KABARBURSA.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa hingga saat ini belum ada permohonan tertulis terkait rencana aksi korporasi unit usaha syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN terhadap PT Bank Muamalat Indonesia Tbk.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa OJK akan menjalankan fungsi pengawasan sesuai ketentuan yang berlaku.
"Termasuk berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait," kata Dian Ediana dalam keterangan resmi yang dikutip pada hari Minggu, 19 Mei 2024.
Dian menambahkan, bahwa OJK akan mengevaluasi dan memproses permohonan tersebut jika bank sudah mengajukannya.
Saat ini, proses akuisisi BTN Syariah dan Bank Muamalat masih berada pada tahap uji tuntas (due diligence). Namun, proses ini mengalami keterlambatan dari target awal yang seharusnya rampung pada April 2024.
Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, menjelaskan bahwa keterlambatan ini disebabkan oleh pengumpulan data yang belum lengkap.
"Masih belum selesai, ada keterlambatan data yang kami terima sehingga Kantor Akuntan Publik (KAP) mengumpulkan datanya lebih lama," ujarnya dalam konferensi pers paparan kinerja per 31 Maret 2024, Kamis, 25 Mei 2024.
Kata Nixon lagi, bahwa data yang paling lama dikumpulkan adalah data terkait perkreditan.
"Jadi kami belum bisa mengambil keputusan karena datanya belum lengkap," imbuhnya.
Sebagai informasi, hingga 31 Maret 2024, aset BTN Syariah mencapai Rp54,8 triliun, tumbuh 17,9 persen secara tahunan (year-on-year).
Pertumbuhan ini membuat UUS BTN harus melakukan spin off dari perusahaan induknya.
Hasil merger BTN Syariah dan Bank Muamalat diproyeksikan akan menghasilkan bank syariah dengan aset mencapai Rp114,6 triliun, menjadikannya bank syariah terbesar kedua di Indonesia setelah PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).
Selain rencana merger antara unit usaha syariah (UUS) Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) dengan Bank Muamalat, terdapat juga tiga hingga empat bank syariah lainnya yang berencana untuk bergabung. Langkah ini sejalan dengan implementasi POJK Nomor 12 tahun 2023 terkait spin off UUS.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa rencana merger ini akan dipimpin oleh bank-bank swasta. Meskipun masih dalam tahap awal, prosesnya sedang berlangsung.
Namun, Dian enggan untuk memberikan rincian nama-nama bank dan aset mereka, hanya menegaskan bahwa hasil penggabungan ini akan menciptakan bank syariah dengan aset minimal mencapai Rp200 triliun.
“Seperti halnya BTN Syariah, UUS PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga Syariah) juga harus segera melakukan spin off karena asetnya telah melampaui Rp50 triliun. Melihat pertumbuhan yang signifikan, CIMB Niaga Syariah telah mencapai aset Rp 62 triliun per Desember 2023,” katanya Jumat 23 Februari 2024.
Dian sebelumnya menekankan pentingnya memiliki dua hingga tiga bank syariah besar untuk menciptakan persaingan yang sehat dalam industri. OJK tidak akan menggunakan pendekatan paksaan, melainkan mendorong konsolidasi.
Dari data OJK, saat ini terdapat 14 BUS dan 19 UUS. Beberapa UUS swasta dengan aset besar termasuk UUS Bank Permata, UUS Maybank, dan UUS Bank Danamon. Sedangkan BUS swasta dengan aset besar antara lain BTPN Syariah, Bank Panin Dubai Syariah, Bank Mega Syariah, dan Bank BCA Syariah.
Konsolidasi ini diharapkan dapat menciptakan bank syariah yang setara dengan Bank Syariah Indonesia (BSI), sesuai dengan mandat dari Undang-Undang Perbankan Syariah.