditas migas turun 13,24 persen secara mtm menjadi 1,23 miliar dollar AS dan nilai ekspor komoditas non migas turun 6,20 persen menjadi 19,61 miliar dollar AS.
"Pada Juni 2024 nilai ekspor mencapai 20,84 miliar dollar AS atau turun 6,65 persen dibandingkan Mei 2024," kata dia.
Jika dilihat berdasarkan sektornya, komoditas pertambangan dan lainnya mencatatkan penurunan paling dalam, yakni sebesar 25,05 miliar dollar AS, menjadi 3,16 miliar dollar AS.
Sementara itu, nilai ekspor komoditas pertanian, kehutanan, dan perikanan turun 1,49 persen menjadi 390 juta dollar AS, serta komoditas industri pengolahan turun 1,44 persen menjadi 16,06 miliar dollar AS.
Secara lebih rinci, komoditas yang mendorong kontraksi nilai ekspor pada Juni lalu ialah bijih logam, kerak, dan abu yang turun 98,32 persen, logam mulia, perhiasan, permata turun 45,76 persen, serta nikel dan barang daripadanya turun 25,20 persen.
"Sementara penurunan ekspor migas terutama didorong oleh penurunan nilai ekspor hasil minyak andil 0,94 persen," ujar Amalia.(yub/nil)