Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Cara Tak Terjebak Tempat Kerja Toxic, Cek Payung Hukumnya

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 18 June 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Cara Tak Terjebak Tempat Kerja Toxic, Cek Payung Hukumnya

KABARBURSA.COM - Menjaga iklim kerja yang sehat adalah investasi jangka panjang yang menguntungkan bagi karyawan dan perusahaan. Lingkungan yang mendukung dan positif tidak hanya meningkatkan kesejahteraan individu tetapi juga mendorong kesuksesan dan pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan.

Menjaga iklim yang sehat di perusahaan bukan hanya soal menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, tetapi juga berkontribusi langsung terhadap kinerja, produktivitas, dan kesejahteraan karyawan.

Pekerjaan sering kali menjadi pemicu stres utama. Burnout, kecemasan berlebihan karena beban kerja tinggi, dan lingkungan kerja toxic adalah beberapa penyebab utama stres di tempat kerja.

Mengutip Forbes, berikut ini adalah beberapa alasan mengapa penting untuk menjaga iklim yang sehat di tempat kerja:

1. Meningkatkan Produktivitas dan Kinerja Karyawan

Lingkungan kerja yang positif memungkinkan karyawan bekerja dengan lebih efektif dan efisien. Mereka merasa termotivasi untuk memberikan yang terbaik ketika suasana kerja mendukung dan apresiatif. Penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang merasa bahagia di tempat kerja cenderung memiliki kinerja yang lebih tinggi dan lebih produktif.

2. Meningkatkan Kesehatan Mental dan Fisik Karyawan

Iklim kerja yang sehat dapat mengurangi tingkat stres dan risiko burnout. Karyawan yang merasa didukung dan dihargai cenderung memiliki kesejahteraan mental yang lebih baik, yang pada gilirannya meningkatkan kesehatan fisik mereka. Lingkungan kerja yang positif dapat mengurangi absensi dan meningkatkan kesehatan keseluruhan karyawan.

3. Meningkatkan Retensi Karyawan

Perusahaan dengan iklim kerja yang baik cenderung memiliki tingkat retensi karyawan yang lebih tinggi. Karyawan yang merasa puas dan bahagia di tempat kerja lebih cenderung untuk tetap tinggal dan berkontribusi dalam jangka panjang. Ini mengurangi biaya rekrutmen dan pelatihan karyawan baru.

4. Menciptakan Budaya Kerja yang Positif

Budaya kerja yang positif adalah fondasi bagi kesuksesan perusahaan. Iklim yang sehat mendorong kolaborasi, komunikasi terbuka, dan saling menghormati antar karyawan. Ini menciptakan lingkungan yang harmonis di mana ide-ide inovatif dapat berkembang dan karyawan merasa aman untuk berbagi pemikiran mereka.

5. Menarik Talenta Berkualitas

Perusahaan yang dikenal memiliki lingkungan kerja yang sehat akan lebih mudah menarik talenta berkualitas. Kandidat potensial mencari perusahaan yang menawarkan lingkungan kerja yang mendukung pertumbuhan pribadi dan profesional mereka. Reputasi sebagai tempat kerja yang baik dapat menjadi keunggulan kompetitif dalam merekrut bakat-bakat terbaik.

6. Meningkatkan Kreativitas dan Inovasi

Lingkungan kerja yang mendukung dan tidak menekan memungkinkan karyawan merasa bebas untuk mengekspresikan ide-ide kreatif mereka. Inovasi sering kali muncul dari ruang di mana karyawan merasa didengar dan dihargai. Iklim yang sehat memfasilitasi eksperimen dan kolaborasi, yang merupakan kunci untuk inovasi.

7. Mengurangi Konflik dan Meningkatkan Hubungan Antar Karyawan

Lingkungan kerja yang positif membantu mengurangi konflik dan meningkatkan hubungan antar karyawan. Ketika karyawan merasa dihargai dan didukung, mereka lebih mungkin bekerja sama dengan baik dan mengatasi perbedaan dengan cara yang konstruktif. Ini menciptakan tim yang lebih solid dan efisien.

8. Meningkatkan Citra Perusahaan

Perusahaan dengan iklim kerja yang sehat memiliki citra yang lebih baik di mata publik. Ini tidak hanya menarik pelanggan dan klien potensial tetapi juga membangun kepercayaan dan reputasi yang baik di industri. Citra positif ini dapat memberikan keunggulan kompetitif yang signifikan.

Ciri-Ciri Lingkungan Kerja Toxic

Mengutip The Balance Careers, lingkungan kerja toxic merujuk pada situasi di tempat kerja yang tidak sehat. Ini bisa disebabkan oleh dinamika negatif antar pegawai, hubungan buruk dengan atasan, atau pola kerja yang merugikan.

1. Kantor Tidak Peduli dengan Boundaries

Lingkungan kerja yang buruk sering menormalisasi hilangnya batasan-batasan pribadi. Menurut Eli Bohemond, seorang career coach, lingkungan seperti ini memaksa Anda untuk mementingkan pekerjaan di atas segalanya, yang merusak keseimbangan kehidupan pribadi dan meningkatkan stres.

2. Karyawan Bersikap Buruk ke Satu Sama Lain

Kurangnya rasa saling percaya dapat terlihat saat manajer terus memantau karyawan secara berlebihan atau micromanaging. Whitney Simpson, seorang konsultan komunikasi, menegaskan bahwa manajer yang terlalu ketat membangun lingkungan kerja yang beracun.

