KABARBURSA.COM - Daftar harga bahan pokok, Sabtu 8 Juni 2024 di tingkat nasional mengalami kenaikan untuk beberapa bahan.
Berdasarkan data yang dihimpun dari panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga ikan tongkol per kilogram hari ini mengalami kenaikan Rp3.040 atau 8,87 persen dibandingkan kemarin, yakni dari Rp31.220 menjadi Rp34.260.
Papua Tengah menjadi penyumbang kenaikan tertinggi, di mana harga ikan tongkol hari ini dipatok Rp130.000 per kilogram.
Sementara itu, Harga daging ayam ras per kilogram juga mengalami kenaikan sebesar Rp2.130 atau 5,50 persen dibandingkan kemarin, yakni dari Rp36.630 menjadi Rp38.760.
Kenaikan tertinggi juga terjadi di Papua Tengah, dengan harga Rp80.000 per kilogram.
Kenaikan Harga
Ikan Tongkol
Daging Ayam Ras
Bawang Putih Bonggol
Bawang Merah
Telur Ayam Ras
Minyak Goreng Kemasan Sederhana
Ikan Kembung
Tepung Terigu Kemasan (non-curah)
Gula Konsumsi
Cabai Rawit Merah
Garam Halus Beryodium
Beras Medium
Kedelai Biji Kering (Impor)
Beras Premium
Tepung Terigu (Curah)
Penurunan Harga
Namun, ada beberapa bahan pokok yang mengalami penurunan harga:
Daging Sapi Murni
Cabai Merah Keriting
Ikan Bandeng
Minyak Goreng Curah
Jagung (Tingkat Peternak)
Dengan demikian, terdapat fluktuasi yang signifikan pada harga beberapa bahan pokok. Para konsumen diharapkan untuk tetap memantau perubahan harga guna mengatur anggaran belanja dengan lebih baik.
Badan Pangan Nasional (Bappanas) menyiapkan sanksi tegas kepada para penjual beras, baik di pasar ritel maupun tradisional, yang menjual lebih dari Harga Eceran Tertinggi (HET). Diketahui Bapanas kembali memperpanjang masa relaksasi HET untuk beras medium dan premium. Dengan adanya perpanjangan masa relaksasi HET ini, HET beras premium yang sebelumnya Rp13.900 per kg kini menjadi Rp14.900 per kg untuk wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan. Sementara itu, HET beras medium yang sebelumnya Rp10.900 per kg naik menjadi Rp12.500 per kg.
Penyesuaian HET ini merupakan upaya pemerintah untuk menstabilkan harga beras di pasaran dan mengakomodasi fluktuasi harga yang terjadi akibat berbagai faktor, termasuk biaya produksi dan distribusi. Perpanjangan masa relaksasi ini memberikan waktu tambahan bagi pelaku usaha untuk menyesuaikan diri dengan harga baru tanpa menimbulkan gejolak pasar yang signifikan.
Lantas, bagaimana jika masih ada yang menjual beras di atas HET? Deputi I Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa, menyatakan bahwa pemerintah tidak akan memberikan sanksi meskipun ada beras yang dijual di atas HET di ritel modern maupun pasar tradisional. Namun, Bapanas akan berkoordinasi dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) agar beras tersebut dijual sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah.
“Pemerintah itu mengutamakan asas pembinaan, tidak boleh mengutamakan asas penindakan. Jadi, begitu ada kesalahan, diingatkan dulu. Nah, relatif sangat mudah ketika kami mengingatkan teman-teman di ritel modern. Kami juga sudah komitmen dengan Aprindo, dan Aprindo menyatakan akan bersikap tegas,” kata Ketut kepada CNBC Indonesia, Rabu, 5 Juni 2024.
Apabila setelah ditetapkannya perpanjangan masa relaksasi HET ini masih ada peritel yang menjual di atas HET, maka yang ditegur oleh Bapanas adalah Aprindo atau Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) yang menaungi perusahaan ritel tersebut.
“Cukup dengan peringatan ke Aprindo saja, lalu Aprindo menegaskan kepada anggotanya, maka masalah pun akan selesai. Begitu juga jika anggota Hippindo, maka kita ingatkan Hippindo,” jelasnya.
Namun, jika ritel tersebut bukan anggota dari Aprindo maupun Hippindo, maka teguran diberikan kepada Pemerintah Daerah, yang selanjutnya akan turun tangan mengingatkan ritel tersebut.
“Prinsip pembinaannya kita jalankan dulu. Begitu tiga kali diingatkan tidak juga berubah, maka kita bisa lakukan tindakan sebagaimana diatur di Perbadan (Peraturan Badan Pangan Nasional). Namun, tindakannya berupa teguran dulu, karena relatif jika sudah ditegur, mereka langsung berubah. Ritel modern pasti lebih cepat mengikutinya, karena mereka khawatir izinnya dicabut dan sebagainya,” tambah Ketut. (*)