Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Karyawan BUMN yang Dibubarkan Terancam Pengangguran

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 01 July 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Karyawan BUMN yang Dibubarkan Terancam Pengangguran

KABARBURSA.COM - Pengamat BUMN Achmad Yunus, mengungkapkan kekhawatirannya mengenai nasib para karyawan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dibubarkan. Achmad menekankan, pembubaran BUMN yang tidak lagi relevan dengan zaman dapat menciptakan gelombang pengangguran baru.

"Ketika BUMN tidak bisa memenuhi kriteria sebagai perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka pembubaran adalah solusi yang logis. Namun, kita harus memikirkan nasib karyawan yang terdampak," kata Achmad kepada KabarBursa, Senin, 1 Juli 2024.

Achmad menyoroti beberapa BUMN, seperti industri perhotelan dan pusat perbelanjaan, yang tidak lagi dianggap penting oleh negara. Karena itu, sektor-sektor ini lebih baik diserahkan kepada swasta daripada terus menggerogoti anggaran negara tanpa memberikan kontribusi signifikan.

"Dulu kita punya hotel dan mal karena investor di bidang itu belum ada. Namun sekarang, industri perhotelan dan pusat perbelanjaan tidak lagi penting bagi negara," katanya.

Selain itu, Achmad juga mengkritik kebijakan pemerintah yang lebih sering menyuntik modal daripada merestrukturisasi BUMN yang bermasalah. Menurutnya, langkah ini justru memperburuk kondisi keuangan negara dan tidak memberikan solusi jangka panjang.

"Negara sudah bolak-balik menyuntikkan modal ke BUMN yang bermasalah, namun hasilnya nihil. Bisnis mereka sudah tidak relevan lagi," tegas Achmad.

Achmad juga menyinggung pembubaran BUMN tanpa solusi bagi karyawan justru menambah jumlah pengangguran. Ia menyebut seharusnya BUMN bisa menjadi agen pembangunan dan penyerap tenaga kerja, bukan malah sebaliknya.

"BUMN seharusnya berperan sebagai agen pembangunan yang mampu menyerap tenaga kerja, namun kenyataannya malah menciptakan pengangguran baru," ujar Achmad.

Menurut Achmad, karyawan BUMN yang terdampak pembubaran harus diberi kompensasi yang layak. Pemerintah harus memastikan bahwa semua hak dan kewajiban terhadap karyawan dipenuhi sebelum BUMN tersebut ditutup.

"Ketika memang harus ada pembubaran, maka semua kewajiban pada karyawan harus dipenuhi. Jangan sampai mereka dibiarkan begitu saja tanpa kepastian," kata dia.

Dalam menghadapi era digital, Achmad menegaskan pentingnya BUMN yang masih relevan, seperti Telekomunikasi Indonesia, untuk tetap dikuasai negara demi memastikan akses internet merata ke seluruh wilayah Indonesia. Namun, bagi BUMN yang sudah tidak relevan, langkah pembubaran harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap tenaga kerja.

"Mereka yang terdampak pembubaran harus diprioritaskan untuk penempatan kembali atau diberi pelatihan agar bisa bekerja di sektor lain," kata Achmad.

Sebanyak 21 Sakit, Enam Akan Dibubarkan

Diketahui, pemerintah hendak membubarkan enam dari 21 perusahaan BUMN yang dinyatakan sakit. Puluhan perusahaan yang kini berada di bawah pengelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) itu akan di-inbreng atau dialihkan ke PT Danareksa (Persero).

Adapun keenam perusahaan yang akan dibubarkan adalah PT Indah Karya (Persero), PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero), PT Amarta Karya (Persero), PT Barata Indonesia (Persero), PT Varuna Tirta Prakasya (Persero), serta PT Semen Kupang.

Direktur Utama PT Danareksa Yadi Jaya Ruchandi, mengungkapkan penyelesaian potensi operasi minimum untuk keenam perusahaan ini ditargetkan selesai antara 2025 hingga 2027.

