Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Inovasi Pembiayaan Digital untuk UMKM: Kolaborasi BI dan FEB UI

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 25 June 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Inovasi Pembiayaan Digital untuk UMKM: Kolaborasi BI dan FEB UI

KABARBURSA.COM - Inovasi pembiayaan digital semakin relevan sebagai solusi di tengah pembiayaan konvensional yang kerap tidak fleksibel bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Dengan proses pencairan yang lebih cepat dan agunan yang lebih fleksibel, pembiayaan digital dapat mengakomodasi karakteristik unik UMKM. Meskipun berbagai model bisnis telah ditawarkan oleh perbankan dan fintech, masih diperlukan model generik untuk mengisi celah yang ada.

Bank Indonesia (BI) bersama Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menyusun kajian mengenai model pembiayaan digital yang dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan dalam menerapkan pembiayaan UMKM. Buku kajian bertajuk "Inovasi Model Bisnis Pembiayaan Digital UMKM" diluncurkan BI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta pada 24 Juni 2024, sekaligus menjadi simbol dimulainya Gerakan "AKUBISA".

AKUBISA adalah gerakan terpadu yang bertujuan untuk meningkatkan akses UMKM, meliputi temu bisnis, penyediaan database UMKM, dan peningkatan literasi melalui kajian inovasi guna meningkatkan daya saing. Dalam peluncuran buku kajian tersebut, Deputi Gubernur BI, Juda Agung, menyampaikan tiga poin utama untuk memperkuat peluang pembiayaan UMKM.

Inovasi Pembiayaan: Perluasan alternatif model bisnis pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan UMKM dan risk appetite lembaga keuangan

Digitalisasi: Tidak hanya mencakup pemasaran dan pembayaran, tetapi juga pencatatan keuangan dan pembiayaan.

Akses Informasi: Mengurangi informasi asimetris antara lembaga keuangan dan UMKM serta meningkatkan akses pasar.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Komisioner OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyatakan prospek cerah bagi pembiayaan UMKM. Pada bulan April 2024, porsi kredit perbankan kepada UMKM masih sebesar 7,3 persen atau di bawah Rp1.400 triliun, menunjukkan adanya peluang besar untuk mencapai Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) sebesar 30 persen. Sinergi antara otoritas diharapkan dapat memberikan dampak signifikan bagi UMKM agar menjadi pilar utama ekonomi.

Kajian ini mengidentifikasi dan mengonfirmasi model pembiayaan generik yang dapat dimanfaatkan oleh lembaga keuangan sebagai alternatif. Temuan utama kajian ini adalah pentingnya akuisisi data nasabah dengan cara inovatif untuk mengurangi informasi asimetris. Implementasi dari temuan ini mencakup pemanfaatan data konvensional dan alternatif untuk menentukan kelayakan debitur, serta penggunaan big data analytics yang dipadukan dengan machine learning untuk memprediksi kemampuan pembayaran calon debitur.

Kajian ini juga mencakup analisis yang dilakukan oleh lembaga keuangan, upaya mitigasi risiko, serta tantangan yang dihadapi dan cara mengatasinya. Harapannya, kajian ini dapat menjadi panduan bagi industri keuangan untuk memperluas alternatif pembiayaan yang lebih inklusif.

Seminar dan Diskusi

Peluncuran buku kajian dirangkaikan dengan seminar bertema "Optimalisasi Pembiayaan UMKM melalui Transformasi Digital sebagai Pendorong Pertumbuhan UMKM yang Berkelanjutan". Diskusi dalam seminar menekankan bahwa inovasi pembiayaan digital yang lebih adaptif dan inovatif dapat mengurangi informasi asimetris antara lembaga keuangan dan UMKM, sehingga mampu mengoptimalkan pembiayaan kepada UMKM dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Inovasi pembiayaan digital menjadi kunci dalam mengatasi tantangan pembiayaan UMKM. Dengan kajian yang disusun oleh BI dan FEB UI, diharapkan dapat memperluas alternatif pembiayaan yang inklusif dan berkelanjutan. Sinergi antara otoritas dan pemangku kepentingan akan memperkuat ekosistem pembiayaan digital dan mendukung pertumbuhan UMKM sebagai pilar utama ekonomi nasional.

Pajak Insentif

Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memberikan insentif berupa pembebasan pajak kepada badan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memiliki omzet di bawah Rp50 miliar dan beroperasi di Kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP, Yudha Wijaya, menjelaskan bahwa syarat utama untuk mendapatkan insentif ini adalah badan usaha harus berdomisili di IKN, yang dapat dibuktikan dari terdaftarnya wajib pajak (WP) di kantor pajak wilayah IKN.

“Tentunya karena fasilitas perpajakan dan kepabeanan ini diberikan kepada mereka yang melakukan kegiatan usaha atau bertempat tinggal di sana, UMKM pun harus demikian. Domisilinya harus di sana, kegiatan usahanya harus di sana, dan terdaftar di kantor pajak sekitar IKN,” kata Yudha dalam wawancara yang disiarkan secara online melalui kanal Youtube DJP, Selasa, 11 Juni 2024.

Yudha juga menjelaskan bahwa WP yang terdaftar haruslah badan usaha dalam negeri dengan penanaman modal awal di IKN tidak lebih dari Rp10 miliar. Hal ini karena badan usaha yang menanam modal di atas Rp10 miliar dianggap memiliki skala bisnis yang lebih besar dan tidak termasuk dalam kategori UMKM.