Kabarbursa.com - Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berupaya mengoptimalkan trayek kapal rede demi meningkatkan konektivitas dan layanan kepada masyarakat di wilayah 3TP (tertinggal, terdepan, terluar, dan perbatasan).
"Untuk mengoptimalkan konektivitas transportasi laut bagi masyarakat di daerah 3TP serta yang belum terakomodir oleh angkutan perintis, kami terus mendorong penyelenggaraan angkutan perairan di pelabuhan dengan melakukan optimalisasi trayek-trayek kapal rede," kata Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub, Hartanto, dalam keterangan di Jakarta, Rabu 26 Juni 2024.
Menurut Hartanto, kapal rede berfungsi sebagai penghubung menuju pelabuhan-pelabuhan atau tempat-tempat yang tidak dapat disinggahi oleh kapal utama karena keterbatasan fasilitas pelabuhan atau faktor lainnya.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah mengadakan kegiatan Pembinaan dan Pemetaan Data Dukung Usulan Trayek Angkutan Perairan di Pelabuhan (Rede Transport) untuk tahun anggaran 2025, yang dilaksanakan pada Selasa (25/6) di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
"Kegiatan ini untuk evaluasi serta pembinaan dan pemetaan data dukung pelayanan angkutan perairan, yang merupakan inovasi dari tim Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut selaku Direktorat Teknis Penyelenggaraan Angkutan Perairan di Pelabuhan," ujar Hartanto.
Hartanto menegaskan bahwa angkutan perairan di pelabuhan (Rede Transport) adalah bagian integral dari penyelenggaraan angkutan laut perintis maupun angkutan laut dengan kewajiban pelayanan publik atau Public Service Obligation (PSO).
"Pelayanan angkutan perairan di pelabuhan (Rede Transport) adalah sarana yang sangat dibutuhkan masyarakat dari dermaga ke kapal," katanya.
Ia menambahkan bahwa angkutan laut rede telah beroperasi selama 8 tahun sebagai wujud kehadiran negara dalam membantu mobilitas penumpang dan barang. Selain itu, kapal rede berfungsi sebagai penghubung menuju pelabuhan-pelabuhan atau tempat-tempat yang tidak dapat disinggahi oleh kapal utama karena keterbatasan fasilitas.
Dalam perjalanannya, kapal rede tidak hanya melayani dari pelabuhan atau dermaga ke kapal utama, tetapi juga melayani dari satu pulau ke pulau lainnya dalam satu wilayah pelabuhan dengan daerah pelayaran terbatas.
"Daerah pelayaran terbatas tersebut mencakup radius 100 mil laut dari suatu pelabuhan tujuan," jelas Hartanto.
Hartanto berharap dengan adanya keterbatasan layanan pada kapal rede, pola layanan dapat berubah menjadi pelayaran terbatas. Selain itu, perubahan nomenklatur juga diharapkan terjadi seiring dengan kegiatan rede yang pada tahun-tahun berikutnya akan melayani antar pulau, dermaga, dan kapal utama.
Kepala Subdirektorat Angkutan Dalam Negeri Hasan Sadili menjelaskan, pada awalnya kapal rede diciptakan untuk konektivitas transportasi bagi kapal penumpang yang singgah di pelabuhan tanpa dermaga.
"Kapal rede pada perkembangannya tidak hanya mengangkut penumpang dari kapal perintis, namun juga dari kapal PT Pelni, seperti di Tanjung Balai Karimun, Karimun Jawa, dan Labuan Bajo," ujar Hasan.
Menurut Hasan, dengan 16 trayek kapal rede pada tahun 2024, cakupan angkutan laut yang tidak dapat memasuki wilayah 3TP di seluruh Indonesia telah diperluas.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan Laut berkomitmen untuk terus mengevaluasi layanan kapal rede agar penggunaannya optimal, serta memperkuat kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah.
"Kami juga mengimbau agar kapal rede tidak digunakan untuk beroperasi pada jarak yang jauh karena beberapa keterbatasan yang ada," kata Hasan.
Kementerian Perhubungan terus berkomitmen meningkatkan profesionalitas pelaut Indonesia. Dalam upaya ini, mereka mengadakan Bimbingan Teknis Usaha Jasa Terkait Keagenan Awak Kapal Tahap Ke-2 Tahun Anggaran 2024. Acara ini diharapkan menjadi motor penggerak dalam meningkatkan kompetensi pelaut Indonesia, agar mampu bersaing di pasar kerja global.
“Harapannya, Bimtek ini bisa menjadi motor penggerak utama dalam memberikan kontribusi peningkatan profesionalitas kepada para pelaut Indonesia sehingga mampu berdaya saing dan mendapatkan kesempatan bekerja yang layak di atas kapal,” ujar Direktur Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut Kemenhub, Hartanto, dalam keterangan di Jakarta, Jumat 17 Mei 2024.
Pentingnya pembangunan sumber daya manusia di sektor maritim tidak bisa diabaikan, terutama dalam mewujudkan visi Indonesia sebagai poros maritim dunia. Sektor pelayaran memegang peran strategis dalam menggerakkan roda perekonomian, baik nasional maupun global.
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, menurut Hartanto, terus memperbaiki layanan, meningkatkan digitalisasi, dan membangun sinergi dengan pemangku kepentingan. Aturan terkait perekrutan dan penempatan awak kapal diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 59 Tahun 2021.
Selain itu, dasar hukum lainnya adalah Konvensi Internasional tentang Ketenagakerjaan Maritim yang diratifikasi melalui Undang-Undang No. 15 Tahun 2016. Penyesuaian terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masa depan, khususnya bagi pelaut Indonesia.
“Kami berharap melalui Bimtek ini, seluruh peserta dapat memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif serta memberikan masukan konstruktif,” tambah Hartanto.
Dalam kegiatan ini, Direktorat Perkapalan dan Kepelautan juga mensosialisasikan putusan Mahkamah Agung No. 67 P/HUM/2022. Putusan ini menegaskan bahwa perekrutan dan penempatan awak kapal tidak dapat disamakan dengan pekerja migran, karena diatur oleh peraturan perundangan yang berbeda. Oleh karena itu, perizinan usaha perekrutan dan penempatan awak kapal dilaksanakan oleh Kementerian Perhubungan, sementara perizinan pekerja migran oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
Acara yang diikuti 140 peserta dari berbagai perusahaan dengan Surat Ijin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPPAK) ini berlangsung selama tiga hari, dari 15-17 Mei 2024. Berbagai narasumber turut hadir, termasuk Kasubdit Kepelautan Direktorat Perkapalan dan Kepelautan Ditjen Perhubungan Laut, perwakilan dari Kementerian Luar Negeri, Ikatan Korps Perwira Pelayaran Niaga Indonesia (IKPPNI), Asosiasi Pekerja Perikanan Indonesia (AP2I), serta Persatuan Pekerja Pelaut Indonesia (P3I).