KABARBURSA.COM - Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), mengungkapkan bahwa tingkat inflasi Indonesia saat ini menjadi yang terendah di dunia. Dia juga menyebut dalam 10 tahun terakhir inflasi Indonesia selalu terkendali.
"Tren inflasi Indonesia dalam 10 terakhir menurun dan terkendali rendah, bahkan termasuk yang terendah di dunia. Pada saat ini inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) 2024 tercatat sebesar 2,84 persen, terjaga dalam kisaran target 2,5 + -1 persen," kata dia dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2024, Jumat, 14 Juni 2024.
Adapun, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi RI pada Mei 2024 tercatat sebesar 2,84 persen. Angka itu masih dalam target sasaran BI yakni 1,5 persen hingga 3,5 persen.
Perry mengatakan inflasi di sebagian besar daerah inflasi berada di daerah dalam kisaran target didukung atas sinergi inflasi oleh pemerintah pusat dan daerah. Selain itu pengendalian inflasi disebut secara konsistensi dikendalikan melalui koordinasi tim pengadilan inflasi pusat dan daerah. "Termasuk gerakan nasional pengendalian inflasi pangan yang secara massal di berbagai daerah," ungkapnya.
Perry memperkirakan inflasi pada sisa tahun 2024 ini dan tahun 2025 akan tetap terkendali rendah dalam kisaran sasaran 2,5 +- 1 persen. "Kami mengaturkan apresiasi sebesar-besarnya kepada Presiden atas konsistensi kepemimpinan dan arah inspirasi, inovasi, terobosan kebijakan serta dorongan sinergi untuk pengendalian inflasi," tuturnya.
Kami meyakini inflasi yang rendah sebagai faktor sangat penting untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan serta kesejahteraan rakyat Indonesia," imbuhnya.
Dalam kesempatan yang sama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan inflasi Indonesia di Mei tercatat 2,84 persen secara year on year. Angka itu disebut lebih baik dibandingkan negara G20 seperti Rusia, India, Australia, dan Amerika Serikat.
“Inflasi (Indonesia) di bulan Mei ini 2,84 persen year-on-year (yoy). Dan dibandingkan dengan negara G20 lain, Rusia misalnya 7,84 persen yoy, India 4,75 persen, Australia 3,6 persen, dan Amerika Serikat 3,3 persen. Jadi Indonesia relatif lebih baik dari negara-negara tersebut,” ujar Airlangga Hartarto.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2024 di Istana Negara, Jakarta, ia menyatakan bahwa inflasi dapat terkendali berkat kebijakan keterjangkauan harga, terjaganya ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, serta komunikasi yang efektif antarpemangku kepentingan, terutama terkait bauran kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil.
“Stabilisasi harga untuk mengatasi kenaikan harga dalam jangka pendek melalui penyaluran beras SPHP (Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan), bantuan pangan, serta gerakan pangan murah, telah berhasil menekan kenaikan harga,” katanya.
Selain itu, upaya lain yang dilakukan adalah peningkatan produksi pertanian dengan penambahan alokasi pupuk subsidi maupun akses pembiayaan untuk sektor pertanian melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor pertanian dengan porsi penyaluran sebesar 30,4 persen.
Airlangga mengatakan bahwa pihaknya juga berupaya untuk memastikan kelancaran distribusi, terutama untuk 10 komoditas pangan strategis, serta optimalisasi tol laut untuk distribusi ke daerah tertinggal, terpencil, dan terluar.
“(Dalam menjaga tingkat inflasi,) ada beberapa hal juga yang perlu ditekankan, yang pertama adalah kesinambungan pasokan domestik sebagai kunci utama untuk menjaga stabilitas pangan di seluruh daerah,” ucapnya.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya pengembangan neraca pangan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk menyediakan data pangan yang akuntabel sehingga stabilisasi harga di daerah dapat lebih termonitor
Ia menuturkan bahwa berbagai program pengendalian inflasi tersebut didukung dengan anggaran dari berbagai kementerian dan lembaga di tingkat pusat yang per 31 Mei 2024 realisasinya mencapai Rp39 triliun, atau 29 persen dari pagu Rp124,16 triliun. Realisasi fiskal untuk berbagai program tersebut di tingkat daerah mencapai Rp13,56 triliun dari total pagu Rp92 ,87 triliun.
Airlangga mengatakan bahwa dengan terkendalinya inflasi, hal tersebut dapat mendukung kinerja pertumbuhan ekonomi nasional yang tahun lalu mencapai 5,11 persen, jauh lebih baik daripada pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi Bank Dunia hanya sebesar 2,6 persen.
Meskipun begitu, ia menyampaikan bahwa Indonesia perlu mewaspadai adanya pergeseran potensi perdagangan dan rantai pasok di kawasan Asia Tenggara dari China ke Amerika Serikat.
Kondisi tersebut kurang menguntungkan bagi Indonesia mengingat Indonesia tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas atau Free Trade Agreement (FTA) dengan Amerika Serikat.
“Hanya memang karena kita (Indonesia) belum punya FTA (dengan Amerika Serikat), jadi yang diuntungkan masih Vietnam, Thailand, dan beberapa negara lain di ASEAN. Jadi kita sedang mempersiapkan (perjanjian) perdagangan dengan Amerika,” kata Airlangga. (*)