KABARBURSA.COM - Pemerintah Indonesia menyebut persentase Gen Z atau anak muda yang menganggur, tidak sekolah, dan tidak sedang mengikuti pelatihan (Not in Employment, Education, and Training/NEET) di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan India dan Brazil.
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja, Denni Puspa Purbasari, menyatakan bahwa persentase terbaru NEET di Indonesia per Februari 2024 adalah 19,3 persen, setara dengan 8,5 juta orang.
Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan dengan Februari 2023, yang tercatat sebesar 20,48 persen atau sebanyak 9,12 juta orang.
"Dibanding setahun lalu, Februari 2023, sebetulnya juga menurun 1,1 percentage point atau setara 600.000 orang yang anak mudanya sudah terentaskan dari status NEET," kata Denni, Rabu, 22 Mei 2024.
Denni juga membandingkan data Gen Z di Indonesia yang menganggur di Indonesia dengan negara lain.
Di India, persentase Gen Z atau anak muda berusia 15-24 tahun yang berstatus NEET mencapai 25,8 persen dari total jumlah penduduk berusia tersebut. Sedangkan di Brazil, persentasenya juga lebih tinggi, yaitu 21 persen.
"Jadi begini, kalau kita melihat statistik antar negara, memang untuk negara-negara berkembang dengan ukuran yang besar seperti Indonesia, angka NEET ini agak besar," ucap Denni.
Denni menjelaskan bahwa berbagai faktor menyebabkan tingginya angka NEET di Indonesia dan negara lainnya. Salah satu penyebab utama adalah ketidakcocokan antara keterampilan yang dimiliki oleh anak muda dan kebutuhan industri atau perusahaan.
"Bisa saja skill mismatch, skill yang mereka miliki beda dengan yang dituntut perusahaan," jelas Denni.
Selain itu, kendala biaya juga menjadi alasan utama.
Banyak anak muda tidak memiliki biaya untuk melanjutkan pendidikan atau mengikuti pelatihan yang dapat meningkatkan keterampilan mereka sesuai kebutuhan pasar kerja.
"Yang kedua itu adalah mereka tidak punya uang untuk berlatih, ini yang terkait dengan not in training, dan yang ketiga atau yang satu lagi tidak sedang kuliah juga bisa karena alasannya tidak punya uang," ujar Denni.
Denni juga menyoroti masalah over-education under-skill, di mana banyak lulusan sarjana yang tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh industri. Hal ini menyebabkan lulusan tersebut menolak pekerjaan yang ditawarkan karena tidak sesuai dengan ekspektasi gaji mereka.
"Satu hal adalah kita tahu fenomena over education under skill, S1 tapi skill-nya tidak terlalu mumpuni. Nah, di sini kemudian kalau kita sudah keluar uang, orang tua keluar uang untuk kuliah, pasti kita punya persepsi upah yang saya terima harusnya segini, tapi sayangnya mungkin upah yang ditawarkan perusahaan nilainya lebih rendah, sehingga mereka tidak mau menerima pekerjaan yang available," kata Denni.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2023 terdapat 9,9 juta penduduk usia muda (15-24 tahun) yang berstatus NEET di Indonesia, yang kebanyakan adalah Gen Z.
Generasi ini seharusnya berada di masa produktif, namun banyak yang tidak terlibat dalam kegiatan pendidikan, pekerjaan, atau pelatihan.
Persentase penduduk usia 15-24 tahun yang berstatus NEET di Indonesia mencapai 22,25 persen dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional. BPS mendefinisikan NEET sebagai penduduk usia 15-24 tahun yang berada di luar sistem pendidikan, tidak sedang bekerja, dan tidak sedang berpartisipasi dalam pelatihan, menunjukkan adanya tenaga kerja potensial yang tidak terberdayakan.