Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Suharso Ditolak! Pemerintah Tetapkan Defisit 2,29 Persen

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 20 June 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Suharso Ditolak! Pemerintah Tetapkan Defisit 2,29 Persen

KABARBURSA.COM - pemerintah bersama Panitia Kerja Anggaran Badan Anggaran DPR telah sepakat untuk menurunkan target batas bawah defisit dari 2,45 persen produk domestik bruto (PDB) menjadi 2,29 persen PDB dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Artinya dengan keputusan ini menandakan saran dari Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa, ditolak. Yang mana sebelumnya mengusulkan agar target defisit APBN 2025 berada pada kisaran 1,5 persen hingga 1,8 persen dari PDB.

Adapun kini, target defisit RAPBN 2025 ditetapkan dalam kisaran 2,29 persen hingga 2,82 persen PDB. Selain itu, target batas bawah rasio utang juga mengalami penurunan, dari 37,98 persen PDB menjadi 37,82 persen PDB.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa keputusan ini merupakan penyesuaian terhadap target batas bawah pendapatan negara yang dinaikkan dari 12,14 persen PDB menjadi 12,30 persen PDB.

"Sesuai dengan usul pendapatan negara yang meningkat dari 12,14 persen menjadi 12,3 persen maka kami mohon izin mengusulkan agar diterjemahkan batas bawah defisit yang turun dari 2,45 persen menjadi 2,29 persen dari PDB," ujar Febrio dalam Rapat Panja di Badan Anggaran DPR, Kamis, 20 Juni 2024

Febrio menegaskan bahwa dengan mendorong penerimaan negara, defisit dapat ditekan lebih rendah sehingga disiplin fiskal tetap terjaga. Target defisit yang telah ditetapkan ini akan menjadi landasan dalam penyusunan Nota Keuangan RAPBN 2025 yang akan disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2024 mendatang.

Febrio juga menepis anggapan bahwa penurunan target defisit ini merupakan upaya untuk meredakan sentimen negatif dari investor asing terhadap kondisi fiskal pemerintahan Prabowo Subianto.

"Tidak serta merta terkait itu (sentimen asing). DPR ingin melihat peluang meningkatkan tax ratio, sehingga hasilnya konsekuensinya karena batas bawahnya untuk pendapatan negara naik 12,3 persen," kata Febrio.

Diketahui sebelumnya, Suharso Monoarfa, meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk mengurangi target defisit Anggaran dengan alasan untuk memberikan ruang fiskal yang lebih luas bagi pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

“Sehingga ada ruang fiskal bagi pemerintahan yang akan datang kalau akan menggunakan pasal itu,” imbuhnya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu, 5 Juni 2024.

Suharso mengatakan bahwa target defisit tersebut bisa diturunkan lagi untuk memberikan ruang fiskal yang lebih luas bagi pemerintahan baru yang akan dipimpin oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

“Sehingga ada ruang fiskal bagi pemerintahan yang akan datang kalau akan menggunakan pasal itu,” imbuhnya.

Apalagi, hal tersebut telah tertuang dalam UU Nomor 17 Tahun 2007, yang salah satunya mengatur penetapan mekanisme penyesuaian RKP dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada tahun pertama pemerintahan Presiden baru.

Adapun pasal yang dimaksud Suharso adalah pasal 5 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Dalam aturan itu disebutkan, pemerintahan saat ini diwajibkan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan APBN untuk pemerintahan berikutnya.

Suharso melanjutkan, presiden terpilih Prabowo Subianto perlu memiliki ruang fiskal yang luas untuk menyempurnakan RKP dan APBN melalui mekanisme APBN Perubahan (APBN-P).

“Dalam penjelasan, disampaikan bahwa presiden terpilih berikutnya mempunyai ruang gerak yang luas untuk menyempurnakan RKP dan APBN pada tahun pertama pemerintahan melalui mekanisme perubahan APBN-P,” ungkap dia.

Adapun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tetap memutuskan bahwa defisit dalam Rancangan awal Anggaran Pendapatan dan  Belanja Pemerintah (RAPBN) 2025 tetap dipertahankan pada angka 2,45 hingga 2,82 persen.

“Kebijakan APBN 2025 akan terus didesain ekspansif namun terarah dan terukur dengan defisit yang kami sampaikan 2,45 persen hingga 2,82 persen,” kata dia dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Selasa 4 Juni 2024.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa defisit dalam APBN akan digunakan untuk membiayai seluruh program prioritas pemerintah yang baru. Pembiayaan ini akan dikelola melalui manajemen utang yang inovatif, prudent, dan sustainable, agar menciptakan kepercayaan dan bentuk transparansi pemerintah.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menekankan bahwa pemerintah akan menjaga rasio utang pada batas yang prudent dan memanfaatkan berbagai instrumen untuk menciptakan pembiayaan yang inovatif.

“Kami akan gunakan berbagai instrumen seperti BUMN, BLU, special mission vehicledan sovereign wealth fund untuk menciptakan pembiayaan yang inovatif namun tetap terjaga,” jelas dia.

Sri Mulyani juga memastikan utang akan dikelola dengan hati-hati melalui berbagai kebijakan, dengan rasio utang ditetapkan sebesar 37,98 persen sampai 38,71 persen. Pemerintah baru juga menargetkan penerimaan negara tumbuh sebesar 12,14 persen hingga 12,36 persen dari produk domestik bruto (PDB). Untuk pencapaiannya, salah satu langkah yang akan ditempuh adalah efektivitas reformasi perpanjakan.

Untuk penerimaan pajak, ditetapkan sebesar 10,09 persen hingga 10,29 persen, dengan penerimaan kepabeanan dan cukai dipatok 1,23 persen sampai 1,25 persen dari PDB dan PNBP sebesar 2,05 persen sampai 2,07 persen dari PDB.

Dalam hal  belanja, target pemerintah adalah tumbuh sebesar 14,59 persen hingga 15,18 persen.  Belanja itu terdiri dari  belanja pusat sebesar 10,92 persen sampai 11,17 persen dari PDB. Lalu, transfer ke daerah sebesar 3,67 persen hingga 4,01 persen dari PDB.

“Fokusnya adalah dukungan untuk pertumbuhan, pemerataan, dan kesejahteraan melalui sinergi antara pusat dan daerah,” tegasnya. (*)