Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Pelaku Usaha Elektronik Diuntungkan Permendag 8/2024

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 12 June 2024 | Penulis: Hutama Prayoga | Editor: Redaksi
Pelaku Usaha Elektronik Diuntungkan Permendag 8/2024

KABARBURSA.COM - Asosiasi Pengusaha Komoditi Elektronik Indonesia (Apkonik) menyampaikan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor memberikan dampak positif terhadap pelaku usaha retail elektronik.

Ketua Umum Apkonik, Deny Irawan, menyatakan pihaknya menyambut baik Permendag 8/2024 atau relaksasi impor. Dia menilai Apkonik mendapatkan relaksasi dengan adanya kebijakan ini.

"Kami mendapatkan relaksasi dari Permendag ini. Sebelumnya Permendag 7 dan 36, masih terlalu kompleks dalam pelaksanaan," ujarnya kepada Kabar Bursa, Rabu, 12 Juni 2024.

Deny memandang para pelaku usaha di sektor retail mendapat efek positif dengan adanya Permendag 8/2024. Menurut dia sebelum adanya peraturan ini, pelaku usaha retail elektronik sulit mengembangkan bisnis secara kompetitif.

Kini dengan terbitnya kebijakan Permendag 8/2024, kata Deny, pelaku usaha retail elektronik sangat mudah dalam melakukan impor barang.

"Kita lihat sejauh ini para pelaku usaha retail elektronik sangat membutuhkan komponen basic material untuk barang-barang elektronik seperti semi-konduktor sebagai komponen utama elektronik," jelas dia.

Deny memandang, hal tersebut  merupakan keluhan para pelaku usaha retail sektor elektronik. Menurut data yang dihimpun pihaknya, barang seperti semi-konduktor susah dicari sehingga diharuskan impor.

"Data yang kami himpun juga demikian karena susahnya mencari barang-barang semi-kondukor mau tidak mau pelaku usaha melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan konsumen," jelasnya.

Permendag akan Dipertahankan

Beberapa waktu lalu, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan memastikan bahwa pemerintah tidak akan melakukan revisi lagi terhadap Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024.

Keputusan ini diambil setelah menerima banyak keluhan dari pelaku usaha yang menganggap bahwa aturan tersebut dapat merugikan industri domestik dan meningkatkan aliran produk impor ke Indonesia.

"Revisi tidak akan dilakukan, keluhan yang disampaikan sekarang sudah terlambat. Mengapa tidak menyampaikan keluhan sebelumnya," ujar Zulkifli Hasan di Jakarta pada Selasa, 29 Mei 2024.

Dia menjelaskan bahwa pemerintah telah merevisi aturan kebijakan impor sebanyak tiga kali sebelum mengeluarkan Permendag 8/2024.

Penerbitan aturan terbaru ini bertujuan untuk menangani masalah yang timbul akibat dari pemberlakuan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 jo 3/2024 jo 7/2024, yang memberlakukan pengetatan impor dan menambah persyaratan perizinan impor dalam bentuk peraturan teknis.

Revisi menjadi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dilakukan karena banyak keluhan dari pelaku usaha yang mengalami kesulitan dalam mendapatkan izin impor, yang menyebabkan penumpukan barang impor di kontainer di pelabuhan-pelabuhan. Secara keseluruhan, revisi ini bertujuan untuk mengatur impor di Indonesia secara lebih terkendali.

"Semangat awal kita adalah untuk mengendalikan impor. Namun, dalam implementasinya, ternyata tidak mudah, sehingga perlu direvisi," ungkap Zulkifli.

Risiko Permendag Impor

Sebelumnya, banyak pengusaha mengkritik pemerintah yang sering mengubah aturan tentang impor.

Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) telah menyatakan kekecewaannya terhadap relaksasi impor yang diberlakukan melalui penerbitan Permendag Nomor 8 Tahun 2024, yang mengubah Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Menurut Gabel, aturan baru ini dianggap menghilangkan kebutuhan untuk memiliki pertimbangan teknis (pertek) dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), yang sebelumnya berfungsi untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Keputusan ini dinilai sebagai langkah mundur yang dapat merugikan industri elektronik lokal.

Ekonom dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan bahwa terdapat potensi risiko bagi keberlangsungan industri nasional akibat dari Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang merevisi Permendag 36/2023 tentang Larangan Pembatasan (lartas) Barang Impor.

Menurut Bahtiar Rifai, Kepala kelompok riset untuk Ekonomi Berbasis Pengetahuan (Ekonom Digital) di Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN, perubahan ini mungkin memberikan solusi jangka pendek untuk masalah penumpukan kontainer, tetapi berpotensi menimbulkan risiko jangka menengah hingga panjang terhadap industri dalam negeri.

Bahtiar menjelaskan bahwa industri-alas kaki, tekstil, garmen, furnitur, dan pakaian jadi adalah beberapa sektor yang mungkin terdampak oleh regulasi ini. Hal ini disebabkan oleh dominasi pelaku industri kecil menengah (IKM) dalam sektor-sektor tersebut.

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor memiliki sisi positif dan negatif.

Peneliti Lembaga Kajian Publik Indonesia Development Policy and Local Partnership (IDP-LP), Riko Noviantoro, mengatakan, Permendag 8/2024 diberlakukan demi memudahkan warga Indonesia membawa oleh-oleh dari luar negeri.

“Kebiasaan kita itu kan kalau dari luar negeri pulang bawa oleh-oleh, oleh sebab itu Kemendag (Kementerian Perdagangan) melihat celah itu agar dimudahkan saat membawa oleh-oleh,” kata Riko kepada Kabar Bursa, Selasa, 11 Juni 2024.

Industri dalam negeri, terutama tekstil, khawatir dengan adanya kebijakan ini sebab, produk dalam negeri dikhawatirkan kalah saing dengan barang impor. Riko pun paham akan kondisi ini.

Ia khawatir barang bawaan dari luar negeri tidak terkendali dengan adanya Permendag 8/2024. Akibatnya, kata dia, hal ini bisa merugikan banyak pelaku usaha dalam negeri .

“Selain perusahaan kurir, negara, produk dalam negeri (dirugikan). Karena dengan praktik begini semua bisa berdalih membawa oleh-oleh,” terang dia.

Oleh karena itu, Riko berharap pemerintah tetap memperketat pengawasan jalannya Permendag 8/2024. Dia ingin, kebijakan ini harus lebih berpihak terhadap kepada produk lokal. “Bayangkan kalau itu (barang bawaan) terjadi satu gerbong, itu kan ada penyimpangan dari praktik kebijakan itu. Kebijakan ini harusnya pro kepada produk lokal,” ungkapnya. (yog/*)