Investor obligasi asing sedang mengunci imbal hasil di India. Bank sentral mempertahankan suku bunga tinggi menjelang sekuritas masuk dalam indeks JPMorgan Chase & Co.
Dana global meningkatkan proporsi obligasi jatuh tempo 10 tahun atau lebih, mencapai tingkat tertinggi dalam sembilan bulan pada Juni, menurut perhitungan Bloomberg. Sebaliknya, proporsi sekuritas berjangka pendek menurun secara bertahap.
Utang negara di Asia Selatan ini jadi primadona di antara pasar negara berkembang. Investor tertarik pada keuangan solid dan mata uang stabil. Prospek Bank Sentral India mempertahankan suku bunga kebijakan pada tingkat tertinggi dalam lima tahun untuk melawan inflasi menambah daya tarik ini.
“Durasi adalah kunci utama,” kata Lakshmi Iyer, CEO Kotak Investment Advisors. Menambah durasi ke portofolio dan memasukkan obligasi di luar kertas 10 tahun, dalam segmen 15-30 tahun, memberikan nilai terbaik saat ini.
Investor asing telah menginvestasikan sekitar USD10 miliar (Rp163 triliun) ke sekuritas yang akan bergabung dengan indeks JPMorgan pada 28 Juni. Goldman Sachs Group Inc memperkirakan aliran dana mencapai USD30 miliar (Rp491 triliun) lagi dalam beberapa bulan mendatang saat bobot India dalam indeks tersebut meningkat menjadi 10 persen. Hal ini akan menjaga harga obligasi tetap tinggi.
Pengetatan fiskal dan intervensi RBI menjaga kestabilan mata uang, membuat investor di Goldman, Bank of America Corp, dan BlackRock Inc optimis terhadap utang dan mata uang India. Namun, popularitas baru ini, ketika para pedagang mencari alternatif ke China, berisiko memicu gelembung yang bisa pecah.
Risiko besar berasal dari politik. Setelah kehilangan mayoritas parlemen dalam pemilihan nasional dan membentuk pemerintahan koalisi bulan ini, Perdana Menteri Narendra Modi mungkin melonggarkan anggaran untuk menenangkan pemilih dan mitra politik selama masa jabatan ketiganya.
Berita buruk bagi Modi memicu penjualan obligasi. Namun, pasar pulih setelah penunjukan menteri kabinet termasuk Menteri Keuangan Nirmala Sitharaman, yang dianggap menunjukkan sikap pro-bisnis tetap ada.
Bloomberg Economics melihat kombinasi kebijakan fiskal hati-hati dan penurunan pinjaman pemerintah menekan yield 10 tahun, menurunkan biaya modal bagi perusahaan. Menurut Deutsche Bank AG, anggaran pertama pemerintah baru mungkin memiliki target defisit sebesar 5 persen dari produk domestik bruto, bahkan dengan peningkatan belanja.
“Jika kita fokus pada satu titik kurva, saya akan mengatakan mungkin tujuh hingga sepuluh tahun,” kata Prashant Singh, senior portfolio manager di Neuberger Berman Group LLC. Dari perspektif likuiditas maupun bentuk kurva, itu adalah titik paling optimal.