“Yang potensi operasi minimum itu sebetulnya more than likely itu akan kita setop, apakah nanti melalui likuidasi atau lewat pembubaran BUMN,” kata Yadi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2024.

Di sisi lain, ada empat BUMN yang berpeluang untuk diselamatkan, yaitu PT Persero Batam, PT Boma Bisma Indra (Persero) atau BBI, PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) atau DKB, dan PT Industri Kapal Indonesia (Persero) atau IKI. Keempat perusahaan ini masih berpeluang untuk bangkit dan kini berstatus sebagai BUMN Titip Kelola di Danareksa.

Keputusan pembubaran enam perusahaan ini tak lain adalah upaya pemerintah untuk merampingkan jumlah BUMN. Beberapa alasannya karena nilai utang dan dividen BUMN yang tidak sebanding dengan pengeluaran yang digelontorkan melalui penyertaan modal negara (PMN) untuk mempertahankan dan mengelolanya.

Selain itu, ada juga BUMN yang sudah lama tidak beroperasi, seperti PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) dan PT Kertas Kraft Aceh (Persero). Pembubaran perusahaan BUMN yang sudah lama tidak beroperasi ini juga dilakukan untuk memberikan kepastian kepada para pegawainya.

Suntikan Modal BUMN Sakit

Pada 2024, Menteri BUMN Erick Thohir telah mengusulkan PMN tambahan senilai Rp13,6 triliun untuk tujuh perusahaan. Sebelumnya, pemerintah dan DPR telah menyetujui pemberian PMN 2024 sebesar Rp28,16 triliun. Dengan demikian, total PMN yang disiapkan pemerintah pada 2024 mencapai Rp41,8 triliun. Erick pun menargetkan setoran dividen BUMN 2024 bisa menembus Rp85,5 triliun.

“Sudah dirapatkan sebelumnya, ada Rp13,6 triliun untuk PMN itu bagian dari alokasi cadangan investasi tahun 2024,” katanya dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Selasa, 19 Maret 2024 lalu.

Adapun distribusi realisasi dan usulan PMN tunai periode 2020-2024 totalnya mencapai Rp226,1 triliun. Rinciannya adalah Rp27 triliun pada 2020, Rp68,9 triliun pada 2021, Rp53,1 triliun pada 2022, Rp35,3 triliun pada 2023, dan Rp41,8 triliun pada 2024.

Sementara itu, total realisasi dan usulan dividen periode 2020-2024 mencapai Rp279,7 triliun, lebih besar dari PMN. Rinciannya adalah dividen sebesar Rp43,9 triliun pada 2020, Rp29,5 triliun pada 2021, Rp39,7 triliun pada 2022, Rp81,2 triliun pada 2023, dan Rp85,5 triliun pada 2024.

Direktur Utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Muhammad Teguh Wirahadikusumah mengatakan PMN atau suntikan dana diperlukan untuk mempercepat proses pemulihan BUMN sakit. Bisnis utama PPA adalah penyehatan BUMN sakit, yang notabenenya sulit mendapatkan pendanaan dari pasar.

Namun, PT PPA kewalahan menangani BUMN sakit. Salah satu tantangan yang dialami karena BUMN yang dirawat terus bertambah, termasuk PT Waskita Karya Tbk. Teguh mengungkapkan, saat ini pihaknya menangani 14 BUMN sakit.

“Pendamaan PPA sangat tergantung dari pemerintah, karena pendanaan dari pasar hampir tidak mungkin didapatkan,” kata Teguh dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR, Senin, 24 Juni 2024.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2021 lalu pernah memberikan teguran keras mengenai rutinnya suntikan PMN untuk BUMN Sakit ini.

Jokowi mengungkapkan selama ini BUMN terlalu sering mendapat perlindungan berlebih. “BUMN terlalu keseringan kita proteksi. Sakti tambahi PMN, sakit suntik PMN. Maaf, terlalu enak sekali,” kata Jokowi dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden.(pin/*)