Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Restrukturisasi Utang Mundur, ini Dampaknya Bagi Perbankan

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 27 June 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Restrukturisasi Utang Mundur, ini Dampaknya Bagi Perbankan

KABARBURSA.COM - Presiden Joko Widodo mengusulkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19, yang seharusnya berakhir pada Maret 2024, diperpanjang hingga 2025.

Menyikapi hal ini, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa kondisi industri perbankan Indonesia saat ini secara umum masih stabil. Pertumbuhan kredit hingga Mei 2024 masih mencatatkan angka double digit, dengan tingkat kredit bermasalah (NPL) yang relatif rendah.

"Namun demikian, kinerja perbankan lebih didorong oleh korporasi besar dan konsumsi, sementara sektor UMKM menjadi penopang yang lebih lemah," ujarnya, Kamis 27 Juni 2024

Pada bulan April 2024, pertumbuhan kredit perbankan menguat dari 12,40 persen (year-on-year/yoy) menjadi 13,09 persen yoy. Namun, pertumbuhan kredit untuk UMKM melambat dari 8,12 persen yoy menjadi 7,30 persen yoy.

Di sisi lain, tingkat NPL di industri perbankan mengalami kenaikan dari 2,25 persen pada Maret 2024 menjadi 2,33 persen pada April 2024. Lonjakan NPL terutama terjadi pada UMKM setelah berakhirnya program restrukturisasi pada akhir Maret 2024, meningkat dari 3,98 persen menjadi 4,26 persen pada April 2024.

Josua menekankan bahwa peningkatan NPL ini akan memberikan tekanan tambahan bagi industri perbankan, karena memerlukan peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk mengantisipasi potensi kerugian.

Secara keseluruhan, perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit dapat menjaga stabilitas industri perbankan saat ini, terutama dalam mendukung UMKM yang masih berjuang pulih dari dampak pandemi dan ketidakpastian ekonomi global yang masih tinggi. Dengan kondisi perbankan yang stabil, potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia diharapkan dapat dipercepat.

Sebelumnya, pemerintah telah mengusulkan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 hingga tahun 2025. Keputusan ini akan ditindaklanjuti oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sebelum disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo setelah rapat kabinet paripurna di Istana Negara pada Senin 24 Juni 2024 lalu.

Restrukturisasi utang mundur adalah proses di mana pihak yang berhutang (debitor) dan pihak yang memberikan pinjaman atau kredit (kreditor) sepakat untuk merubah syarat-syarat pembayaran utang yang telah jatuh tempo atau menghadapi kesulitan pembayaran.

Tujuan utama dari restrukturisasi utang mundur adalah untuk memberikan kemudahan keuangan kepada debitor dengan mengubah jadwal pembayaran, mengurangi jumlah utang, atau menyesuaikan suku bunga agar lebih sesuai dengan kemampuan finansial debitor.

Proses ini biasanya dilakukan dalam situasi di mana debitor menghadapi kesulitan keuangan yang signifikan dan tidak mampu membayar utang sesuai dengan kesepakatan awal.

Restrukturisasi utang mundur dapat memiliki dampak signifikan bagi sektor perbankan. Ini adalah proses di mana perusahaan atau individu mendekati kreditornya untuk merundingkan pembayaran kembali utang yang sudah jatuh tempo atau bermasalah.

Restrukturisasi utang adalah langkah strategis yang diambil oleh perusahaan untuk menyelesaikan potensi sengketa atau sengketa aktual terkait utang, baik yang sedang berjalan di pengadilan maupun di luar pengadilan.

Langkah ini melibatkan kedua belah pihak, debitor (perusahaan yang berutang) dan kreditor (pihak yang memberikan pinjaman), dalam merancang langkah penyehatan terstruktur.

Proses restrukturisasi utang tidaklah sederhana. Implikasi utamanya melibatkan penyusunan ulang kontrak, hubungan dengan perjanjian pembiayaan (Financing Agreement), dan strategi negosiasi yang kompleks.

Karena itu, tidak jarang pelaksanaan restrukturisasi utang menghadapi hambatan dalam mencapai kesepakatan dan mengatasi permasalahan utang macet yang dihadapi.

Berikut dampaknya bagi perbankan:

  1. Penurunan Kualitas Aset: Restrukturisasi utang mundur dapat mengakibatkan penurunan kualitas aset perbankan. Jika utang tidak dilunasi sesuai jadwal semula, bank mungkin harus mengklasifikasikan utang tersebut sebagai kredit bermasalah (non-performing loan/NPL), yang dapat mempengaruhi tingkat keuntungan bank.
  2. Keterbatasan Likuiditas: Bank mungkin menghadapi tantangan likuiditas jika terlalu banyak utang mengalami restrukturisasi dan pembayaran mundur. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban keuangan sehari-hari dan mendukung kegiatan pinjaman baru.
  3. Pengaruh Terhadap Laba: Restrukturisasi utang mundur dapat mengurangi pendapatan bunga yang diharapkan oleh bank dari pinjaman aslinya. Bank mungkin harus menyesuaikan proyeksi laba dan mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh pembayaran mundur atau potensi kehilangan pada kredit yang direstrukturisasi.
  4. Ketakutan Sistemik: Jika restrukturisasi utang mundur terjadi dalam skala besar atau melibatkan bank-bank besar, ini dapat menimbulkan kekhawatiran sistemik dalam sektor keuangan. Ketidakstabilan dalam bank-bank besar dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan dan memperburuk situasi ekonomi secara umum.
  5. Pengawasan Regulator: Regulator keuangan akan memantau proses restrukturisasi dengan cermat. Mereka mungkin menetapkan persyaratan tambahan untuk bank-bank yang mengalami peningkatan risiko akibat restrukturisasi utang mundur, untuk memastikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip keuangan yang sehat dan untuk meminimalkan potensi dampak negatif.
  6. Pembelajaran dan Perubahan Kebijakan: Restrukturisasi utang mundur dapat menyebabkan bank-bank meninjau kembali kebijakan kredit mereka, proses manajemen risiko, dan strategi pengelolaan aset. Ini mungkin mengarah pada perubahan dalam pendekatan mereka terhadap pemberian pinjaman dan manajemen portofolio untuk mengurangi risiko di masa mendatang. (*)