Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Galakkan Industrialisasi untuk Atasi Krisis Tekstil dan PHK

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 06 July 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Galakkan Industrialisasi untuk Atasi Krisis Tekstil dan PHK

KABARBURSA.COM - Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia sedang dilanda krisis. Melemahnya pasar ekspor dan gempuran produk impor membuat pelaku usaha tekstil kelabakan. Hal ini berakibat pada gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menelan ribuan pekerja.

Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengkhawatirkan maraknya PHK di industri tekstil. Gejolak ini berpotensi meningkatkan pengangguran dan kemiskinan. Dia mendorong pemerintah untuk fokus pada industrialisasi dan memetakan kondisi industri yang melambat.

"PHK di industri tekstil semakin tinggi. Ini berbahaya jika tidak diantisipasi," kata Cak Imin dalam keterangan tertulis, Jumat, 5 Juli 2024.

Menurut catatan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), selama periode Januari-Mei 2024, sekitar 20-30 pabrik menghentikan operasinya dan melakukan PHK terhadap 10.800 pekerja. Angka ini menambah jumlah PHK sepanjang 2023 yang mencapai 7.200 pekerja di sentra industri TPT wilayah Bandung dan Surakarta. Jumlah sebenarnya diyakini lebih tinggi karena ada pekerja yang tidak melaporkan PHK mereka.

Di awal Juni 2024, enam pabrik juga menutup operasinya. Rinciannya adalah PT S Dupantex di Jawa Tengah yang mem-PHK 700 pekerja, PT Alenatex di Jawa Barat dengan 700 pekerja ter-PHK, PT Kusumahadi Santosa di Jateng mem-PHK 500 pekerja, PT Kusumaputra Santosa di Jateng memberhentikan 400 pekerja, PT Pamor Spinning Mills di Jateng mem-PHK 700 pekerja, dan PT Sai Apparel di Jateng mem-PHK 8.000 pekerja.

Beberapa pabrik tekstil yang masih beroperasi juga melakukan efisiensi karyawan. PT Sinar Panca Jaya di Semarang misalnya, mem-PHK 2.000 pekerja hingga awal Juni 2024. Selain itu, PT Bitratex di Semarang telah memutus sekitar 400 pekerja, PT Johartex di Magelang mem-PHK sekitar 300 pekerja, dan PT Pulomas di Bandung dengan PHK sekitar 100 pekerja.

Penyebab PHK

Cak Imin mengatakan PHK terjadi akibat lesunya aktivitas bisnis dan melemahnya daya beli masyarakat. Mantan Menteri Ketenagakerjaan ini mendorong pemetaan dan kajian mendalam industri, serta menggalakkan industrialisasi dengan strategi khusus untuk melindungi industri.

"Pemerintah harus mendukung industri agar bisa berkembang dan memproduksi barang sesuai pasar, harga bersaing, dan kualitas baik," katakan.

Penyebab PHK tak cuma persoalan daya beli masyarakat, API mengungkap berbagai alasan di balik penutupan puluhan pabrik tekstil nasional yang mengakibatkan PHK massal. Fenomena ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor global dan domestik.

Di kancah global, penurunan permintaan dunia menjadi salah satu penyebab utama, dipicu oleh ketidakstabilan geopolitik dan meningkatnya biaya ekspor. Krisis di Eropa, terutama akibat perang Rusia-Ukraina, juga berdampak pada daya beli global yang kini lebih memprioritaskan kebutuhan esensial seperti energi ketimbang produk tekstil. Akibatnya, permintaan produk tekstil Indonesia di pasar ekspor mengalami penurunan.

Badan Pusat Statistik mencatat nilai ekspor tekstil dan produk tekstil dari Indonesia mengalami penurunan pada periode Januari-Mei 2024. Secara kumulatif, pada periode tersebut, komoditas tekstil mencatat penurunan nilai ekspor sebesar 0,80 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

TPT Indonesia dihadapkan pada dua tantangan besar: persaingan ketat dengan negara-negara produsen TPT asing dan gempuran produk impor di pasar domestik. Negara-negara seperti China, India, dan Vietnam memiliki biaya produksi yang lebih rendah, sehingga produk tekstil mereka lebih murah dibandingkan produk Indonesia. Hal ini membuat industri TPT Indonesia kesulitan bersaing di pasar global.

Cak Imin juga menekankan pentingnya merealisasikan komitmen untuk mengurangi barang impor.

“Tentu realisasi komitmen mengurangi barang impor mulai dari melakukan evaluasi terkait regulasi kegiatan impor, pengawasan impor, sampai mewajibkan pemeirntahan untuk memprioritaskan penggunaan produk lokal," katanya.

Dalam rapat kerja dengan DPD mengenai rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Rabu, 19 Juni 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan keterpurukan industri tekstil dalam negeri disebabkan oleh kelebihan kapasitas dan praktik dumping politik oleh negara lain. Akibatnya, barang-barang impor berharga murah membanjiri pasar domestik.

“Di dunia terjadi excess [kelebihan] kapasitas (tekstil), sehingga terjadi banyak sekali dumping,” kata Sri Mulyani.

Persaingan Global

Merespons maraknya PHK di industri TPT, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyoroti bahwa persaingan global yang semakin ketat dan praktik dumping dari negara produsen menjadi salah satu penyebab gelombang PHK tersebut. Menanggapi hal ini, Kementerian Perindustrian berupaya memperluas pasar dengan mempertahankan kualitas produksi.

Agus juga menjelaskan untuk menjaga produktivitas dan daya saing industri TPT dalam negeri, pihaknya berusaha memastikan ketersediaan bahan baku dan bahan penolong serta meningkatkan kemampuan sumber daya manusia industri. Selain itu, pemerintah juga mengimplementasikan Making Indonesia 4.0 pada sektor TPT, melanjutkan program pemulihan bagi industri TPT, serta melakukan promosi dan peningkatan permintaan dalam negeri melalui kampanye "Bangga Buatan Indonesia".

“Langkah-langkah ini diambil untuk menjaga kinerja dan membuktikan tidak tepatnya stigma sunset industry yang selama ini melabeli sektor TPT,” kata Agus.