Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Restitusi Melonjak, Penerimaan Pajak Makin Seret

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 13 June 2024 | Penulis: Ayyubi Kholid | Editor: Redaksi
Restitusi Melonjak, Penerimaan Pajak Makin Seret

KABARBURSA.COM -  Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat peningkatan signifikan dalam realisasi pengembalian pajak atau restitusi pajak hingga April 2024. Realisasi restitusi pajak mencapai Rp 110,64 triliun. Angka ini melonjak 81,67{ccd4fd764ee01eeffde149d16dd889e35ba3aa084bee9e8382bbf985fd92fc52} dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana nilai restitusi pajak hanya mencapai Rp 60,9 triliun.

Dari data Kemenkeu, lonjakan signifikan ini terutama disebabkan oleh gelombang besar pengajuan restitusi Pajak Penghasilan (PPh) Non Migas yang mencapai Rp220,42 triliun, atau 20,73 persen dari target APBN, dengan pertumbuhan sebesar 0,10 persen year on year (yoy).

Sementara itu, penerimaan dari PPN dan PPnBM mencatat angka Rp155,79 triliun, mencapai 19,20 persen dari target APBN, dengan peningkatan sebesar 2,57 persen yoy. Penerimaan pajak hingga Maret 2024 mencatat angka impresif sebesar Rp393,91 triliun, mencapai 19,81 persen dari target APBN 2024.

Selain itu, penerimaan dari PBB dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp3,17 triliun, atau 8,39 persen dari target APBN, dengan pertumbuhan signifikan sebesar 11,05 persen yoy. Sementara itu, PPh Migas menyumbang Rp14,53 triliun atau 19,02 persen dari target APBN, meski mengalami penurunan sebesar -18,06 persen yoy.

Fajry Akbar dari Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) menyebutkan peningkatan restitusi PPh Badan  disebabkan oleh melemahnya harga komoditas dari tahun 2022 ke 2023. "Peningkatan restitusi PPh Badan lebih dikarenakan melemahnya harga komoditas tahun 2022 ke tahun 2023," katanya kepada Kabar Bursa, Kamis 13 Juni 2024.

Fajry juga menambahkan bahwa kenaikan restitusi PPN yang menunjukkan perbaikan lebih banyak dipicu oleh melonjaknya investasi, terutama dalam pembelian barang modal dan bahan baku. Tren positif ini sejalan dengan indeks PMI kita yang terus meningkat.

"Peningkatan restitusi PPN yang mulai membaik lebih disebabkan oleh peningkatan investasi melalui pembelian barang modal dan bahan baku, seiring dengan indeks PMI yang terus meningkat," terangnya.

Kelangkaan likuiditas di sektor keuangan, kata Fajry telah mendorong perusahaan untuk mencari sumber penerimaan internal melalui pengajuan restitusi PPN. "Peningkatan restiusi PPN juga ada kaitannya dengan kekeringan likuiditas pada sektor keuangan sehingga korporasi mencari sumber penerimaan internal," tandas dia.

Fajry menambahkan, meningkatnya restitusi pajak ini mengindikasikan bahwa masyarakat dan pelaku usaha masih membutuhkan intervensi fiskal. "Masih dibutuhkannya pendampingan fiskal kepada masyarakat dan dunia usaha untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi pasca pandemi," jelasnya

Senada, Prianto Budi Saptono, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) menuturkan seretnya penerimaan pajak akibat restitusi PPh tahunan.

Prianto juga mengatakan restitusi pajak terjadi ketika pajak yang seharusnya terutang lebih kecil dari pajak yang telah dibayar. "Restitusi umumnya dikabulkan setelah ada pemeriksaan pajak, namun ada juga restitusi yang dikabulkan tanpa pemeriksaan terlebih dahulu bagi Wajib Pajak yang patuh atau berisiko rendah," beber dia.

Kondisi perekonomian yang lesu dapat menurunkan daya beli sehingga laba perusahaan tergerus atau bahkan minus. Restitusi tahunan PPh yang cair tahun ini berasal dari SPT PPh Badan 2022 yang dilaporkan pada periode April hingga Juni 2023. "Khusus SPT 2023 yang melaporkan pajak lebih bayar akan diperiksa dan hasil pemeriksaannya selesai di semester pertama 2024," kata Prianto.

"Untuk tindak lanjut dari KPP, pemeriksa akan melakukan pemeriksaan maksimal 12 bulan sejak SPT dilaporkan. Pemeriksaan untuk tahun pajak 2024 dapat terjadi di 2025 dan berakhir di semester I th 2026," terang Prianto.

Ekonomi yang lesu, kata Prianto dapat disebabkan oleh perilaku masyarakat yang menahan konsumsi sehingga target pendapatan Wajib Pajak tidak terpenuhi. "Masyarakat yang menahan uangnya juga dapat disebabkan oleh bunga tinggi di instrumen investasi berupa tabungan/deposito. Latar belakang bunga tinggi adalah karena pemerintah ingin menarik uang yang beredar di pasar sehingga laju inflasi dapat terkendali," ungkapnya.

Lalu, jika pada tahun 2024 masyarakat menahan uangnya, laba perusahaan 2024 dapat menurun karena konsumsi berkurang dan laba tergerus. Akibatnya, perusahaan mengajukan restitusi di SPT PPh Badan 2024. Pemeriksaan untuk tahun pajak 2024 dapat terjadi di 2025 dan berakhir di semester pertama tahun 2026.

Agar diketahui, lonjakan restitusi ini tak lepas dari relaksasi yang termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 209/PMK.03/2021 tentang perubahan kedua atas PMK No. 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Dalam aturan yang berlaku per 1 Januari 2022 itu, pemerintah menyesuaikan batas lebih bayar restitusi PPN bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memenuhi persyaratan menjadi Rp5 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan ketentuan sebelumnya yang hanya Rp1 miliar. (Yubi/*)