KABARBURSA.COM - Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2025. DPR telah memberikan lampu hijau untuk peningkatan tarif cukai rokok ini. Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Andreas Eddy Susetyo, menyatakan bahwa besaran kenaikan tarif akan dibahas setelah Presiden Joko Widodo menyerahkan Nota Keuangan di pertengahan Agustus 2024.
Menurut Andreas, penentuan kenaikan tarif CHT akan mempertimbangkan aspek daya beli dan kesehatan masyarakat. Kenaikan harga rokok diharapkan dapat efektif menurunkan prevalensi perokok di Indonesia. Ia juga menekankan perlunya memperhitungkan daya beli kelas menengah dalam menetapkan besaran tarif CHT untuk tahun mendatang.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Dirjen BC) Askolani, menyampaikan bahwa penyesuaian tarif cukai perlu dilakukan karena tarif multiyears yang berlaku saat ini akan berakhir di tahun 2024. Penyesuaian ini telah mendapatkan persetujuan dari DPR RI.
Saat ini, berikut adalah beberapa harga rokok terkini berdasarkan data dari Alfagift:
Gaprindo, yang merupakan Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia, akan menerima keputusan pemerintah untuk menaikkan kembali tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukai rokok pada tahun depan. Ketua Umum Gaprindo Benny Wachjudi, menyatakan pemahaman mereka terhadap kebijakan pemerintah meskipun kenaikan tarif CHT akan memberatkan Industri Hasil Tembakau (IHT).
Benny menekankan bahwa kenaikan tarif CHT harus sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Ia menyatakan kekhawatiran bahwa jika kenaikan terlalu tinggi, produksi rokok legal akan semakin turun sementara rokok ilegal akan menjadi lebih marak. Gaprindo mencatat penurunan produksi rokok atau sigaret putih mesin (SPM) dari 15 miliar batang per tahun menjadi 10 miliar dalam lima tahun terakhir. Secara nasional, produksi hasil tembakau juga mengalami penurunan dari 350 miliar batang sebelum 2019 menjadi di bawah 300 miliar batang per tahun saat ini.
Kondisi ini dianggap mengancam kontribusi penerimaan negara dan penyerapan tenaga kerja dari sektor IHT. Benny menegaskan bahwa meningkatnya rokok ilegal akan merugikan produsen rokok legal dan berpotensi menurunkan penerimaan negara. Hingga akhir 2023, IHT telah menyumbang sebesar Rp213,48 triliun melalui CHT dan diharapkan dapat mencapai Rp300 triliun jika dikalkulasikan dengan pembayaran PPN dan PPh.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, mengindikasikan bahwa harga rokok akan mengalami kenaikan setelah mendapatkan persetujuan dari DPR RI untuk menyesuaikan tarif CHT pada 2025. Hal ini disebabkan karena tarif cukai rokok multiyears yang berlaku saat ini akan berakhir pada akhir 2024.
Dalam konteks Indonesia, struktur tarif cukai rokok yang kompleks dan berlapis telah menjadi penyebab utama dari fenomena downtrading. Fenomena ini terjadi ketika konsumen beralih dari rokok dengan harga lebih tinggi ke rokok dengan harga lebih murah, yang umumnya memiliki tarif cukai yang lebih rendah.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Agus Suyanto, mengungkapkan bahwa jumlah layer dalam struktur tarif cukai rokok yang signifikan menyebabkan perbedaan cukai yang besar antar golongan rokok. Hal ini mendorong produsen untuk memproduksi merek rokok baru dengan harga lebih murah, yang pada akhirnya membuat konsumen memilih untuk beralih ke rokok- rokok tersebut.
Misalnya, untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM), Sigaret Putih Mesin (SPM), dan Sigaret Kretek Tangan (SKT), terdapat delapan lapisan tarif yang berbeda. Perbedaan tarif cukai antar golongan ini bisa mencapai 40{ccd4fd764ee01eeffde149d16dd889e35ba3aa084bee9e8382bbf985fd92fc52}, yang membuat selisih harga eceran rokok semakin besar.
Agus dan Kepala Riset dan Kebijakan Center for Indonesia's Strategic Development Initiative (CISDI), Olivia Herlinda, menyarankan bahwa solusi untuk mengatasi downtrading adalah dengan menyederhanakan sistem cukai rokok. Simplifikasi ini diharapkan dapat mempersempit perbedaan harga rokok antar golongan dan mendorong konsumen untuk tidak lagi memilih rokok yang lebih murah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga merekomendasikan agar jarak antara tarif dan harga jual eceran rokok dari berbagai golongan semakin kecil. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kebijakan cukai rokok dalam menekan prevalensi perokok dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Secara keseluruhan, upaya untuk mengurangi variasi harga rokok dan menaikkan tarif cukai secara adil antar golongan diharapkan tidak hanya dapat meminimalkan downtrading, tetapi juga mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi prevalensi perokok dan meningkatkan pendapatan negara dari sektor tembakau.(*)