KABARBURSA.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa implementasi Undang-Undang Cipta Kerja telah berperan signifikan dalam meningkatkan peringkat daya saing Indonesia di kancah global.
"Undang-Undang Cipta Kerja mempermudah rekrutmen dan penyelesaian perselisihan perburuhan, serta dinilai meningkatkan produktivitas," kata Airlangga di Jakarta, Selasa 25 Juni 2024.
Airlangga menjelaskan bahwa di tengah kondisi geopolitik dunia yang penuh tantangan, peringkat daya saing Indonesia berdasarkan Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Ranking (WCR) 2024, meloncat ke peringkat 27 dari 67 negara.
"Salah satu faktor utama peningkatan ini adalah ekonomi domestik yang didukung oleh institusi pemerintahan yang kuat, hasil dari implementasi Undang-Undang Cipta Kerja. Di sektor pasar, pasar kita dianggap salah satu yang terbaik, berkat bonus demografi dan juga kebijakan dari Undang-Undang Cipta Kerja," jelasnya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kebahagiaannya setelah mengetahui bahwa peringkat daya saing Indonesia secara global melonjak ke posisi 27, mengungguli Inggris dan Jepang.
“Saya senang alhamdulillah daya saing kita di tahun 2024 naik signifikan. Ini penting karena ranking daya saing kita di dunia dari sebelumnya 44 melompat ke (peringat) 34, kemudian sekarang melompat lagi ke angka 27,” ujar Presiden dalam Sidang Kabinet Paripurna terkait Perekonomian Terkini di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 24 Juni 2024.
Menurut riset Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Ranking (WCR) 2024, peringkat daya saing Indonesia melampaui Inggris yang berada di posisi ke-28, Malaysia (34), Jepang (38), Filipina (52), dan Turki (53).
Di Asia Tenggara, Indonesia masuk dalam tiga besar, setelah Singapura (1) dan Thailand (25).
“Ini yang patut kita syukuri karena dari sinilah kita tahu di mana kita berada. Karena tidak mudah memperbaiki ranking di tengah dunia yang tidak menentu seperti sekarang ini,” ucap Presiden Jokowi.
Mengamati kondisi ekonomi global, Jokowi menyebut daya saing Jepang turun tiga peringkat akibat pelemahan nilai mata uang dan penurunan stabilitas, sementara Malaysia turun tujuh peringkat karena pelemahan ekonomi dan isu stabilitas politik.
Presiden menegaskan pentingnya menjaga stabilitas politik, stabilitas nilai tukar mata uang, dan peningkatan produktivitas untuk mendukung ekonomi.
“Dan yang dinilai dari kenaikan utama daya saing Indonesia adalah pemerintahan, dunia usaha, dan ekonomi kita,” tegasnya.
Implementasi UU Cipta Kerja, semakin kompetitifnya dunia bisnis dengan ketersediaan tenaga kerja dan peningkatan produktivitas, serta pertumbuhan ekonomi menjadi faktor-faktor utama yang mendongkrak daya saing Indonesia.
Namun, Jokowi juga menyoroti beberapa aspek yang masih menjadi kelemahan Indonesia, terutama kesehatan dan lingkungan (peringkat 61) serta pendidikan (peringkat 57).
“Ini yang harus menjadi perhatian kita semua agar competitiveness ranking kita setiap tahun bisa terus kita perbaiki. Saya kira dua hal kesehatan dan pendidikan harus jadi fokus utama pemerintah ke depan,” tutupnya.
Peringkat daya saing Indonesia mengalami kenaikan signifikan pada tahun 2024, sebagaimana ditunjukkan dalam riset Institute for Management Development (IMD) World Competitiveness Ranking (WCR) 2024.
Berdasarkan riset tersebut, Indonesia kini menempati peringkat ke-27 dari 67 negara yang dicatat, naik sebanyak tujuh peringkat dari posisi ke-34 tahun sebelumnya.
Kenaikan ini menempatkan Indonesia di atas beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Filipina yang berada di posisi ke-52 dan Malaysia di posisi ke-34.
Lebih mengesankan lagi, Indonesia juga mengungguli beberapa negara maju, termasuk Inggris yang berada di peringkat ke-28 dan Jepang di peringkat ke-38.
“Dalam beberapa dekade terakhir, negara-negara seperti China, India, Brasil, Indonesia, dan Turki telah mengalami pertumbuhan dan pembangunan yang pesat,” ujar Direktur World Competitiveness Center (WCC) IMD, Arturo Bris, dalam keterangannya.
“Imbasnya, kini mereka memegang peranan penting dalam perdagangan, investasi, inovasi, dan geopolitik,” tambahnya.
Bris menjelaskan bahwa peringkat WCR 2024 ditentukan berdasarkan empat indikator utama: performa ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan infrastruktur.
Dari keempat indikator ini, daya saing Indonesia didorong oleh peringkat tinggi pada efisiensi bisnis (14), efisiensi pemerintah (23), dan performa ekonomi (24).
Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam hal ketersediaan infrastruktur, terutama terkait infrastruktur kesehatan dan lingkungan (61), pendidikan (57), sains (45), dan teknologi (32).
Dalam indikator efisiensi bisnis, yang berhasil mendongkrak skor Indonesia adalah ketersediaan tenaga kerja yang masif (peringkat 2), efektivitas manajemen perusahaan (peringkat 10), serta perilaku dan tata nilai masyarakat yang mendukung efisiensi perusahaan (peringkat 12).
Meskipun demikian, aspek finansial (peringkat 25) dan produktivitas (peringkat 30) perusahaan masih perlu ditingkatkan.
Untuk indikator efisiensi pemerintah, nilai Indonesia paling rendah terkait perundangan bisnis (peringkat 42) yang mendukung daya saing sektor swasta, termasuk aturan perdagangan, persaingan, dan ketenagakerjaan.
Peringkat kedua terburuk adalah pada kerangka sosial, yang mengukur keadilan penegakan hukum, pendapatan, dan kesetaraan gender. Namun, dalam hal kebijakan pajak (peringkat 12) dan kebijakan finansial publik (peringkat 18), yang mencakup efisiensi bank sentral dan bank umum, Indonesia berhasil mendapatkan peringkat yang baik.
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.