3. Tidak Ada Maaf Ketika Membuat Kesalahan

Lingkungan yang tidak mentoleransi kesalahan cenderung membuat karyawan menghindari tanggung jawab, enggan berbagi informasi penting, atau melemparkan kesalahan kepada rekan kerja untuk menghindari konsekuensi.

4. Tidak Ada Ruang Bagi Karyawan untuk Berkembang

Lingkungan kerja toxic ditandai dengan kurangnya dukungan untuk pengembangan karyawan. Tanpa pelatihan, pengakuan atas prestasi, atau rencana karier yang jelas, karyawan merasa terjebak tanpa kemajuan, mengakibatkan frustrasi dan kekecewaan.

5. Karyawan Merasa di-Gaslighted

Lingkungan kerja toxic sering membuat karyawan merasa di-gaslighted, yaitu dipertanyakan, dipermalukan, atau disangkal pengalaman atau perasaannya. Ini menciptakan ketidakpastian dan merusak kepercayaan diri serta kesejahteraan psikologis. Menurut Dr. Sherrie Bourg Carter, seorang psikolog klinis, gaslighting di tempat kerja dapat menyebabkan keraguan diri dan stres emosional yang mendalam.

6. Banyak Karyawan yang Tumbang

Lingkungan kerja dengan beban kerja yang tidak masuk akal dan tidak mentoleransi kesalahan akan mudah membuat karyawan jatuh sakit, kelelahan, dan kehilangan produktivitas.

7. Memiliki Angka Turnover yang Tinggi

Sebagai cara mengatasi stres kerja, banyak karyawan tidak bertahan lama di lingkungan toxic. Ini menyebabkan tingkat turnover di perusahaan tersebut menjadi tinggi.

8. Merasa Bersalah Ketika Mengajukan Cuti

Karyawan merasa bersalah saat mengajukan cuti karena tekanan dan ekspektasi yang tidak realistis. Atmosfer ini membuat istirahat dianggap sebagai tanda kelemahan atau kurang dedikasi.

Cara Menghadapi Lingkungan Kerja Toxic

1. Temukan Dukungan dari Orang Terdekat atau Psikolog

Cari dukungan dari teman, keluarga, atau pasangan. Curhat dapat membantu mengurangi beban pikiran dan menjadi pengingat bahwa Anda tidak sendirian. Jika tidak ada orang yang bisa dipercaya, layanan konseling online dengan psikolog juga bisa menjadi opsi.

2. Lakukan Kegiatan untuk Melepas Stres dari Kantor

Cari kegiatan penyegaran di luar kantor seperti olahraga, seni, atau hobi. Ini membantu menjaga keseimbangan emosional dan memberikan waktu untuk pulih dari tekanan kerja.

3. Belajar Melakukan Meditasi untuk Menenangkan Emosi

Meditasi membantu mengendalikan emosi, meningkatkan ketahanan mental, dan mengelola stres. Praktik ini menjaga keseimbangan mental dan fisik, memungkinkan Anda menghadapi tantangan di lingkungan kerja yang toxic.

4. Fokus Pada Diri Sendiri di Kantor

Alihkan perhatian dari hal-hal mengganggu dan fokus pada tugas yang bisa diselesaikan. Gunakan waktu di kantor untuk pengembangan diri dan kebaikan pribadi.

5. Tetapkan Boundaries di Kantor

Tetapkan batasan jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Hindari membawa masalah kantor ke rumah dan batasi pekerjaan di luar jam kerja.

6. Ambil Waktu untuk Istirahat

Ketika suasana kantor menekan, carilah jeda waktu untuk menikmati suasana baru. Makan siang di luar kantor atau duduk santai dengan orang terdekat bisa menjadi opsi.

7. Mulai Persiapan Resign

Bertahan di tempat yang toxic merugikan kesejahteraan mental dan fisik. Mulailah mencari pekerjaan baru dan ajukan resign sesuai ketentuan kantor. Jangan biarkan diri Anda terjebak dalam lingkungan toxic, ambil tindakan nyata sekarang.

Payung Hukum Kesehatan Mental Pekerja RI

Di Indonesia, payung hukum untuk kesehatan mental pekerja terutama diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang mencakup aspek keselamatan dan kesehatan kerja secara umum.

Berikut ini adalah beberapa undang-undang yang relevan yang mengatur kesehatan mental pekerja di Indonesia:

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja: Undang-undang ini menjadi dasar bagi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja di Indonesia. Meskipun tidak secara spesifik mengatur kesehatan mental, Undang-Undang ini mencakup kewajiban majikan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat bagi semua karyawan.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Peraturan ini menetapkan persyaratan untuk penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) di tempat kerja, yang mencakup aspek kesehatan mental sebagai bagian dari manajemen risiko keselamatan dan kesehatan.
  3. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2018 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Pekerja atau Anggota Keluarga yang Memiliki Kondisi Khusus: Peraturan ini mengatur perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja dengan kondisi khusus, termasuk kesehatan mental.
  4. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja: Regulasi ini lebih lanjut mengatur tentang penerapan SMK3 di tempat kerja, yang mencakup perlindungan terhadap risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan mental pekerja.
  5. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: Meskipun tidak secara khusus mengatur kesehatan mental, Undang-Undang ini mencakup berbagai aspek ketenagakerjaan yang secara tidak langsung dapat berdampak pada kesejahteraan psikologis pekerja.
  6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 834/Menkes/SK/VII/2009 tentang Pedoman Penanganan Kesehatan Mental di Tempat Kerja: Meskipun bukan bagian dari peraturan ketenagakerjaan, keputusan ini memberikan pedoman kepada perusahaan untuk menangani masalah kesehatan mental di lingkungan kerja. (*)