KABARBURSA.COM - Kehadiran Starlink milik Elon Musk di Indonesia sebagai layanan internet berbasis satelit memicu polemik, terutama terkait penyediaan Network Operating Center (NOC) oleh PT Starlink Services Indonesia (SSI).
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif, mencurigai bahwa pemberian sertifikasi Uji Laik Operasi (ULO) Starlink Indonesia mengindikasikan diskriminasi. Proses sertifikasi yang sangat cepat memicu dugaan adanya perlakuan istimewa bagi Starlink, berbeda dengan pelaku jasa internet (ISP) lokal yang selalu memenuhi standar regulasi.
Salah satu prasyarat ULO adalah penyediaan NOC, yang berfungsi memantau aktivitas penyelenggara internet dan mencegah penyalahgunaan data. Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, menyatakan bahwa Starlink akan menyediakan NOC, namun hal ini menimbulkan kebingungan karena belum jelas apakah NOC tersebut sudah ada atau belum.
Pekan lalu, Budi Arie menegaskan bahwa Starlink telah memenuhi seluruh persyaratan perizinan, termasuk penyediaan NOC untuk monitoring traffic dan kualitas layanan. Direktur Telekomunikasi Kominfo, Aju Widya Sari, juga menyatakan bahwa PT Starlink Services Indonesia telah membangun NOC, yang menjadi syarat izin operasi.
Menanggapi klaim ini, Arif menyatakan bahwa pihaknya perlu melihat langsung lokasi NOC Starlink di Cibitung, Bekasi, dan Karawang untuk memastikan keberadaannya. Meskipun skeptis, Arif menyarankan agar informasi dari Kominfo tersebut dipercaya.
NOC memiliki peran krusial dalam memantau lalu lintas data, kualitas layanan, serta keamanan jaringan. Pengamat teknologi siber, Alfons Tanujaya, menegaskan bahwa NOC mampu mengendalikan kedaulatan data dan mengurangi kekhawatiran kebocoran data internet yang terenkripsi.
Tanujaya juga mengkritik pihak yang skeptis terhadap Starlink, menyatakan bahwa teknologi selalu berkembang ke arah yang lebih baik. Menurutnya, perusahaan yang tidak siap menghadapi perubahan sebaiknya beralih ke bidang lain.
Analis Algo Research, Alvin Baramuli, menyatakan bahwa Starlink bisa menjadi ancaman bagi operator telekomunikasi, termasuk PT Telkom, berkat teknologi satelit orbit rendah (LEO) yang lebih canggih. Namun, analis dari Trimegah Sekuritas, Richardson Raymond dan Sabrina, menilai bahwa harga layanan Starlink yang tinggi membuatnya lebih cocok untuk konsumen bisnis dan korporasi, bukan pasar umum.
Raymond dan Sabrina juga menekankan bahwa Starlink hanya akan menjadi pelengkap konektivitas serat optik dan layanan internet di wilayah terpencil. Biaya layanan Starlink di Indonesia dipatok mulai dari Rp750.000 per bulan, dengan harga perangkat keras Rp7,8 juta.
Pebisnis lokal menyoroti strategi harga Starlink yang dikhawatirkan dapat menimbulkan persaingan tidak sehat. Pemerintah menegaskan bahwa Starlink telah memenuhi seluruh persyaratan dan akan diawasi secara berkala.
Starlink adalah sistem internet berbasis satelit yang mengandalkan ribuan satelit kecil berorbit rendah untuk mengirim data dengan kecepatan tinggi. Sistem ini diandalkan di daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh kabel serat optik.
SpaceX, perusahaan antariksa milik Elon Musk, meluncurkan layanan internet Starlink pada Oktober 2020. Hingga April 2024, terdapat 5.874 satelit Starlink di orbit, dengan 5.800 di antaranya masih beroperasi.
Elon Musk mengumumkan bahwa jumlah pelanggan Starlink telah mencapai 3 juta di 99 negara, termasuk Indonesia. Ke depannya, Musk berambisi menghadirkan megakonstelasi dengan 42.000 satelit untuk menyediakan akses internet cepat di seluruh Indonesia.
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.