KABARBURSA.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif , mengungkapkan alasan di balik usulan kenaikan volume BBM subsidi untuk tahun depan. Menurut Arifin, volume BBM subsidi yang diusulkan sebesar 18,84 hingga 19,99 juta kilo liter ini lebih besar dibandingkan dengan proyeksi 2024 yang hanya 18,39 juta kilo liter. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi pertimbangan utama dalam usulan ini. Dalam asumsi dasar ekonomi makro RAPBN 2025, pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai 5,1 persen hingga 5,5 persen secara tahunan (Year on Year/YoY).
"Kenaikan cukup tinggi volume BBM subsidi dibanding outlook 2024 disebabkan perhitungan regresi non linier untuk konsumsi BBM terhadap perkiraan PDB 2025 dan metode eskalasi pertumbuhan ekonomi berdasarkan data penyaluran BBM, dengan asumsi pertumbuhan 5,2 persen," kata Arifin Tasrif saat Raker Komisi VII DPR RI, Rabu, 19 Juni 2024.
Usulan volume BBM subsidi tahun depan sebesar 18,84 hingga 19,99 juta kilo liter ini meliputi minyak tanah sebesar 0,51 hingga 0,55 juta kilo liter dan minyak solar sebesar 18,33 hingga 19,44 juta kilo liter. Sementara itu, alokasi volume BBM subsidi dalam APBN 2024 ditetapkan sebesar 19,58 juta kilo liter, yang terdiri dari minyak tanah sebesar 0,58 juta kilo liter dan minyak solar sebesar 19 juta kilo liter. Hingga Mei 2024, realisasi penyaluran mencapai 0,21 juta kilo liter untuk minyak tanah dan 6,95 juta kilo liter untuk minyak solar.
"Arah kebijakan subsidi BBM adalah dengan pemberian subsidi tetap minyak solar dan subsidi selisih harga minyak tanah serta melanjutkan raoadmap registrasi konsumen pengguna BBM," kata Arifin.
Presiden Joko Widodo sebelumnya juga telah mengumumkan bahwa pemerintah Indonesia akan melakukan evaluasi terhadap kemampuan fiskal negara terkait potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada bulan Juni mendatang. Keputusan ini akan dipertimbangkan dengan memperhatikan beberapa faktor kunci, termasuk harga minyak dunia dan kondisi geopolitik global saat ini.
Pertimbangan utama dalam evaluasi ini adalah dampak terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta kemampuan pemerintah untuk memberikan subsidi BBM secara berkelanjutan. Presiden Jokowi menekankan pentingnya menghitung dengan cermat dampak dari kenaikan harga BBM terhadap kehidupan masyarakat luas, termasuk potensi pengaruhnya terhadap inflasi dan biaya hidup lainnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, telah mengumumkan keputusan pemerintah untuk menunda kenaikan harga BBM hingga Juni 2024. Keputusan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengurangi beban masyarakat pasca pandemi COVID-19. Namun, gejolak harga minyak dunia, konflik di Timur Tengah, dan pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS telah menyebabkan anggaran subsidi BBM menjadi meningkat.
Pemerintah ingin memastikan bahwa masyarakat tidak terbebani dengan biaya tambahan di tengah proses pemulihan ekonomi yang masih berlangsung. Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh akan dilakukan untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya terkait harga BBM setelah periode penundaan kenaikan berakhir pada Juni 2024.
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Basuki Trikora Putra, menegaskan pentingnya pengawasan terhadap distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi untuk memastikan bahwa subsidi tersebut tepat sasaran dan digunakan oleh mereka yang membutuhkannya. BBM subsidi merupakan komoditas yang mendapat dukungan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sehingga penggunaannya harus dipantau secara akuntabel.
Menurut Basuki, BBM subsidi diberikan kepada sektor-sektor tertentu yang termasuk transportasi darat dan air, usaha perikanan, pertanian, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), serta layanan umum seperti rumah sakit dan pengelolaan sampah. Subsidi ini mendukung aktivitas ekonomi yang vital bagi masyarakat, seperti transportasi kapal pelayaran rakyat dan ASDP, kendaraan roda dua, bus, truk angkutan barang, dan kereta api.
Dalam upaya memudahkan penggunaan BBM subsidi, BPH Migas telah menerbitkan peraturan yang mencakup penerbitan Surat Rekomendasi untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) Solar dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa distribusi BBM subsidi berjalan efisien dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pengawasan yang ketat terhadap distribusi BBM subsidi menjadi prioritas BPH Migas untuk melindungi kepentingan masyarakat penerima subsidi serta memastikan bahwa alokasi anggaran yang diberikan negara dapat dimanfaatkan secara optimal dan tepat sasaran.
Dia juga menambahkan bahwa dengan penerbitan surat rekomendasi ini, diharapkan dapat mempermudah stakeholder dalam mengawasi volume dan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, serta memberikan kenyamanan bagi masyarakat pengguna BBM. Ini merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa BBM subsidi benar-benar sampai kepada mereka yang membutuhkannya.
Selain itu, Basuki mengajak seluruh masyarakat untuk turut serta dalam pengawasan distribusi BBM subsidi. Masyarakat diharapkan aktif melaporkan segala bentuk penyalahgunaan atau penyimpangan yang mereka temui kepada pihak berwenang atau melalui Helpdesk BPH Migas.
“Kami mengajak masyarakat untuk aktif dalam pengawasan penggunaan BBM subsidi agar tepat sasaran. BPH Migas berharap masyarakat dapat melaporkan segala dugaan penyalahgunaan BBM melalui nomor pengaduan yang telah disediakan,” pungkasnya. Upaya ini merupakan bagian dari komitmen BPH Migas untuk menjaga transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan dalam pengelolaan BBM subsidi demi kesejahteraan bersama.(yub/*)