Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Restrukturisasi Pandemi Dicabut, Apa Kabar Bank Mandiri?

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 05 July 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Restrukturisasi Pandemi Dicabut, Apa Kabar Bank Mandiri?

KABARBURSA.COM - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) buka suara terkait usulan Presiden Joko Widodo untuk memperpanjang restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 hingga tahun 2025. 

Corporate Secretary Bank Mandiri Teuku Ali Usman, menyatakan pihaknya menyambut baik usulan tersebut dan menunggu petunjuk pelaksanaan maupun aturan yang dikeluarkan oleh regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Sebagai agen pembangunan, Bank Mandiri menyambut baik usulan tersebut dan menunggu petunjuk pelaksanaan maupun aturan yang dikeluarkan oleh regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK).” kata Teuku kepada Kabar Bursa, di Jakarta, Jumat, 5 Juli 2024.

Dalam kerangka program penyelamatan UMKM dari dampak pandemi, maka Bank Mandiri berkomitmen untuk mendukung sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). dan menjalankan program restrukturisasi Covid-19 sejak diterbitkannya POJK No. 11/POJK.03/2020 pada Maret 2020 dan telah mengakhirinya pada 31 Maret 2024 sebagaimana Keputusan Dewan Komisioner OJK No 34/KDK.03/2022.

“Dapat kami sampaikan, Bank Mandiri terus berkomitmen untuk mendukung sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia,” jelasnya.

Teuku mengatakan bahwa selama pandemi, Non Performing Loan (NPL) sampai dengan kuartal I 2024 secara konsolidasi berada di level 1,02 persen, membaik 68 bps dari periode yang sama tahun sebelumnya 1,7 persen. Bank Mandiri juga sangat prudent dan konservatif dalam menetapkan pencadangan kredit, tercermin dari coverage ratio bank only yang berada di level yang aman pada level 368 persen.

Dalam hal ini, Mandiri terus mendorong penyaluran kredit dan melanjutkan strategi penguatan core competence Bank Mandiri di segmen wholesale dan meningkatkan pertumbuhan segmen retail dengan pendekatan value chain yang berbasis ekosistem serta fokus pada sektor unggulan di wilayah Indonesia.

“kami akan melanjutkan strategi yang telah kami jalankan selama beberapa tahun terakhir,” imbuhnya.

Perlu diketahui, Pemerintah mengusulkan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19, yang seharusnya berakhir pada Maret 2024, diperpanjang hingga 2025.

Usulan ini diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, setelah menghadiri rapat kabinet paripurna di Istana Negara, Senin 24 Juni 2024. “Arahan Bapak Presiden adalah bahwa kredit restrukturisasi akibat Covid-19 yang seharusnya jatuh tempo pada Maret 2024 diusulkan untuk mundur hingga 2025 melalui OJK, KSSK, dan Gubernur BI,” kata Airlangga dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube Sekretariat Kabinet.

Airlangga menjelaskan, perpanjangan kebijakan tersebut dapat mengurangi pencadangan dana yang dilakukan perbankan atas kerugian Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Restrukturisasi utang mundur dapat membawa implikasi signifikan bagi sektor perbankan. Proses ini melibatkan perusahaan atau individu yang mendekati kreditornya untuk merundingkan pembayaran kembali utang yang telah jatuh tempo atau bermasalah.

Restrukturisasi utang adalah strategi esensial yang diambil perusahaan untuk menyelesaikan potensi sengketa atau sengketa aktual terkait utang, baik yang tengah berjalan di pengadilan maupun di luar pengadilan.

Berikut dampaknya bagi perbankan:

  1. Penurunan Kualitas Aset: Restrukturisasi utang mundur dapat mengakibatkan penurunan kualitas aset perbankan. Jika utang tidak dilunasi sesuai jadwal semula, bank mungkin harus mengklasifikasikan utang tersebut sebagai kredit bermasalah (non-performing loan/NPL), yang dapat mempengaruhi tingkat keuntungan bank.
  2. Keterbatasan Likuiditas: Bank mungkin menghadapi tantangan likuiditas jika terlalu banyak utang mengalami restrukturisasi dan pembayaran mundur. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban keuangan sehari-hari dan mendukung kegiatan pinjaman baru.
  3. Pengaruh Terhadap Laba: Restrukturisasi utang mundur dapat mengurangi pendapatan bunga yang diharapkan oleh bank dari pinjaman aslinya. Bank mungkin harus menyesuaikan proyeksi laba dan mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh pembayaran mundur atau potensi kehilangan pada kredit yang direstrukturisasi.
  4. Ketakutan Sistemik: Jika restrukturisasi utang mundur terjadi dalam skala besar atau melibatkan bank-bank besar, ini dapat menimbulkan kekhawatiran sistemik dalam sektor keuangan. Ketidakstabilan dalam bank-bank besar dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan dan memperburuk situasi ekonomi secara umum.
  5. Pengawasan Regulator: Regulator keuangan akan memantau proses restrukturisasi dengan cermat. Mereka mungkin menetapkan persyaratan tambahan untuk bank-bank yang mengalami peningkatan risiko akibat restrukturisasi utang mundur, untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip keuangan yang sehat dan untuk meminimalkan potensi dampak negatif.
  6. Pembelajaran dan Perubahan Kebijakan: Restrukturisasi utang mundur dapat menyebabkan bank-bank meninjau kembali kebijakan kredit mereka, proses manajemen risiko, dan strategi pengelolaan aset. Ini mungkin mengarah pada perubahan dalam pendekatan mereka terhadap pemberian pinjaman dan manajemen portofolio untuk mengurangi risiko di masa mendatang. (Dian/*)