KABARBURSA.COM – Pengamat otomotif Yannes Martinus Pasaribu mengapresiasi langkah Pertamina dan PLN yang menjajaki penggunaan mobil berbahan bakar hidrogen. Menurutnya, hal ini didorong oleh tuntutan dunia untuk memproduksi teknologi hijau yang ramah lingkungan.
Yannes mengungkapkan, Jepang dan Jerman berhadap penggunaan mobil berbahan bakar hidrogen menjadi solusi permasalahan energi penggerak untuk motor bakar (ICE) dan seluruh industri mobil ICE dalam waktu dekat.
“Kelak pabrik-pabrik mobil mereka yang menggunakan motor bakar dengan modifikasi khusus untuk gas hidrogen ini bisa terus berproduksi dan tidak perlu ditutup,” kata Yannes saat dihubungi Kabar Bursa, Senin, 1 Juni 2024.
Meski hidrogen punya potensi besar, Yannes menilai ada tantangan yang harus diatasi oleh pemerintah. Biaya produksi hidrogen, terutama hidrogen hijau, masih cukup tinggi. Pembangunan infrastruktur pengisian bahan bakar hidrogen juga tidak sedikit.
Sedangkan dalam hal teknologi fuel cell dan mesin motor bakar serta tabung hidrogen di kendaraan juga cukup besar dan masih dalam tahap pengembangan guna meningkatkan efisiensi produksi dan pengurangan biaya.
Yannes menilai, mahalnya produksi hidrogen, terutama untuk proses elektrolisis air menghasilkan hidrogen membutuhkan energi listrik yang besar.
“Kalau dikomparasikan akan berat berkompetisi dengan BEV yang menggunakan baterai yang bisa langsung menyimpan listrik,” jelasnya.
Akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu menilai jika BEV lebih unggul dalam hal biaya dan infrastruktur. Konversi listrik ke hidrogen efisiensinya mencapai 60-70 persen, sedangkan efisiensi baterai mencapai 90-95 persen.
“Infrastruktur pengisian daya untuk bEV sudah lebih mapan dan terus berkembang, dengan stasiun pengisian daya yang semakin banyak tersedia. Sedangkan, infrastruktur pengisian hidrogen masih sangat terbatas dan memerlukan investasi besar untuk pembangunan stasiun pengisian hidrogen,” ujarnya.
Ia menambahkan, biaya produksi baterai juga telah menurun secara signifikan. Ditambah lagi dengan adanya peningkatan kapasitas penyimpanan energi.
Yannes menilai, Indonesia masih punya pelung dalam pemanfaatan bahan bakar hidrogen meski biaya produksinya mahal dan kurang efisien dibanding baterai kendaraan listrik.
“Ada potensi besar untuk pengembangan dan peningkatan teknologi di masa depan. Untuk jangka pendek, BEV mungkin lebih kompetitif dalam hal biaya dan infrastruktur,” kata Yannes.
Ia menilai, hidrogen masih punya peluang dalam dekarbonisasi sektor transportasi, terutama utuk aplikasi yang memerlukan jangkauan lebih panjang dan waktu pengisian cepat.
Sebelumnya, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Musri mawaleda mengungkapkan, pemanfaatan hidrogen akan dimulai pada tahun 2035. Pemanfaatan hidrogen akan diaplikasikan di sektor transportasi (54 persen) dan industri (46 persen).
“Selain itu potensi hidrogen alami dapat meningkatkan peran (energi bersih terbarukan) EBT dalam (rancangan peraturan pemerintah kebijakan energi nasional) RPP KEN, sehingga diperlukan data potensi yang terukur, apabila hidrogen alami akan diperhitungkan dalam perencanaan energi kedepan termasuk perhitungan dalam RPP KEN,” kata Musri dalam keterangannya.
Pembaruan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) saat ini masih dalam proses revisi dan menunggu persetujuan dari DPR.
Dalam kebijakan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang tercantum dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) KEN, dijelaskan bahwa penggunaan energi final non-listrik harus berasal dari sumber energi terbarukan.
“Jadi, dalam RPP KEN, pemanfaatan hidrogen hanya berasal dari gas alam dan energi terbarukan, sementara hidrogen alami belum dimasukkan dalam perhitungan,” ujar Musri.
Sebagai informasi, bahan bakar hidrogen (hydrogen fuel) merupakan bahan bakar tanpa emisi yang digunakan untuk pembangkitan listrik bersama dengan oksigen menggunakan unit yang disebut hydrogen fuel cell.
Hydrogen fuel cell bekerja mirip dengan baterai, di mana sebuah fuel cell memiliki kutub anoda (-) dan katoda (+). Hidrogen (H2) dialirkan ke kutub anoda yang kemudian akan memecah molekul hidrogen menjadi elektron dan ion hidrogen.
Aliran elektron pada sirkuit eksternal akan menghasilkan listrik. Sementara itu, ion hidrogen akan bereaksi dengan oksigen (O2) dan menghasilkan uap air (H2O). Produk sampingan dari reaksi ini hanyalah uap air, sehingga hydrogen fuel merupakan jenis energi yang sangat bersih.
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko marves) menyoroti peluang Indonesia memimpin produsen hidrogen dan amonia di tingkat regional.
Alasannya, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dalam produksi hidrogen bersih yang dapat mendatangkan manfaat ekonomi yang signifikan. Hidrogen dapat menjadi alat penting untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari berbagai sektor dan mencapai net-zero pada 2050.
Hidrogen dapat berfungsi sebagai bahan bakar rendah atau nol karbon untuk transportasi dan penggunaan akhir industri, bahan baku untuk bahan kimia industri, dan produk-produk penting.
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.